• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Menjadi Muslim di Jepang (Bagian 3)

Masih banyaknya narasi miring tentang Islam yang berkeliaran itu barangkali turut berdampak pada penyediaan fasilitas masjid maupun tempat peribadatan muslim lainnya

Thoah Jafar Thoah Jafar
11/12/2022
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Menjadi Muslim

Menjadi Muslim

439
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada artikel sebelumnya “Menemukan Islam di Jepang bagian kedua”, penulis menceritakan tentang komitmen masyarakat Jepang pada waktu, dan kebersihan. Berlanjut di hari kedua kunjungan kami di PJepang yang ingin mencatatkan bagaimana menjadi muslim di negeri sakura itu. Penulis bersama para kepala SMK dan pengurus yayasan yang keberangkatannya diinisiasi Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu)

Kami berkesempatan mendatangi Tokyo Radiator Manufacturing (TRS). Perusahaan ini merupakan manufaktur terbesar penyokong industri otomotif. Betapa tidak, pabrik yang berdiri pada 1938 ini menyuplai suku cadang untuk banyak merek, dari Isuzu, Daihatsu, Hino, dan sejumlah brand mobil lainnya.

Pabrik TRS berdiri di atas lahan seluas 84 ribu meter persegi. Di Indonesia, anak cabang TRS bernama PT. Tokyo Radiator Selamat Sempurna yang sudah ada sejak 2012. Konon, Jepang berani mendirikan pabrik penerus berlokasi di Tangerang itu dengan modal awal Rp60 triliun.

Di TRS, ada 95 tenaga magang dari Indonesia. Mereka hidup dan bekerja di antara sebanyak 800 karyawan lain di pabrik tersebut. Pertanyaan pun kemudian timbul, bagaimanakah pihak perusahaan memfasilitasi kebutuhan ibadah tenaga kerja muslim tersebut? Paling tidak, terkait sarana prasarana dari mulai wudu, hingga tempat salat yang mereka sediakan.

Bermula dari Stigma

Jepang memang terkenal dengan warganya yang pekerja keras, disipilin, dan peduli terhadap kebersihan lingkungan. Akan tetapi, rupa-rupanya ada hal lain yang perlu kita pahami dan kita pelajari lebih lanjut. Yakni soal toleransi keberagamaan di dalamnya.

Sejumlah studi pernah menggegerkan betapa sinisme terhadap Islam tumbuh dalam diri masyarakat Jepang. Di antaranya, dalam survei yang Miura Toru lakukan, dengan judul “Persepsi Tentang Islam dan Muslim di SMA Jepang (2006),” para responden dengan enteng menyebut bahwa orang-orang muslim adalah sebuah komunitas terbelakang, aneh, intoleran, dan mengekang.

Baca Juga:

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

Ibadah Kurban dan Hakikat Ketaatan dalam Islam

Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

Beberapa survei lainnya malah mayoritas responden menganggap bahwa Islam adalah agama radikalis. Mereka setuju jika Jepang menutup pintu demi mengurangi segala ancaman yang mungkin saja terjadi.

Tetapi, pandangan lain terungkap dalam hasil penelitian Atsushi Yagamata, dalam judul “Persepsi Islam dan Muslim di Jepang Kontemporer (2019).” Dia menyebutkan bahwa sebagian responden yang ia mintai jawaban dalam survei-survei ada anggapan terhadap Islam tersebut tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas yang pas.

Menurut Yagamata, responden ternyata tidak memiliki kenalan atau kawan beragama muslim. Tidak pernah terlibat dan aktif berdiskusi tentang keislaman. Tidak sekalipun berkunjung ke masjid, dan tidak pernah berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial-kultural yang dasosiasi muslim selenggarakan.

Mempengaruhi Fasilitas

Masih banyaknya narasi miring tentang Islam yang berkeliaran itu barangkali turut berdampak pada penyediaan fasilitas masjid maupun tempat peribadatan muslim lainnya.

Begitu pula sebaliknya, kepentingan pembangunan rumah ibadah muslim di Jepang lebih banyak berdasarkan pada pertimbangan pemasukan negara. Organisasi Pariwisata Nasional Jepang, misalnya, menyebut jumlah wisatawan Malaysia dan Indonesia yang terus naik hingga mencapai 700 ribu orang pada 2017, mendorong penyediaan ruang salat di Jepang mereka perbanyak menjadi 170 unit.

Khusus masjid, masih dari data yang sama tersebutkan bahwa pada 2014, Jepang memiliki 80 masjid. Kemudian jumlahnya melonjak menjadi 105 pada akhir 2018.

Selain tempat pariwisata, masjid disebut banyak kita temukan di daerah dengan konsentrasi pabrik manufaktur yang besar, misalnya, di sekitaran Tokyo.

Kembali ke kunjungan kami TRS, pada akhirnya kami paham ketika para pekerja muslim hanya mereka sediakan tempat salat di ruangan yang fungsi utamanya justru sebagai kamar ganti pakaian. Tidak pula tersedia tempat wudu yang layak selain toilet dan westafel. Begitu pula, tak adanya kompensasi khusus bagi pekerja muslim di saat siang di bulan Ramadan.

Alhasil, muslim di Jepang adalah pribadi-pribadi yang tangguh. Mereka mengais banyak ilmu dan kedisiplinan, sekaligus tertuntut terus survive dalam melaksanakan ibadah. Terlebih bagi mereka yang berstatus hanya sebagai perantau. []

Tags: HisminuIndonesiaislamJepangmuslim
Thoah Jafar

Thoah Jafar

Pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon

Terkait Posts

Anda Korban KDRT

7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT

7 Juni 2025
KDRT

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

6 Juni 2025
Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID