Mubadalah.id – Jika merujuk dalam beberapa catatan hadis tentang perempuan sumber kesialan, maka Aisyah bint Abi Bakr ra merupakan sosok yang mengkritik hadis tentang kesialan perempuan tersebut.
Teks hadis yang dimaksud adalah pernyataan Nabi SAW riwayat Abu Hurairah ra: “Sumber kesialan itu ada tiga hal, kuda, perempuan, dan rumah.”
Dari teks tersebut, Aisyah ra. tidak mau menerima teks hadis tersebut, karena maknanya bertentangan dengan ayat al-Qur’an :
“Tiada bencanapun yang menimpa di muka bumi ini dan (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah” (QS. Al-Hadid, 57: 22).
Kata Aisyah ra, tidak mungkin teks hadis yang menyatakan bahwa perempuan adalah sumber kesialan keluar dari mulut Rasulullah Saw, suaminya. Dari sini, Aisyah ra mengajarkan bahwa pemaknaan hadis harus dikaitkan dengan ayat-ayat al-Qur an.
Ijtihad Aisyah ra ini mengajarkan bagaimana pemaknaan teks-teks hadis harus dipandu dengan ayat-ayat al-Qur’an.
Delapan Relasi Laki-laki dan Perempuan
Dalam relasi laki-laki dan perempuan misalnya, bisa kita rujuk pada prinsip-prinsip yang al-Qur’an gariskan, terutama hal-hal berikut:
Pertama, bahwa perempuan dan laki-laki Allah Swt ciptakan dari entitas (nafs) yang sama (QS. An-Nisa, 4: 1).
Kedua, bahwa kehidupan yang baik (hayatan thayyiba) hanya bisa laki-laki dan perempuan bangun dengan kebersamaan dalam kerja-kerja positif (amalan shalihan) (QS. An-Nahl, 16:97).
Ketiga, perlu kerelaan kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan dalam kontrak perkawinan (taradlin) (QS. Al-Baqarah, 2: 232-233),
Keempat, tanggung jawab bersama (al-amanah) (QS. An-Nisa, 4: 48). Kelima, independensi ekonomi dan politik masing-masing (QS. Al-Baqarah, 2: 229 dan an-Nisa, 4: 20).
Keenam, kebersamaan dalam membangun kehidupan yang tenteram (sakinah) dan penuh cinta kasih (mawaddah wa ar-rahmah) (QS. Ar-Rum, 30:21).
Ketujuh, perlakuan yang baik antar sesama (mu’asyarah bil ma’ruf) (QS. An-Nisa, 4:19). Kedelapan, berembug untuk menyelesaikan persoalan (musyawarah) (QS. Al-Baqarah, 2:233, Ali ‘Imran, 3:159, dan Asy-Syura, 42:38).
Prinsip-prinsip ini menjadi dasar pemaknaan ulang terhadap beberapa hadis yang secara literal mengandung makna-makna yang tidak adil terhadap perempuan. []