• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Gus Dur dan Ramuan Relativisme Budaya untuk Indonesia

Pemahaman Gus Dur tentang kontur kebudayaan masyarakat Indonesia, dan kepiawaiannya dalam melakukan pemetaan agar tidak terjadi konflik antar budaya membawanya pada sikap dan prinsip toleransi paripurna

Askar Nur Askar Nur
25/04/2023
in Publik
0
Budaya untuk Indonesia

Budaya untuk Indonesia

793
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebelum membincang tentang Gus Dur dan Ramuan Relativisme Budaya untuk Indonesia, saya akan bercerita kilas balik di masa lalu. Ahmad Dhani, seorang musisi ternama Indonesia, dalam tanggapannya tentang Gus Dur yang termuat di kanal Youtube Gus Dur in Kick Andy, 11 tahun yang lalu, mengungkapkan bahwa,

“Gus Dur merupakan sosok yang terlalu maju untuk Indonesia. Indonesia sendiri belum siap untuk menerima karakter pemimpin seperti Gus Dur. Maka dari itu terjadilah kontroversi, karena Indonesia sendiri, masyarakatnya memang belum siap untuk memperoleh pemimpin seperti Gus Dur”.

Salah satu tindakan “ajaib” Gus Dur yang tidak para pemimpin Indonesia lainnya miliki, adalah sebagaimana melansir dari Tirto.id, saat Gus Dur menggelar forum di Jayapura pada 30 Desember 1999 yang dihadiri ribuan masyarakat Papua, memperbolehkan pengibaran Bendera Bintang Kejora. Adapun syaratnya agar mereka kibarkan di bawah Bendera Merah-Putih.

Tindakan Gus Dur tersebut masyarakat Papua nilai sebagai satu-satunya presiden Indonesia yang secara terbuka mengakui kembali masyarakat Papua sebagai satu kesatuan bangsa. Gus Dur berhasil merebut hati masyarakat Papua sampai saat ini.

Apa yang Gus Dur lakukan di masa lalu, baik dari segi pemikiran maupun tindakan, sejatinya adalah yang Indonesia butuhkan saat ini. Sebagai Negara dengan corak multikultural, Indonesia tidak membutuhkan sosok pemimpin yang pintar di segala lini. Melainkan cerdas dalam menyikapi konsep dan konteks tentang perbedaan.

Baca Juga:

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Bersama Ulama dan Guru Perempuan, Bangkitlah Bangsa!

Gus Dur Sosok Pemimpin yang Cerdas

Kecerdasan Gus Dur melihat perbedaan latar belakang kebudayaan masyarakat Indonesia sebagai sesuatu yang “unik”, merupakan sebuah bukti bahwa Gus Dur tidak hanya sebagai sosok yang paham agama secara universal. Melainkan juga paham konsep budaya untuk Indonesia secara holistik.

Pemahaman Gus Dur tentang kontur kebudayaan masyarakat Indonesia, dan kepiawaiannya dalam melakukan pemetaan agar tidak terjadi konflik antar budaya membawanya pada sikap dan prinsip toleransi paripurna. Di mana  Franz Boas membuat istilah sebagai prinsip relativisme budaya (cultural relativism).

Franz Boas, seorang tokoh antropologi yang mendapat julukan sebagai Father of American Anthropology, mempopulerkan konsep relativisme budaya dalam kajian antropologi sebagai sebuah prinsip. Di mana ia menekankan bahwa setiap kelompok masyarakat, baik dari segi pengetahuan, kepecayaan, dan aktivitasnya harus kita pahami berdasarkan aspek kebudayaannya masing-masing.

Relativisme budaya, oleh Boas, dianggap sebagai sebuah aksioma dalam studi antropologi yang memberikan ultimatum kepada para antropolog agar lebih memandang kebudayaan masyarakat yang beragam sebagai sebuah bentuk keunikan tersendiri. Lalu, lebih “membiarkan fakta berbicara sendiri” dalam melakukan penelitian antropologi.

Lebih lanjut, analisis konsep tentang relativisme budaya juga Prof. Nurul Ilmi Idrus sampaikan dalam pidato pengukuhan Guru Besarnya dalam bidang Ilmu Antropologi, Universitas Hasanuddin pada 14 September 2006 lalu, bahwa relativisme budaya merupakan sebuah prinsip atau pandangan yang lebih melihat perbedaan budaya antara yang satu dengan lainnya bukan sebagai “keanehan”, melainkan “keunikan” (cultural uniqueness).

Sejarah Setiap Budaya adalah Unik

Selain itu, dalam The Rise of Anthropological Theory (1968), Marvin Harris, seorang antropolog yang terkenal dengan pemikirannya yang kontroversi dalam studi antropologi, melabelisasi pendekatan antropologi Boas sebagai partikularisme historis. Baginya, Boas lebih menggambarkan masa kini dalam konteks masa lalu (historis), dan “partikular”. Karena Boas mengganggap bahwa sejarah setiap budaya adalah unik.

Dalam konteks Indonesia, cara pandang relativisme budaya dapat kita kategorikan sebagai sebuah mitigasi dalam mengurangi. Atau bahkan menghilangkan pertentangan antar masyarakat dari segi latar belakang kebudayaan yang beragam. Yakni untuk menciptakan keseimbangan dalam menjalani proses kehidupan. Meskipun dalam hal pemikiran, termin relativisme budaya tidak pernah Gus Dur utarakan selama ini. Akan tetapi secara praksis, Gus Dur selalu mengimplementasikannya. Baik dalam berpikir maupun bertindak.

Selain sikap humanis Gus Dur terhadap masyarakat Papua, responnya terhadap segala hal yang terbilang sensitif dan tabu, serta mampu memicu polemik di kalangan masyarakat secara santai, humoris dan terbilang nyeleneh. Hal itu juga merupakan sikap relativisme budaya yang ditunjukkan secara khas Gus Dur. Salah satu respon humoris Gus Dur saat tertuduh kafir, “Gus ada yang bilang njenengan kafir.” Ujar seorang santri. Gus Dur pun menjawab, “Ya tidak apa-apa mereka bilang kafir, tinggal ngucapin dua kalimat syahadat, udah Islam lagi.”

Gus Dur, Guru Toleransi Paripurna Indonesia

Tak hanya itu, Gus Dur juga memiliki banyak cerita-cerita humor lainnya yang berkaitan dengan jati diri bangsa Indonesia. Gus Dur pernah bercerita tentang empat macam sifat bangsa. Sedikit bicara, sedikit kerja adalah Nigeria dan Angola. Sedikit bicara, banyak kerja adalah Jepang dan Korea Selatan. Sedangkan banyak bicara, banyak kerja adalah Amerika dan China. Lalu, banyak bicara, sedikit kerja adalah Pakistan dan India.

Kemudian seseorang bertanya pada Gus Dur, “kalau bangsa Indonesia, masuk yang mana Gus?” Gus Dur dengan enteng menjawab, “Indonesia tidak bisa kita masukkan di antara empat itu. Karena di Indonesia, yang dibicarakan beda dengan yang dikerjakan.”

Dari banyaknya cerita dan respon-respon Gus Dur yang terbilang nyeleneh dan humoris baik berkaitan dengan agama, bangsa Indonesia maupun kebijakan-kebijakannya selama menjadi Presiden Indonesia, menyiratkan bahwa Gus Dur merupakan sosok yang inklusif. Di mana ia memandang perbedaan sebagai sebuah keunikan tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, menjadikan agama sebagai pedoman yang hidup dan tidak penuh dengan kekakuan yang justru membuat manusia terbebani.

Gus Dur menjalani kehidupan dengan penuh keseimbangan. Maka tidak berlebihan, jika kita menyimpulkan bahwa sosok Gus Dur adalah simbol pemersatu dan Bapak Toleransi Paripurna Indonesia. Jauh sebelum konsep moderasi beragama hadir di Indonesia, Gus Dur telah mempraktikkannya dalam kehidupan. Kemudian ia menghiasi masa kepemimpinannya sebagai presiden Indonesia. Gus Dur bukan hanya Guru Bangsa, melainkan juga Guru Toleransi Paripurna Indonesia. Al-Fatihah! []

Tags: Antropologigus durIndonesiaKebudayaanModerasi Beragamapemimpintoleransi
Askar Nur

Askar Nur

Alumni Magister Antropologi, Universitas Hasanuddin, Makassar dan aktif di Lembaga Studi Sosial Kemasyarakatan (LSSK)

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version