Mubadalah.id – Thankless job berarti pekerjaan tanpa terima kasih, artinya pekerjaan ini tidak ada upah dan tidak ada penghargaan. Istilah ini merujuk pada pekerjaan domestik. Beberapa orang berkata bahwa bekerja di ranah domestik terkhusus bagi perempuan adalah sebuah kebahagiaan. Seorang ibu dapat membersamai tumbuh kembang anak dan membangun bonding yang kuat. Namun, apakah benar demikian ?
Akhir-akhir ini, algoritma instagram saya sering menampilkan konten berbau parenting. Sebut saja Rabbit hole hingga postingan Mba Kalis yang baru menjadi ibu. Tren yang sama juga saya temukan ketika membaca artikel Menjadi Ibu Bahagia milik Mba Siti Nisrofah.
Bahwa benar hadits Rasulullah Al-Ummu madrasatul ula, Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Maka mempersiapkan “madrasah” ini menjadi penting, agar “murid” dari madrasah ini menjadi manusia yang baik.
Tidak jarang, perjalanan menjadi madrasah yang baik ini menemui jalan yang sulit. Secara bersamaan, seorang ibu adalah “madrasah” sekaligus juga pekerja domestik di rumahnya. Sayangnya dalam masyarakat patriarki, pekerjaan domestik tidak masuk kategori pekerjaan. Hal ini kerap menjadi pembenaran untuk menuntut perempuan “lebih” dari laki-laki.
Pekerjaan Domestik Seharusnya Bukan Thankless Job
Waktu, tenaga dan fikiran untuk mengerjakan pekerjaan “rumahan” adalah waktu yang sama untuk pekerjaan lain. Bedanya, pekerjaan rumahan dikerjakan tanpa tuntutan resmi. Dan karena alasan inilah sudah seharusnya ada pemakluman terhadap ibu yang lelah fisik dan mental/burnout karena mengerjakan pekerjaan domestik.
Seringkali kita tidak melihat hal demikian sebagai sesuatu yang lumrah. Kita melihat pekerjaan domestik seperti mencuci, memasak, menyapu dll adalah sebuah rutinitas biasa yang bisa dikerjakan tanpa berfikir. Kita cenderung melihat aktivitas rutin sebagai sesuatu yang tidak sulit dan tanpa tantangan sama sekali.
Padahal yang terjadi justru sebaliknya, waktu dan tenaga untuk aktivitas domestik bisa jadi justru lebih panjang. Jika pekerjaan umumnya berlangsung dari pagi hingga sore, pekerjaan domestik bisa terjadi seharian penuh.
Malam sebelumnya, seorang ibu sudah harus memikirkan menu makanan esok hari. Ketika pagi menyapa, mulai belanja sambil memperkirakan waktu memasak, lanjut mencuci dan memastikan rumah bersih hingga malam. Dan ini terjadi setiap hari tanpa libur dengan aktivitas yang sama.
Merumahkan Perempuan dengan Dalih Membangun Bonding yang Kuat dengan Anak adalah Fana
Pernahkah kita mendengar ungkapan bernada kasihan terhadap anak yang memiliki ibu pekerja/wanita karier ? bahwa anak-anak ini tidak mendapat kasih sayang yang cukup dari ibunya. Hal-hal seperti ini harus kita telaah kembali, jangan-jangan hanyalah senjata untuk “merumahkan” perempuan.
Masyarakat umum, khususnya yang masih tradisional memandang bentuk kasih sayang sebatas kehadiran fisik. Aktivitas seorang ibu yang banyak di luar rumah seperti bekerja dianggap tidak sayang anak. Maka solusinya adalah mengembalikan ibu ke rumah untuk membangun bonding yang kuat dengan anak. Lantas apakah hal ini benar ?
Sebuah penelitian mengungkapkan, otak kita cenderung mudah lupa akan rutinititas dan lebih mudah mengingat hal-hal unik yang mempunyai tingkat emosional lebih tinggi. Seperti pemaparan dalam sub-bahasan sebelumnya bahwa pekerjaan domestik sering dianggap rutinitas, maka momen kebersamaan anak dan ibu yang terjadi setiap hari dengan pola yang sama akan sulit menjadi ingatan istimewa.
Hal ini bisa semakin memburuk ketika seorang ibu mengerjakan pekerjaan domestik tanpa bantuan dari lingkungan. Alih-alih membersamai tumbuh kembang anak dan membangun bonding yang kuat, yang terjadi justru anak menjadi pelampiasan atas kelelahan yang dirasakan.
Bonding yang kuat tidak harus diciptakan melalui ruang-ruang domestik yang membatasi gerak perempuan. Bagi perempuan pekerja, bonding dengan anak tetap bisa terbangun melalui kegiatan bersama anak di hari libur. Anak akan mengingat momen tersebut dan mengingat bahwa ibunya perempuan yang hebat, sang ibu juga tidak akan kehilangan dunianya. win-win solution.
Pekerjaan Domestik Sama Saja dengan Pengasuhan Anak, Keduanya Tugas Bersama
Lalu apa solusi untuk melepaskan perempuan dari pusaran Thankless Job ini? jawabannya adalah pembagian tugas yang setara, sehingga perempuan tidak lagi menerima beban ganda. Pekerjaan domestik sendiri pada dasarnya adalah kegiatan lifeskill yang bisa dikerjakan tanpa memandang gender.
Bahkan dalam islam, aktivitas rumah adalah tugas laki-laki sebagai bentuk nafkah kepada istrinya. Maka melimpahkan kegiatan ini kepada perempuan adalah hal yang salah.
Kemudian soal pengasuhan, juga merupakan tugas bersama. Bahwa benar hadits Rasulullah “al umm madrasatul ula” . Namun lanjutan dari hadits ini juga tidak kalah penting, yakni “wal-ab mudiruha“, ayah adalah kepala sekolahnya.
Ibu dalam pengasuhan anak dibersamai oleh ayah yang menanamkan nilai-nilai dan tonggak kehidupan. Keduanya berjalan beriringan, sehingga tidak lagi ada ketimpangan kedekatan antara anak dengan orangtua. Dengan demikian tidak akan lagi ada istilah fatherless maupun thankless job yang membatasi perempuan. []