Mubadalah.id – Pekan ini pemberitaan di media banyak disuguhi kabar tentang isu pihak ketiga dalam rumah tangga. Ditambah kasus KDRT, dan ancaman kesehatan mental yang menghinggapi kaum perempuan. Dalam waktu yang bersamaan, saya juga diminta seorang kawan laki-laki untuk mencarikan dia jodoh. Lebih tepatnya calon istri, setelah tiga tahun ia berpisah dengan istrinya karena perceraian. Lalu, mendengar curhatan adik-adik di komunitas, yang mengaku betapa sulitnya memilih jodoh yang tepat.
Setelah banyak mendengar curhatan dari para sahabat, baik laki-laki dan perempuan itu, muncul pertanyaan yang sama dari mereka. Mbak Zahra, bagaimana kamu dulu memilih jodoh yang tepat? Spontan saya menjawabnya dengan membuat daftar kriteria calon pasangan.
Jika Nabi dalam salah satu haditsnya menyampaikan ada empat hal, yakni harta, keluarga, rupa dan agama. Maka saya menurunkan kriteria itu berdasarkan versi sendiri. Hadits itu berbunyi, “Perempuan (dan juga laki-laki) dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, garis keturunannya, keelokan rupanya, dan agamanya. Maka pilihlah perempuan/laki-laki yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR. Bukhori no. 5090)
Dan inilah daftar kriteria memilih jodoh yang tepat, yang belasan tahun silam pernah diam-diam saya tulis di buku harian. Sehingga jika ada laki-laki yang mengajak ta’aruf, saya melihat daftar itu, dan ceklis jika masuk kriteria. Sebaliknya kalau tidak masuk, saya beri tanda silang. mengapa serumit itu? Ya karena saya menganggap jodoh bukan persoalan sepele.
Jodoh Bukan Hal Sepele
Jodoh itu di mana seumur hidup kita akan menghabiskan waktu bersamanya. Dan, bagaimana relasi suami istri nanti akan menjadi ladang ibadah dan menyemai kebaikan, tanpa saling mendominasi. Artinya, dalam relasi itu, kami bisa saling bergandengan tangan ketika melangkah bersama.
Meski ada saatnya saya yang harus berada di belakang, suami di depan. Kala lain, saya yang berada di depan, dan suami di belakang. Fleksibilitas ini penting, dan kuncinya adalah komunikasi.
Dari kasus KDRT Lesti dan Rizki Billar kita bisa belajar. Atau isu pihak ketiga pernikahan Ayu Dewi dan Regi Datau. Setiap rumah tangga tak pernah sepi dari konflik. Dan justru ketika tidak ada masalah apapun juga mengerikan. Karena artinya dalam relasi antar suami istri itu tidak ada komunikasi. Saling diam, tak saling sapa, dan saling memunggungi.
Jodoh bukan hal sepele. Ia tak hanya bisa ditunggu kapan datang, sementara kita tak ada ikhtiar apapun untuk merencanakannya. Minimal aktif bersosialisasi. Bahkan saya tidak malu mengakui, jika dulu salah satu motif aktif berorganisasi tujuannya adalah memilih jodoh yang tepat. Minimal satu frekuensi, sehingga harapannya kelak akan lebih mudah beradaptasi.
Daftar Kriteria Calon Pasangan
Kembali ke daftar kriteria tadi. Pertama, bicara agama, dulu pesan almarhumah Ibu, yang penting salat lima waktunya benar dan ajeg. Karena jika komitmen dengan Tuhan saja ia penuhi, apalagi komitmen dengan sesama manusia.
Masih soal agama, atau saya membahasakanya dengan akhlak dan moralitas. Bagaimana ia memperlakukan ibu dan saudara perempuannya, caranya bertutur kata, dan memperlakukan orang lain di sekitarnya. Lalu bagaimana ia mengelola emosi ketika sedang marah, sedih atau senang.
Lalu bagaimana tanggapan teman-teman terdekatnya. Apakah ia punya potensi menjadi pelaku kekerasan? Penelantaran, dan abai terhadap penderitaan orang lain. Atau cukup bertanggungjawab atas sekian hal yang menjadi tugasnya. Misal dalam satu kepanitiaan organisasi, tugas yang ia terima selesai dikerjakan.
Kedua, latar belakang keluarganya NU agar kami mudah untuk beradaptasi. Minimal dalam soal ibadah kami tak perlu ada perdebatan panjang. Kebetulan keluarga kami sama-sama aktif di organisasi strukrutal yang sama.
Harta dan Rupa
Berikutnya yang ketiga terkait harta. Sederhana saja, yang penting sudah punya penghasilan. Atau minimal ada ikhtiar untuk melakukan pekerjaan halal. Tidak mudah gengsi juga. Apapun kerjaan yang ia terima, bisa menerimanya tanpa malu dan ragu. Karena rumah tangga tak cukup hanya bermodalkan cinta. Ada masa depan yang harus diperjuangkan bersama.
Bahasa lain yang sering saya pakai adalah visioner. Artinya ia mempunyai visi masa depan, mau dibawa ke mana rumah tangga ini. Misal, jika belum punya rumah, di tahun ke berapa ada rencana untuk memiliki rumah? Bagaimana caranya untuk punya rumah? Jika mengontrak atau membeli, bagaimana cara pembayarannya? Dari mana saja sumber penghasilan yang bisa dialokasikan untuk kebutuhan itu?
Terakhir, keempat soal rupa atau fisik yang menurut saya relatif. Karena masing-masing punya standar sendiri, seperti apa laki-laki tampan, atau perempuan yang cantik itu. Saya dulu simple sekali, yang penting pantas untuk diajak kondangan hahaha.. Meski dalam perjalanannya justru jarang sekali punya moment untuk pergi kondangan bareng.
Satu lagi, saya memilih pasangan yang tinggi badannya melebihi saya. Sederhana saja, ketika berjalan bersama, orang yang berada di samping saya tidak merasa insecure. Atau saya yang bersusah payah untuk memantaskan diri, agar tidak nampak menjulang lebih tinggi.
Begitulah kira-kira proses memilih jodoh yang tepat, yang dulu pernah saya tempuh. Setiap orang punya cara masing-masing bagaimana ia membuat konsep untuk masa depan. Tetapi bagi saya, jodoh adalah kunci, bagaimana perjuangan hidup sebagai manusia itu kita mulai. Terutama bagi perempuan yang akan mengalami masa-masa pengalaman biologis hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui.
Ketika telah menemukan jodoh yang tepat, seberat apapun persoalan hidup akan mudah kita hadapi. Seterjal apapun jalan kehidupan yang terlewati, akan mudah kita tapaki. Jadi, yuk mulai bikin daftar kriteria memilih jodoh yang tepat. Sehingga kita tak hanya sibuk memantaskan diri, tapi calon pasangan juga pantas untuk kita perjuangkan. []