• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Pandangan KUPI dan 5 Faktor Penyebab Maraknya Kawin Anak

Keempat, adanya peluang bagi perempuan masuk ke sektor kerja sebagai tenaga rumahan domestik atau mancanegara atau di sektor non-formal tak diimbangi dengan perubahan relasi gender di tingkat rumah tangga/keluarga. Ini mengakibatkan anak perempuan rentan karena harus menjadi pengganti ibu

Redaksi Redaksi
25/02/2023
in Keluarga
0
Kawin Anak

Kawin Anak

506
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Fenomena kawin anak merupakan bukan isu yang baru bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Dalam beberapa catatan, fenomena kawin anak di Indonesia dimulai sejak akhir tahun 1970 an dan awal 1980 an. Hingga saat ini fenomena kawin anak semakin marak terjadi di sebagian daerah di Indonesia.

Di Kabupaten Cirebon, merujuk data Pengadilan Agama (PA), angka perkawinan anak pada tahun 2019 hingga 2020 tercatat naik dua kali lipat. Pada tahun 2019 data perkawinan di Kabupaten Cirebon tercatat sebanyak 236 anak yang menikah di usia dini.

Sedangkan, pada tahun 2020 angka perkawinan anak naik tajam, PA mencatat ada sebanyak 478 layangan surat permohonan izin, namun yang diterima dan diputuskan oleh pihak pengadilan untuk menikah di usia dini sebanyak 446.

Bahkan belum lama ini, sepanjang 2022, di daerah tetangga Cirebon, tepatnya di Indramayu, tercatat sebanyak 572 anak di Kabupaten Indramayu, mengajukan dispensasi nikah ke PA Indramayu.

Dengan angka kawin anak yang tiap tahun semakin meningkat dan semakin marak terjadi diberbagai daerah, sebetulnya apa sih penyebabnya?

Baca Juga:

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Aurat Menurut Pandangan Ahli Fiqh

Makna Hijab Menurut Pandangan Ahli Fiqh

Urgensi Fikih Haji Perempuan dalam Pandangan Nyai Badriyah Fayumi

Jika kita merujuk pandangan Direktur Eksekutif Rumah KitaB, Lies Marcoes. Maka beliau menyebutkan ada lima hal yang mengindikasikan praktik kawin anak, yang sungguh sudah darurat. Lima indikasi praktik kawin anak tersebut sebagai berikut:

Lima Indikasi Kawin Anak

Pertama, fakta angka kawin anak naik baik di desa maupun di kota dengan sebab yang tidak hanya karena kemiskinan tapi menguatnya alasan moral.

Kedua, terjadi pelemahan di sektor hukum akibat kontestasi antara hukum positif (Undang Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam) dan hukum fikih.

Hukum fikih seperti di atas angin karena negara bersikap netral atas kontestasi itu sementara terjadi sakralisasi UUP dan KHI sehingga sulit untuk digugat.

Ketiga, kegagalan politik ekonomi makro dalam melindungi sumber-sumber ekonomi kaum miskin di pedesaan. Sementara pembangunan industrialisasi yang berlokasi di pedesaan dan bersifat raksasa dan masif. Misalnya industri ekstraktif dan sawit tak menyediakan pekerjaan pengganti utamanya bagi perempuan, sebaliknya malah menyingkirkan baik lelaki (tua tak berpendidikan) maupun perempuan.

Keempat, adanya peluang bagi perempuan masuk ke sektor kerja sebagai tenaga rumahan domestik atau mancanegara atau di sektor non-formal tak berimbang dengan perubahan relasi gender di tingkat rumah tangga/keluarga. Ini mengakibatkan anak perempuan rentan karena harus menjadi pengganti ibu.

Sementara itu hilangnya peran lelaki di sektor ekonomi atau terampasnya sumber kekuatan lelaki dalam sektor ekonomi. Bahkan tak melucuti peran patriarkinya dalam mengatur dan mengendalikan kuasanya di rumah dan di komunitas. Sebaliknya kendali itu berubah dari isu modal ke isu moral.

Survei Rumah KitaB menunjukkan indeks penerimaan perkawinan anak lebih kuat kaum lelaki dewasa terima ketimbang perempuan dewasa.

Kelima, seluruh fenomena itu terjadi dalam lanskap perubahan cara berpikir umat/warga/rakyat yang sedang berayun ke arah pendewaan teks (masyarakat teks). Serta menyingkirkan secara sistemik (melalui pendidikan, kurikulum, media) cara beragama/berhukum yang mengandalkan akal sehat. Antara lain akibat melemahnya kepercayaan kepada sistem hukum.

Pandangan KUPI

Jika merujuk Fatwa KUPI I di Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy, Babakan Ciwaringin, Cirebon, pada tahun 2017 tentang praktik kawin anak maka ulama KUPI dengan tegas meminta pemerintah Indonesia mencegah dan menghapus perkawinan di bawah umur karena terbukti membawa kerugian dalam pernikahan.

KUPI juga menyampaikan bahwa pencegahan dan penghapusan perkawinan pada usia anak dapat kita lakukan antara lain dengan menaikkan batas usia minimal untuk menikah dari 16 tahun menjadi 18 tahun.

Terlebih, Ketua Majelis Musyawarah Keagamaan KUPI, Nyai Badriyah Fayumi mengatakan kami melihat bahwa persoalan kawin anak ini ada faktor ekonomi, budaya, pandangan keagamaan juga, akses pendidikan. Bukan semata-mata pandangan keagamaan. Tapi pandangan keagamaan ini mendukung segala upaya untuk mencegah pernikahan anak ini yang membawa kemudharatan. Karena faktanya memang membawa kemudharatan.

Oleh sebab itu, mari kita jaga, lindungi anak-anak kita dari segala kemudharatan termasuk menjauhkan. Serta mencegah mereka dari praktik-prakti kawin anak. Dari kita, anak kita dan untuk penurus generasi bangsa Indonesia. []

Tags: Faktorkawin anakKupipandanganPenyebab
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Keluarga Maslahah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

28 Juni 2025
Sakinah

Apa itu Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah?

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID