Pasangan hidup dan pasangan dalam pernikahan adalah (dan seharusnya dianggap) sahabat paling karib, entah kau jatuh cinta terlebih dahulu sebelum menjadikan pasanganmu sahabat, atau kau telah lama bersahabat dengannya hingga kemudian saling jatuh cinta.
Sebagai orang yang paling banyak melalui waktu bersama, dan tahu betul ‘jaba-jero’ (luar-dalam) diri kita, pasangan adalah orang yang paling berpotensi memahami kita; kelebihan, kekurangan, sifat baik, sifat buruk, hingga bagian paling rahasia yang tidak sembarang orang kita biarkan mengaksesnya.
Tidak hanya itu, kita juga berbagi dengan pasangan segala hal yang kita raih dan kita rasakan. Tanpa kecuali dan tanpa pamrih. Suatu sikap yang bisa disebut “ikhlas”.
Kenapa pasangan harus dianggap sahabat? Ada dua hal yang mendasari pemikiran ini. Pertama, konstruksi sosial masyarakat patriarkis cenderung menganggap perempuan sebagai subordinat laki-laki. [Baca juga: Begini Tujuan Pernikahan yang Wajib Diketahui Oleh Setiap Pasangan]
Jika kita mendefinisikan pasangan sebagai ‘pasangan’ an sich, maka pengaruh patriarki akan mudah mempengaruhi kita untuk mendudukkan pasangan sebagai subordinat. Sedangkan di dalam terma sahabat terkandung kesetaraan, kerelaan dan sepenanggungan.
Hal itu bisa dilacak dari pelbagai adagium tentang sahabat, antara lain: “Barangsiapa yang mencari teman yang tidak memiliki aib maka dia akan hidup tanpa sahabat atau teman” dan “Kecintaan seorang sahabat itu akan nampak di waktu susah”.
Jika kita menempatkan pasangan kita sebagai sahabat, anasir patriarkis dengan sendirinya mendapatkan pembanding, dan batal menjadi determinan yang mengontrol kecenderungan kita terhadap pasangan.
Kedua, relasi pernikahan dapat lebih cair dan kasual dengan pasangan sebagai sahabat. Contoh praktisnya: boncengan motor secara bergantian dengan pasangan, melakukan pekerjaan domestik bersama-sama, saling mendukung hobi yang -bahkan- nirfaedah, dan sebagainya.
Melakukan hal-hal tersebut tanpa beban bukanlah sesuatu yang mudah bagi sebagian orang. Namun jika dilakukan dengan landasan persahabatan, semua itu justru menyenangkan.
Demikian penjelasan terkait pasangan hidup adalah sahabat. Semoga kejelasan tentang pasangan hidup adalah sahabat bermanfaat. Pasalnya, tak sedikit orang yang menganggap pasangannya adalah bawahannya. Tentu ini tak bisa dibenarkan dalam Islam. Pasangan hidup adalah patner yang agung.[Baca juga: Kasus KDRT Vena Melinda, Sebuah Pelajaran bagi Pasangan Suami Istri ]