Mubadalah.id – Sebelum berlangsungnya serangkaian perhelatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II, pemerintah kota Semarang, pemerintah provinsi Jawa Tengah beserta Panitia Kongres Ulama Perempuan Indonesia, menggelar welcoming dinner. Acara itu tergelar di Gedung Gradhika Bhakti Praja yang dihadiri gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, Selasa, 22 November 2022.
Dalam sambutannya, Ganjar Pranowo mengungkapkan bahwa, “Ketika menyaksikan gerakan yang diinisiasi perempuan, saya selalu merasa tokoh-tokoh di dalamnya selalu menyajikan problem solving atau penyelesaian masalah bagi masyarakat. Dan saya juga melihatnya pada gerakan perempuan di KUPI ini,” tuturnya.
Ganjar Pranowo juga sangat mengapresiasi gerakan dan kerja-kerja KUPI dalam menangani permasalahan di masyarakat. Menurutnya, ulama atau tokoh agama perlu hadir dan perannya sangat krusial dalam menjawab tantangan yang tengah masyarakat hadapi.
Gerakan perempuan di dalam KUPI juga ia nilai sangat membantu kerja-kerja pemerintah baik di tingkat daerah maupun pusat, misalnya terkait kasus perkawinan anak. “Saya pernah menghadapi kasus perkawinan anak usia 15 tahun di mana pelakunya ialah dari kalangan pesantren. Segala upaya telah kami kerahkan, tapi sayangnya kami hanya bisa mengulur waktu. Anak perempuan itu tetap melangsungkan pernikahan di usia 16 tahun,” ujar Ganjar.
“Dengan adanya KUPI ini, saya berharap besar kepada tokoh agama untuk turut andil mengadvokasi terkait bahaya perkawinan anak, serta berperan aktif dan responsif dalam mencegahnya,” tambahnya.
Respon Isu Perkawinan Anak
Menyoal isu perkawinan anak, KUPI sudah merumuskannya pada perhelatan KUPI I di pondok pesantren Kebon Jambu Al-Islamy. Yakni pada 25-27 April 2017 lalu. Dari hasil musyawarah keagamaan kala itu, KUPI mendorong perubahan UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Di mana tadinya batas minimal perkawinan ialah 16 tahun menjadi 18 tahun.
2 tahun kemudian, regulasi tersebut berubah dengan keluarnya UU nomor 16 tahun 2019. Di mana dalam aturan itu tercatat bahwa batas minimal perkawinan ialah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Tak hanya itu, pengesahan UU TPKS pada 12 April 2022 lalu juga bagian dari perjuangan gerakan KUPI bersama organisasi masyarakat sipil lainnya.
Tak ayal jika gerakan KUPI ini mulai terlihat dan mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Mulai dari tokoh agama, akademisi, peneliti, masyarakat dunia, masyarakat lintas iman, anak muda, bahkan pemerintah lokal maupun pusat.
Di penghujung sambutannya, Ganjar Pranowo mengucapkan selamat dan sukses atas terselenggaranya KUPI II. Ia juga mengaku turut bangga dan bahagia. Bahwa Jawa Tengah tercatat dalam sejarah gerakan keulamaan perempuan, dan menjadi tuan rumah KUPI II yang terselenggara di Semarang dan Jepara, 23-26 November 2022.
Visi Misi KUPI
Terlebih, nilai-nilai serta visi misi KUPI sejalan dengan apa yang dicita-citakan sebuah bangsa. Ruby Kholifah selaku Direktur AMAN Indonesia, salah satu tim penyelenggara KUPI II bersama Fahmina Institute, Rahima, Alimat, Gusdurian, beserta panitia lokal yakni UIN Walisongo dan Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri-Jepara.
Ia mengenalkan secara singkat tentang nilai-nilai, serta visi misi yang KUPI bawa di hadapan gubernur Jawa Tengah dan para tamu undangan dari 31 negara.
Adapun representasi 31 negara yang hadir berasal dari Afghanistan, Australia, Belgia, Burundi, Mesir, Hong Kong, Iraq, Jepang, Pakistan, Filipina, Swedia, Sri Lanka, Afrika Selatan, Syiria, Uganda, Inggris, Amerika Serikat, Belanda, Perancis, Jerman, Malaysia, Singapura, Thailand, Nigeria, Kenya, India, Puerto Rico, Slovakia, Rusia, Republik Mauritius, dan tentunya Indonesia.
Ruby menyampaikan bahwa visi KUPI yakni Rahmatan lil ‘Alamin. Dengan misinya Akhlak Karimah, serta 9 nilai KUPI. Antara lain, ketauhidan, kerahmatan, kemaslahatan, kesetaraan, kesalingan, keadilan, kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan, merupakan manifestasi wajah Islam yang progresif.
Metodologi Fatwa KUPI
Tambahan dengan 3 pendekatan yang KUPI terapkan dalam menghasilkan fatwa. Yakni konsep makruf yang Ibu Nyai Badriyah Fayumi gagas, dan merupakan ketua Majelis Musyawarah KUPI. Kemudian konsep keadilan hakiki yang ibu nyai Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm cetuskan, serta konsep kesalingan atau mubadalah yang dilahirkan oleh Kyai Faqihuddin Abdul Kodir.
Dari elemen-elemen yang terkandung dalam KUPI ini, menghasilkan fatwa melalui musyawarah keagamaan. Yakni untuk menjawab tantangan yang tidak hanya masyarakat akar rumput hadapi, melainkan juga masyarakat di seluruh dunia.
Dalam penutup sambutannya, Ruby merekomendasikan beberapa buku karya ulama perempuan.
“Untuk lebih memahami nilai serta perspektif yang KUPI bawa, bisa kita peroleh dari buku-buku karya ulama perempuan. Seperti Fikih Perempuan karya Buya Husein Muhammad, Metodologi Fatwa KUPI dan Qiraah Mubadalah yang Kiai Faqihudin Abdul Kodir tulis. Lalu, Nalar Kritis Muslimah oleh ibu nyai Dr. Nur Rofiah. Dan masih banyak buku karya ulama perempuan lainnya yang bisa kita jadikan referensi untuk memperluas dan memahami khazanah Islam yang rahmatal lil ‘alamin. []