• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Natal untuk Elmo

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
25/12/2019
in Publik
0
natal, elmo
37
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Bagi kami yang hidup di luar pulau Jawa, hidup berdampingan dengan suku dan agama yang heterogen adalah sesuatu yang mengasyikkan. Bagaimana tidak, kami mempunyai banyak hari libur untuk hari besar keagamaan ataupun hari-hari besar perayaan budaya yang selalu ditunggu. Hari-hari yang penuh dengan kegembiraan dan suka cita. Hari-hari untuk berpakaian rapi dan bermain sepuasnya bersama teman-teman.

Sanggau, Kalimantan Barat. Di sanalah tempatku berasal. Beragam suku dan agama membaur di segala tempat publik, seperti sekolah maupun pasar, membuatku tidak canggung untuk berinteraksi dengan sesama. Elmo, teman sekelasku, ber-Papi-kan Ambon dan Mami seorang Minang, menjadi pelengkap keberagaman di kelas yang sebagian besar adalah Muslim.

Ketika pelajaran Agama dimulai di kelas, tidak ada yang melarangnya untuk tinggal maupun tetap, karena dia adalah bagian dari kami yang tujuan berangkat ke sekolah adalah untuk belajar, apa yang kami terima itu juga yang ia terima. Elmo juga tidak enggan untuk mempelajari materi yang disampaikan oleh Pak Ade Juandi di setiap pertemuannya.

Tidak ada kata-kata khusus, namun sikap para guru memberikan teladan pada kami muridnya untuk tidak membeda-bedakan atas segala perbedaan yang ada. Demikianlah seharusnya guru yang menjadi panutan.

Ketika hari Natal untuk umat Muslim datang (kelahiran Nabi Muhammad/Maulid), sekolah kami tidak ketinggalan untuk merayakannya, tidak hanya Elmo, murid beragama yang lain pun ikut berpartisipasi membawa bekal dan berpakaian ‘bebas’ untuk datang ke sekolah.

Baca Juga:

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Kata Ayahku, Maulid juga merupakan hari Natal, Natalnya Nabi Muhammad Saw. Demikian pula ketika datang hari Natal bagi umat Nasrani, kami sekelas tidak luput untuk berduyun-duyun datang ke rumah Elmo dengan menggunakan baju lebaran tahun itu.

Niat kami tidak lain adalah untuk memanjangkan umur dengan bersilahturahmi, walaupun ada alasan lainnya, yakni mendapat angpo dari Papinya Elmo dan bisa membawa pulang air kalengan, saat itu air kalengan merupakan air berharga yang hanya dapat dinikmati pada hari-hari tertentu saja.

Mengapa kami datang pada hari tersebut? Karena seseorang dalam menerima tamu itu ada yang siap dan ada yang tidak siap, di antara waktu-waktu yang siap ialah seperti waktu kematian, kelahiran, hajatan, dan pada hari-hari besar keagamaan, dan kami bersilaturahmi pada saat Natal ke rumah keluarga Elmo juga karena alasan yang sama, yakni hari dimana keluarga Elmo siap untuk menerima kedatangan kami.

Bagi orang tua Elmo, kami juga adalah anak-anaknya, dan bagi orang tuaku, teman-temanku juga adalah anak-anaknya. Orang tua yang selalu memberikan nasihat-nasihat kepada anak-anak terkasihnya ini. (Semoga Papi Elmo senantiasa diberikan tempat terbaik di sisi-Nya, Amiiin). Ketika orang-orang mengharamkan ucapan Natal dan sejenisnya, Ayahku kepadaku dan teman-teman mengutip QS.Maryam ayat 33:

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

“Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa AS) pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”

Kita saja ketika ulang tahun ada yang ingat dan dirayakan sangat bersuka cita, apalagi ini untuk seorang Nabi yang wajib di-Iman-i. Demikian Ayahku bercerita. Bukan tentang umat mana yang harus merayakan, tapi bagaimana engkau menunjukkan pengertian dan mengasihi terhadap sesama. Tidak ada gunanya saling berseteru, toh adanya perbedaan juga merupakan kuasa dari-Nya yang harus disikapi dengan bijaksana untuk mendapatkan kebahagiaan semesta.

Selamat Natal, Elmo!

Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Gaji Pejabat

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

1 Juli 2025
Pacaran

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

30 Juni 2025
Pisangan Ciputat

Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

30 Juni 2025
Kesetaraan Disabilitas

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

30 Juni 2025
Feminisme di Indonesia

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

28 Juni 2025
Wahabi Lingkungan

Wahabi Lingkungan, Kontroversi yang Mengubah Wajah Perlindungan Alam di Indonesia?

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID