Mubadalah.id – Upaya memperbaiki kondisi bumi dari sampah plastik gencar kita lakukan dalam semua gaya hidup, termasuk pengurangan jumlah penggunaan sedotan plastik. Tak dapat kita pungkiri, penggunaan sedotan dalam keseharian memang tinggi, dan tidak ramah lingkungan.
Meskipun ukuran sedotan plastik yang tak seberapa namun jumlahnya dapat menjadi berlipat tergantung berapa kali tiap orang membeli minuman dalam sehari jika tiap membeli minuman selalu menggunakan sedotan plastik yang baru.
Berbagai inovasi pun muncul dalam upaya mengganti sedotan plastik tersebut dengan sedotan yang dirasa akan lebih ramah lingkungan, namun benarkah demikian?
Permasalahan sampah plastik menjadi permasalahan serius sebab produksinya yang terus menerus bertambah sedangkan penguraiannya memerlukan waktu sangat lama, sehingga dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan.
Data Sampah Plastik
Menurut data U.S News, terdapat lebih dari 35 juta ton sampah plastik yang diproduksi setiap tahunnya, diantaranya menurut peneliti asal Australia, Denise Hardesty dan Chris Wilcox, ada lebih dari 8 milyar sedotan bekas yang ditemukan di sepanjang bibir pantai dunia setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Divers Clean Action memperkirakan pemakaian sedotan setiap harinya mencapai 93.244.847 batang.
Berbagai inovasi bermunculan sebagai solusi dalam mengurangi penggunaan sedotan plastik. Sedotan kertas pada awalnya muncul sebagai solusi pengganti sedotan plastik yang disposible atau sekali pakai, namun seiring pemakaiannya kita temukan berbagai kekurangan seperti bahan kertas yang tidak tahan air sehingga mudah rusak saat kita gunakan.
Penggunaan sedotan kertas yang hanya sekali pakai, kita khawatirkan akan semakin banyak pohon yang ditebang sebagai bahan produksi. Kemudian muncul inovasi sedotan reusable yang dapat digunakan berkali-kali pakai, yakni sedotan bambu, sedotan logam stainless steel, dan sedotan kaca.
Sedotan bambu tebuat dari bahan alami yang ramah lingkungan dan dapat kita gunakan berkali-kali pakai, namun sifat bambu yang mudah lembab menyebabkannya mudah berjamur dan menjadi tempat penumpukan bakteri.
Demikian pula sedotan stainless steel juga kita temukan kelemahan dalam pemakaiannya meskipun jenis bahan ini tidak gampang berjamur seperti sedotan bambu. Namun karena sifatnya sebagai penghantar panas yang baik dapat menyebabkan terjadinya perubahan rasa pada minuman, yakni ketika kita pakai untuk minuman dingin, sedotan logam akan terasa sangat dingin di lidah.
Begitu juga ketika kita gunakan untuk minuman hangat, maka sedotan logam akan terasa cukup panas di lidah. Perubahan suhu pada sedotan logam ini seringkali menyebabkan penggunanya menjadi salah fokus dan menjadi tidak dapat menikmati rasa minuman yang diminumnya.
Mengenal Sedotan Kaca
Sedotan kaca hadir sebagai inovasi yang menutupi kekurangan-kekurangan sedotan ramah lingkungan sebelum-sebelumnya. Sedotan kaca terbuat dari kaca borosilikat yang biodegradable (mudah terurai dan terdekomposisi). Aman karena bebas BPA, hypoallergenic sehingga dapat kita gunakan oleh orang yang memiliki alergi atau sensitif terhadap bahan tertentu. Selain itu pastinya sedotan kaca sama sekali tidak memengaruhi rasa maupun bau minuman.
Bahan kaca borosilikat sangat kuat sehingga memiliki ketahanan terhadap suhu ekstrim. Artinya, tidak akan retak atau pecah ketika kita celupkan dalam minuman yang mendidih ataupun minuman dingin. Sedotan kaca tidak sensitif seperti sedotan stainless steel yang dapat membuat sedotan terasa panas atau dingin.
Permasalahan tidak berhenti di sana. Setelah kita analisis dari segi pemakaian energi dan emisi karbondioksida, nyatanya sedotan-sedotan yang mendapat klaim ramah lingkungan itu, justru memiliki nilai yang lebih tinggi, benarkah demikian?
Uji Emisi 4 Jenis Sedotan
Humboldt State University (HSU) dan Engr308 Technology and Environment menganalisis penggunaan energi, dan emisi karbondioksida dari empat jenis sedotan. Yaitu sedotan plastik, sedotan logam stainless steel, sedotan kaca, sedotan kertas, dan sedotan bambu.
Berdasarkan pengujiannya, produksi sedotan logam stainless steel menimbulkan emisi karbondioksida dan energi yang terbesar di antara produksi sedotan jenis lainnya. Yakni dengan energi sebesar 2420 kJ. Menyusul sedotan kaca (1074 kJ), sedotan bambu (756 kJ), sedotan plastik (23,7 kJ) dan sedotan kertas (16 kJ).
Dari segi konsumsi emisi karbondioksida, sedotan logam masih berada pada peringkat pertama. Yaitu 217 gram CO2, kemudian sedotan kaca berada di peringkat kedua (65,2 gram CO2), sedotan bambu (38,8 gram CO2), sedotan plastik (1,46 gram CO2), dan sedotan kertas (1,38 gram CO2). Emisi karbondioksida merupakan salah satu penyumbang terjadinya Global Warming.
Penggunaan sedotan ramah lingkungan jenis apapun akan menjadi sia-sia jika penggunaanya tidak melebihi standar minimal penggunaan. Sedotan besi akan relatif lebih baik apabila telah kita gunakan minimal 149 dari segi emisi karbon dioksida. Lalu sedotan kaca minimal 45 kali dan sedotan bambu minimal 27 kali.
Artinya, penggunaan sedotan besi demi pelestarian lingkungan akan menjadi sia-sia jika penggunaannya tidak mencapai 149 kali. Karena akan berdampak lebih buruk kita bandingkan penggunaan sedotan plastik.
Sedotan Reusable
Sedotan reusable (berkali-kali pakai) seperti sedotan bambu, sedotan logam stainless steel dan sedotan kaca memang dapat mengurangi produksi sampah sedotan plastik. Akan tetapi, sedotan-sedotan tersebut perlu kita cuci kembali agar dapat kita gunakan lagi. Pencucian ini menimbulkan limbah sabun yang berpotensi menimbulkan masalah pada air bersih.
Artinya, secara tidak langsung, teknologi baru memang dapat menghilangkan masalah dari barang substitusinya. Namun juga berpotensi menimbulkan masalah baru apabila tidak kita landasi oleh analisis dan uji yang lebih mendalam.
Belum lagi ketika pembeli lupa memberi tahu penjual minuman bahwa dia tak memerlukan sedotan plastik. Maka kemungkinan besar penjual minuman akan otomatis memberikan sedotan plastik di minuman yang sudah ia pesan. Jika sudah demikian akankah pembeli yang sebelumnya telah membawa sedotan sendiri akan tetap menggunakan sedotan miliknya?
Pada akhirnya, hal terbaik dalam mengurangi produksi sampah plastik adalah membatasi perilaku konsumtif dari diri sendiri. Dan akan lebih baik jika membiasakan diri meminum minuman tanpa sedotan. []