• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Melirik Pesantren

Abdul Rosyidi Abdul Rosyidi
09/09/2019
in Publik
0
melirik, pesantren
8
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Apa yang dimiliki pesantren sehingga akhir-akhir ini begitu banyak dilirik orang? Utamanya saat banyak kelompok tertentu mengatasnamakan Islam untuk melegitimasi kekerasan. Kenapa perlu melirik pesantren?

Seharian tadi saya berada dalam sebuah pertemuan besar yang dihadiri lebih dari lima ratusan orang penggerak perubahan. Terdiri dari para sineas, aktivis, artis, pemangku kebijakan, investor, dan banyak lagi profesi, dari berbagai negara.

Pada acara ini, lima film dokumenter terpilih dipresentasikan sutradara dan produsernya. Lima film itu adalah Hidup dengan Bencana, Bara, Menggapai Bintang, Waste on My Plate, dan Pesantren.

Setelah presentasi, film akan dibahas beberapa panelis di atas panggung. Dan terakhir, peserta dari berbagai latar belakang itu memberikan dukungan agar film bisa memberikan dampak lebih luas dan maksimum.

Ada yang memberikan dukungan finansial, kerjasama liputan, kerjasama pemutaran dan diskusi film, penguatan sumber daya, undangan ke festival film international, dan sebagainya.

Baca Juga:

7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

Dan yang membuatku datang ke sini adalah karena salah satu film mengangkat wajah pesantren. Ya, film itu berjudul “Pesantren”. Saya datang menggantikan Kang Faqih Abdul Kodir yang kebetulan ada agenda lain.

Film Pesantren mengangkat Pesantren Kebon Jambu, Cirebon, Jawa Barat. Pesantren yang dipimpin seorang perempuan, Nyai Masriyah Amva. Pesantren tempat berlangsungnya Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2017 silam.

Film ini mengikuti kehidupan dua orang santri dan dua guru muda. Bagaimana mereka hidup dan berinteraksi di pesantren.

Sutradara film, Salahuddin Siregar menjelaskan, dia ingin melawan stigma bahwa pesantren itu kolot dan tidak berkembang. Pesantren juga jarang dipimpin seorang perempuan. Tapi ternyata banyak pesantren yang membantah semua stigma itu.

“Saya sungguh terkesan. Saya menemukan kehidupan pesantren itu sangat dinamis, hangat, riang, dan terbuka,” katanya.

Santri tidak hanya mengaji, tetapi mereka didorong untuk kreatif, bermain musik, bahkan ber-stand up comedy.

Santri berpikiran terbuka dan menghargai orang lain. Mereka juga biasa membahas isu-isu kontemporer, tentu dalam kacamata Islam.

Produser film, Suryani Liauw, mengatakan, di tengah massifnya penguatan identitas akhir-akhir ini, pesantren akan menjadi benteng terakhir bangsa di masa datang.

Pesantren tidak seperti sekolah yang hanya mengejar prestasi akademik dan kecerdasan kognitif belaka. Pesantren membangun karakter dan menanamkan tanggung jawab terhadap masyarakat.

Salah seorang panelis, Anita Wahid mengatakan film Pesantren bisa memperlihatkan Islam yang tidak eksklusif, tapi inklusif, yang rahmatnya untuk seluruh alam.

Tugas kita sekarang adalah menyediakan panggung yang lebih besar untuk pesantren agar lebih banyak orang yang mengetahuinya. Itulah jalan ikhtiar pembuat film ini.

Saya jadi ingat sebuah pertanyaan dari teman, kenapa pesantren mengajarkan kitab yang radikal tapi santrinya tidak menjadi radikal?

Karena pesantren melakukan pembelajaran langsung dalam kehidupan. Materi yang disampaikan kiai selalu merupakan hasil dialog dengan lingkungan.

Sedangkan menurut KH Husein Muhammad, keterbukaan pemikiran disebabkan karena orang-orang pesantren menguasai banyak literatur.

Untuk membahas satu hal saja, pesantren akan mempunyai landasan teks yang beraneka rupa. Sehingga dengan sendirinya orang-orang pesantren terbiasa dengan perbedaan pendapat.[]

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi, editor. Alumni PP Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin Cirebon.

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID