Mubadalah.id – Salah satu forum berbagi inspirasi yang dibuka dalam Tunas GUSDURian 2022 yang saya ikuti adalah parenting ala Gus Dur. Kelas parenting ini disampaikan oleh narasumber, Mbak Nabilah Musyarihah, penulis buku Gus Dur membaca dunia dan Gus Dur sang Presiden.
Dalam kelas tersebut Mbak Nabilah menceritakan terkait parenting yang diterapkan oleh Ibu Nyai Solichah dan Kiai Abdul Wahid Hasyim kepada Gus Dur dan anak-anaknya yang lain. Sehingga dengan parenting tersebut mampu menjadikan Gus Dur dan saudara-saudaranya menjadi manusia yang cerdas, bermanfaat dan selalu memiliki rasa empati kepada orang-orang di sekitarnya.
Menurut pemaparan Mbak Nabilah, setidaknya ada enam parenting yang ibu Nyai Solichah dan Kiai Wahid Hasyim terapkan dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya, termasuk Gus Dur.
Lima Parenting Ala Gus Dur
Pertama, orang tua Gus Dur merupakan pembaca buku yang ulung, dengan begitu mereka berdua senantiasa bekerjasama untuk mendorong anak-anaknya rajin membaca, baik, membaca kitab-kitab kuning ataupun buku-buku yang lain. Sehingga dengan parenting ini, Gus Dur dan saudara-saudaranya tumbuh menjadi orang yang cerdas, kritis, bermanfaat dan punya rasa empati yang tinggi terhadap lingkungan sekitar.
Dengan begitu, tidak heran jika Gus Dur juga menerapkan parenting ini pada putri-putrinya. Hal ini, pernah Mbak Alissa Wahid sampaikan langsung dalam haul Gus Dur ke-10 di Cirebon pada tahun 2020 yang lalu. Beliau menyampaikan bahwa,
“Sesibuk apapun bapak, pasti ia akan mengajak anak-anaknya liburan satu minggu sekali ke Gramedia atau ke toko buku. Dan pada saat itu kami bebas untuk memilih dan membeli buku apa saja. Walaupun mungkin bapak tidak punya banyak uang. Tapi bapak selalu membelikan buku apapun yang kita mau”.
Di sisi lain, Mbak Nabilah juga menyampaikan bahwa sikap Gus Dur yang amat sangat mencintai buku itu, merupakan warisan dari kedua orang tuanya. Hal ini bisa kita lihat dari sikap Nyai Solichah yang tidak pernah lelah bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan membaca anak-anaknya. Walaupun saat itu beliau berstatus sebagai single mom.
Pengasuhan yang Visioner
Kedua, pengasuhan yang visioner. Dalam pemaparan Mbak Nabilah menyampaikan bahwa Nyai Solichah merupakan perempuan yang cerdas, ia mampu membaca tren dan peluang masa depan. Sehingga dengan begitu, parenting yang beliau terapkan kepada anak-anaknya adalah membekali mereka dengan pengetahuan yang luas, pengalaman yang banyak dan pendidikan yang berkualitas serta membebaskan.
Hal ini beliau lakukan karena beliau tau dunia yang akan anak-anaknya hadapi ke depan tentu tidak mudah. Sehingga beliau yakin dengan pengetahuan, pengalaman serta pendidikan yang luas akan menjadikan anak-anaknya menjadi manusia yang berani dan tegas.
Ketiga, Ibu Nyai Solichah dan Kiai Wahid Hasyim senantiasa mendidik anak-anaknya dengan perbuatan, termasuk soal agama. Mereka menyampaikan nilai-nilai agama bukan hanya dengan teori dan bahan bacaan saja, tetapi juga dengan perbuatan dan perilaku sehari-hari. Sehingga ketika mereka menyampaikan bahwa Islam itu agama yang damai, mereka juga mencontohkan pada anak-anaknya bagaimana menerapkan kedamaian itu dalam kehidupan sehari-hari.
Di sisi lain, mereka juga membuka ruang kepada anak-anaknya untuk memaknai agama serta keimanannya sendiri. Jadi, pilihan agama yang anak-anaknya yakini bukan dengan cara doktrin, tetapi dengan pilihan yang sadar.
Menurut saya parenting seperti ini penting sekali untuk kita teladani, sebab kita tau saat ini banyak sekali orang dewasa yang memaksakan keyakinan serta agamanya kepada orang lain, termasuk pada anak-anak tanpa membuka ruang untuk menghayati dan memaknai keyakinannya tersebut. Dengan begitu, seringkali cara seperti ini menimbulkan pemaksaan yang berujung permusuhan.
Membaca sebagai Kebutuhan
Keempat, literasi yang diterapkan dalam keluarga Gus Dur adalah membaca sebagai kebutuhan seumur hidup. Jadi, dalam hal ini, membaca bukan hanya sebagai alat supaya menjadikan anak yang cerdas, tapi juga melatih anak untuk mempunyai rasa kepedulian, keprihatinan dan critical thinking.
Kelima, skill resiliensi yaitu bangkit dari kegagalan. Menurut Mbak Nabilah, mengapa Gus Dur menjadi sosok yang santai dan lucu, walaupun dalam keadaan sulit. Karena beliau telah memiliki skill resiliensi, sehingga beliau memandang bahwa kegagalan itu adalah seni hidup. Sehingga tidak perlu menghadapinya dengan rasa cemas, sedih dan putus asa.
Hal ini sangat jelas bisa kita lihat bagaimana Gus dur menyikapi berbagai kegagalan yang ia hadapi semasa hidupnya dengan cara yang santai dan tidak penuh amarah, termasuk pada saat beliau turun dari jabatannya sebagai presiden.
Parenting seperti ini penting banget untuk diterapkan pada jiwa anak-anak, karena dengan cara ini anak-anak yang tumbuh menjadi manusia yang berani, tidak takut mencoba hal baru, percaya diri dan santai.
Pendidikan Karakter yang Jujur
Keenam, parenting ala Gus Dur yang terakhir adalah pendidikan karakter yang jujur, berani, mandiri, egaliter, peduli, bebas memilih dan bertanggung jawab.
Saya sangat kagum sekali ketika Mbak Nabilah menyampaikan poin ini. Pasalnya beliau menyebutkan bahwa kedua orang tua Gus Dur mendidiknya untuk selalu jujur, bukan hanya jujur dalam berelasi dengan orang lain, tetapi juga pada Gus Dur sendiri. Sehingga dengan bekal ini, Gus Dur selalu melakukan hal-hal dalam hidupnya sesuai apa kata hati dan keyakinannya
Selain itu, pendidikan karakter yang Nyai Solichah dan Kiai Wahid Hasyim terapkan pada anak-anaknya adalah sikap berani, mandiri, bebas memilih dan bertanggung jawab. Dengan parenting ini, tidak heran jika anak-anak mereka tumbuh menjadi manusia yang cerdas, hebat dan bermanfaat sesuai dengan bakat serta minatnya masing-masing.
Hal ini pula yang Gus Dur terapkan pada putri-putrinya, beliau sangat membebaskan putri-putrinya untuk memilih apapun yang mereka mau, dengan catatan mereka mampu bertanggung jawab pada pilihannya dan bisa mendatangkan manfaat serta kemaslahatan bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Gus Dur telah meneledankan, saatnya kita melanjutkan. []