• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Melepaskan Perempuan dari Jeratan Thankless Job

Ibu dalam pengasuhan anak dibersamai oleh ayah yang menanamkan nilai-nilai dan tonggak kehidupan, keduanya berjalan beriringan

finaqurrota_ finaqurrota_
02/01/2024
in Keluarga
0
Thankless job

Thankless job

789
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id –  Thankless job berarti pekerjaan tanpa terima kasih, artinya pekerjaan ini tidak ada upah dan tidak ada penghargaan. Istilah ini merujuk pada pekerjaan domestik. Beberapa orang berkata bahwa bekerja di ranah domestik terkhusus bagi perempuan adalah sebuah kebahagiaan. Seorang ibu dapat membersamai tumbuh kembang anak dan membangun bonding yang kuat. Namun, apakah benar demikian ?

Akhir-akhir ini, algoritma instagram saya sering menampilkan konten berbau parenting. Sebut saja Rabbit hole hingga postingan Mba Kalis yang baru menjadi ibu. Tren yang sama juga saya temukan ketika membaca artikel Menjadi Ibu Bahagia milik Mba Siti Nisrofah.

Bahwa benar hadits Rasulullah Al-Ummu madrasatul ula, Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Maka mempersiapkan “madrasah” ini menjadi penting, agar “murid” dari madrasah ini menjadi manusia yang baik.

Tidak jarang, perjalanan menjadi madrasah yang baik ini menemui jalan yang sulit. Secara bersamaan, seorang ibu adalah “madrasah” sekaligus juga pekerja domestik di rumahnya. Sayangnya dalam masyarakat patriarki, pekerjaan domestik tidak masuk kategori pekerjaan. Hal ini kerap menjadi pembenaran untuk menuntut perempuan “lebih” dari laki-laki.

Pekerjaan Domestik Seharusnya Bukan Thankless Job

Waktu, tenaga dan fikiran untuk mengerjakan pekerjaan “rumahan” adalah waktu yang sama untuk pekerjaan lain. Bedanya, pekerjaan rumahan dikerjakan tanpa tuntutan resmi. Dan karena alasan inilah sudah seharusnya ada pemakluman terhadap ibu yang lelah fisik dan mental/burnout karena mengerjakan pekerjaan domestik.

Baca Juga:

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

Membangun Keluarga Sakinah: Telaah Buku Saku Keluarga Berkah

KB: Ikhtiar Manusia, Tawakal kepada Allah

Seringkali kita tidak melihat hal demikian sebagai sesuatu yang lumrah. Kita melihat pekerjaan domestik seperti mencuci, memasak, menyapu dll adalah sebuah rutinitas biasa yang bisa dikerjakan tanpa berfikir. Kita cenderung melihat aktivitas rutin sebagai sesuatu yang tidak sulit dan tanpa tantangan sama sekali.

Padahal yang terjadi justru sebaliknya, waktu dan tenaga untuk aktivitas domestik bisa jadi justru lebih panjang. Jika pekerjaan umumnya berlangsung dari pagi hingga sore, pekerjaan domestik bisa terjadi seharian penuh.

Malam sebelumnya, seorang ibu sudah harus memikirkan menu makanan esok hari. Ketika pagi menyapa, mulai belanja sambil memperkirakan waktu memasak, lanjut mencuci dan memastikan rumah bersih hingga malam. Dan ini terjadi setiap hari tanpa libur dengan aktivitas yang sama.

Merumahkan Perempuan dengan Dalih Membangun Bonding yang Kuat dengan Anak adalah Fana

Pernahkah kita mendengar ungkapan bernada kasihan terhadap anak yang memiliki ibu pekerja/wanita karier ? bahwa anak-anak ini tidak mendapat kasih sayang yang cukup dari ibunya. Hal-hal seperti ini harus kita telaah kembali, jangan-jangan hanyalah senjata untuk “merumahkan” perempuan.

Masyarakat umum, khususnya yang masih tradisional memandang bentuk kasih sayang sebatas kehadiran fisik. Aktivitas seorang ibu yang banyak di luar rumah seperti bekerja dianggap tidak sayang anak. Maka solusinya adalah mengembalikan ibu ke rumah untuk membangun bonding yang kuat dengan anak. Lantas apakah hal ini benar ?

Sebuah penelitian mengungkapkan, otak kita cenderung mudah lupa akan rutinititas dan lebih mudah mengingat hal-hal unik yang mempunyai tingkat emosional lebih tinggi. Seperti pemaparan dalam sub-bahasan sebelumnya bahwa pekerjaan domestik sering dianggap rutinitas, maka momen kebersamaan anak dan ibu yang terjadi setiap hari dengan pola yang sama akan sulit menjadi ingatan istimewa.

Hal ini bisa semakin memburuk ketika seorang ibu mengerjakan pekerjaan domestik tanpa bantuan dari lingkungan. Alih-alih membersamai tumbuh kembang anak dan membangun bonding yang kuat, yang terjadi justru anak menjadi pelampiasan atas kelelahan yang dirasakan.

Bonding yang kuat tidak harus diciptakan melalui ruang-ruang domestik yang membatasi gerak perempuan.  Bagi perempuan pekerja, bonding dengan anak tetap bisa terbangun melalui kegiatan bersama anak di hari libur. Anak akan mengingat momen tersebut dan mengingat bahwa ibunya perempuan yang hebat, sang ibu juga tidak akan kehilangan dunianya. win-win solution.

Pekerjaan Domestik Sama Saja dengan Pengasuhan Anak, Keduanya Tugas Bersama

Lalu apa solusi untuk melepaskan perempuan dari pusaran Thankless Job ini? jawabannya adalah pembagian tugas yang setara, sehingga perempuan tidak lagi menerima beban ganda. Pekerjaan domestik sendiri pada dasarnya adalah kegiatan lifeskill yang bisa dikerjakan tanpa memandang gender.

Bahkan dalam islam, aktivitas rumah adalah tugas laki-laki sebagai bentuk nafkah kepada istrinya. Maka melimpahkan kegiatan ini kepada perempuan adalah hal yang salah.

Kemudian soal pengasuhan, juga merupakan tugas bersama. Bahwa benar hadits Rasulullah “al umm madrasatul ula” . Namun lanjutan dari hadits ini juga tidak kalah penting, yakni “wal-ab mudiruha“, ayah adalah kepala sekolahnya.

Ibu dalam pengasuhan anak dibersamai oleh ayah yang menanamkan nilai-nilai dan tonggak kehidupan. Keduanya berjalan beriringan, sehingga tidak lagi ada ketimpangan kedekatan antara anak dengan orangtua. Dengan demikian tidak akan lagi ada istilah fatherless maupun thankless job yang membatasi perempuan. []

Tags: ayahHak anakIbukeluargaparentingThankless job
finaqurrota_

finaqurrota_

Penyuka Kucing. Bisa ditemui di Instagram @finaqurrota_

Terkait Posts

Najwa Shihab dan Ibrahim

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

26 Mei 2025
Program KB

KB: Ikhtiar Manusia, Tawakal kepada Allah

23 Mei 2025
Alat KB

Dalil Agama Soal Kebolehan Alat KB

22 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berkurban

    Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Istilah “Kurban Perasaan” Pada Hari Raya Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Raya dalam Puisi Ulama Sufi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID