Mubadalah.id – Struktur sosial pra Islam pada prinsipnya adalah kesukuan dan patriarki, yang dalam literatur Islam kita kenal sebagai zaman jahiliyyah. Istilah ini secara literal bermakna zaman kebodohan. Dalam hal ini, zaman kebodohan bukan berarti manusia (laki-laki dan perempuan) pada zaman itu tidak bisa membaca dan menulis atau tidak mengerti apa-apa.
Zaman kebodohan lebih sebagian orang pahami sebagai satu masa di mana kesadaran manusia atas kebebasan, otonomi kita, dan kesetaraan sebagai ciptaan Tuhan tidak mendapatkan apresiasi secara baik.
Zaman di mana hak-hak manusia yang perlu kita hormati tidak mendapat tempat yang layak. Sebuah zaman di mana praktik-praktik penindasan oleh yang kuat dan kaya terhadap yang lemah dan miskin tidak menjadi sebagai pelanggaran.
Di antara kelompok manusia paling lemah yang tidak orang-orang hargai adalah perempuan. Mereka merupakan kelompok rentan sekaligus inferior. Pada zaman itu tidak ada norma dan hukum yang melindungi kehormatan perempuan.
Di saat itulah, Nabi mengamati realitas ini dengan seluruh nurani dan pikiran beserta keprihatinan yang mendalam.
Perendahan martabat manusia yang didasarkan atas status sosial, asal-usul. Ataupun jenis kelamin tidak boleh berlangsung terus, begitu kira-kira yang ada di benak Nabi.
Gagasan bahwa hanya Allah yang wajib diagungkan dan, karenanya, manusia adalah setara di hadapan-Nya menjadi titik awal dan akhir bagi Nabi untuk mengadvokasi mereka yang terendahkan.
Artinya, relasi subordinasi ini harus kita hentikan. Namun, langkah advokasi menuju kesetaraan laki-laki dan perempuan secara penuh bukanlah langkah yang tepat dan bijak. Karena hanya akan menimbulkan revolusi sosial yang tidak terorganisir secara rapi dan boleh jadi. Justru dapat menggagalkan misi profetik Nabi Muhammad.
Strategi yang al-Qur’an anjurkan adalah mereduksi hak-hak otoritatif laki-laki di satu sisi, dan mengangkat atau mengembalikan hakhak perempuan di sisi yang lain.
Pola mereduksi dan mengangkat ini harus kita lakukan secara gradual (bertahap). Meski begitu, isyarat ke arah kesetaraan tetap menjadi semangat utama kenabian, dan karenanya, tetap kita sampaikan. []