Mubadalah.id – Menikah adalah sarana bagi seseorang untuk melakukan kebaikan, tetapi juga bisa berubah menjadi sarana melakukan keburukan.
Di dalam fikih, hukum menikah bisa haram jika tujuannya melakukan keburukan. Karena menikah adalah sarana, maka ia tidak disejajarkan dengan praktik ibadah agama seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
Menikah bisa disebut sebagai ibadah, jika dimaknai sebagai sarana yang kondusif bagi suami atau istri untuk melakukan hal-hal baik yang diperintahkan agama.
Oleh karenanya, menikah tidak bisa disebut sebagai separuh agama dalam arti ibadah ritual sebagaimana shalat dan puasa.
Seseorang yang menikah dan memperoleh pasangan yang saleh/salihah itu baru mendapatkan separuh modal untuk menjalankan komitmen tersebut.
Sehingga ia masih memerlukan separuh yang lain dari hidupnya sendiri agar menjadi satu modal utuh untuk komitmen yang kokoh.
Perempuan salihah adalah separuh modal dan laki-laki saleh adalah separuh modal, yang jika keduanya bergabung akan menjadi satu modal yang utuh dan sempurna dalam mengelola kehidupan rumah tangga.
Kebaikan Jadi Fondasi
Kebaikan dan kemaslahatan adalah fondasi dan kompas yang memandu jalannya biduk rumah tangga agar sampai pada tujuan pernikahan, yaitu kebaikan dunia (fi al-dunya hasanah) dan kebaikan akhirat (fi al-akhirah hasanah).
Tujuan itu seyogianya menjadi tujuan bersama antara suami dan istri, sehingga bisa saling memikul berdua secara utuh.
Di samping empat tujuan yang Nabi Saw sebut dalam pernikahan. Yaitu ketenteraman finansial, sosial, biologis, dan moral-spiritual, tentu saja ada tujuan-tujuan lain, seperti keinginan memperoleh keturunan, memperkuat dakwah, dan lain-lain.
Semua tujuan ini sah dan dapat kita benarkan selama tidak melakukannya dengan menegasikan kemanusiaan pasangan dan mencederai visi Islam yang rahmat li al-‘alamin dan misinya untuk mewujudkan akhlak karimah.
Misalnya dengan pemaksaan kehendak dan segala bentuk kekerasan, serta kezaliman. Kezaliman yang Islam haramkan sangat berlawanan dengan akhlak mulia yang menjadi fondasi moral dalam pernikahan (mu’asyarah bi al-ma’ruf).
Tujuan-tujuan ini akan lebih kokoh lagi jika suami dan istri saling mengaitkan dengan motivasi hidup dalam Islam, yaitu mencapai keridaan Allah Swt untuk membaktikan diri demi kemaslahatan bersama.
Baik dalam keluarga (dzurriyyat thayyibah), kebaikan masyarakat dan umat (khair ummah). Serta kemakmuran negara (baldat thayyibah) dan kerahmatan semesta (rahmat li al-‘alamin).*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik.