Mubadalah.id – Kemarin, 17 Januari 2023, ulama senior Indonesia, KH Abdul Syakur Yasin atau yang orang kenal dengan nama Buya Syakur meninggal dunia. Sosok ulama Indramayu kharismatik wafat dalam usia 75 tahun. Beberapa hari lagi, menjelang ulang tahunnya yang ke 76, yakni pada 2 Februari mendatang.
Buya Syakur terkenal sebagai ulama yang rutin menggelar pengajian yang diikuti oleh berbagai kalangan. Pengajian digelar, baik secara luring di pesantren asuhannya, Pondok Pesantren Cadangpinggan, Kertasemaya, Indramayu, maupun secara daring melalui kanal Youtubenya, KH Buya Syakur Yasin MA.
Melalui kanal yang sudah memiliki 1,16 juta subscriber ini, Buya Syakur mengaji dengan berbagai tema, terutama tema yang ada singgungannya dengan kehidupan sehari-hari. Setidaknya ada 6,1 ribu video yang dapat kita simak pengajian dari sosok Buya Syakur. Salah satu tema yang menarik tentang pemikiran Buya Syakur tentang kesetaraan perempuan.
Kesetaraan Perempuan
Dalam salah satu video di kanal Youtubenya, Buya Syakur membahas tentang kesetaraan perempuan. Mulanya, Buya Syakur memberikan semacam pengantar bahwa, pada umumnya, kepribadian perempuan sebelum nikah dan setelah menikah terjadi perubahan. Hal ini sebagaimana dalam peradaban manusia, perempuan itu underbow, di bawah kekuasaan laki-laki.
“Kepribadian perempuan, pada umumnya, sebelum nikah dan setelah menikah terjadi perubahan, karena bagaimana dalam peradaban manusia, perempuan itu, underbow, di bawah kekuasaan lelaki.”, kata Buya Syakur.
Lanjut Buya Syakur, “Ini yang sedang saya perjuangkan, dalam gender, bahwa perempuan dan laki-laki mesti setara, tidak ada lagi perempuan underbow laki-laki, karena tugas perempuan dan laki-laki sama, kewajiban dan haknya sama dalam kesetaraan, kecuali dalam tugas-tugas biologis, pahami dengan baik baik.”
Dari penjelasan di atas, tegas Buya Syakur mengatakan bahwa tugas perempuan dan laki-laki sama. Memiliki kewajiban dan hak yang sama dalam kesetaraan, kecuali dalam tugas-tugas yang bersifat biologis.
Tugas-tugas biologis ini tidak lain karena anatomi tubuh antara perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan. Sehingga pertukaran tugas biologis ini tidak dapat dilakukan. Contoh tugas biologis seperti mengandung, melahirkan, menyusui dan tugas lain ada kaitannya dengan biologis.
Perempuan Harus Memiliki Keterampilan
Buya Syakur melanjutkan, “Kalau perempuan menyusui, tidak mungkin bergiliran dengan suaminya, pakai apa menyusuinya, bergantian metenge, bagaimanapun itu tugas biologis, tapi sosial, politik, ekonomi, semuanya sama”.
Adapun tugas-tugas selain tugas biologis, seperti bidang sosial, politik dan ekonomi antara perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama. Sehingga dalam pandangan Buya Syakur, perempuan dapat ikut serta aktif dalam kegiatan sosial, perpolitikan dan mengelola bisnis. Di sinilah perempuan dapat mandiri, karena memiliki kewajiban dan hak yang sama dengan laki-laki dalam aspek sosial, ekonomi dan politik.
“Saya selalu menganjurkan perempuan harus memiliki keterampilan, harus mandiri, jangan mengharapkan pemberian suami, mau setuju silahkan, mau tidak silahkan, ketergantungan perempuan kepada suami harus segera diakhiri,” tegas Buya Syakur.
Dalam pemahaman Buya Syalur, perempuan harus mandiri. Karena pada akhirnya, nanti di depan Tuhan, perempuan dan laki-laki akan mempertanggungjawaban perbuatannya masing-masing. Suami tidak akan menanggung dosa-dosa isterinya. Begitu juga, isteri tidak akan menanggung dosa-dosa suaminya.
Berkaitan perempuan mandiri, apabila ada yang memiliki kekhawatiran isteri akan melawan suaminya apabila bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri. Maka itu watak dasar masing-masing, yang memang dasarnya suka melawan.
“Saya bilang itu watak dasar masing-masing, memang dasarnya ngelawan (melawan), biarpun kere (miksin) juga ngelawan (melawan). Kalau wataknya baik, sekalipun kaya, seperti Siti Khatijah, gak ko, beliau baik-baik saja, menghormati Nabi, itu watak pribadi masing-masing. Kalau dasarnya tukang melawan, biarpun melarat (miskin) pun juga melawan”, pungkas Buya Syakur.
Kemandirian Perempuan dalam Islam
Inilah sepenggal pemikiran Buya Syakur tentang kesetaraan perempuan. Pemikiran Buya Syakur menarik sekali apabila kita cermati, terlebih tentang kemandirian perempuan.
Mengapa demikian? Sebab Kemandirian perempuan ini merupakan kesempatan yang sama yang juga dimiliki oleh laki-laki. Kemandirian ini bukan berarti ia lemah atau terus mengalah dengan mengorbankan kepentingannya sebagai perempuan. Akan tetapi kemandirian yang melekat pada perempuan sebagai kepemilikan hak dan kewajiban yang setara dengan laki-laki.
Merujuk dari al-Qur’an bahwa terdapat penjelasan tentang perempuan yang memiliki kemandirian dan memiliki hak berpolitik.
لَمَّا وَرَدَ مَاۤءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ اُمَّةً مِّنَ النَّاسِ يَسْقُوْنَ ەۖ وَوَجَدَ مِنْ دُوْنِهِمُ امْرَاَتَيْنِ تَذُوْدٰنِۚ قَالَ مَا خَطْبُكُمَاۗ قَالَتَا لَا نَسْقِيْ حَتّٰى يُصْدِرَ الرِّعَاۤءُ وَاَبُوْنَا شَيْخٌ كَبِيْرٌ ٢٣
“Ketika sampai di sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya) dan dia menjumpai di belakang mereka ada dua orang perempuan sedang menghalau (ternaknya dari sumber air). Dia (Musa) berkata, “Apa maksudmu (berbuat begitu)?” Kedua (perempuan) itu menjawab, “Kami tidak dapat memberi minum (ternak kami) sebelum para penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedangkan ayah kami adalah orang tua yang telah lanjut usia.” (QS. Al-Qasas: 23)
Dari ayat di atas, ada kisah dua perempuan hebat yang bekerja keras dan berjuang untuk memenuhi kehidupan yang kondisi ayah mereka sudah tua. Begitu juga perempuan yang berpolitik, dalam An-Naml: 24-44 mengkisahkan tentang sosok perempuan yang menjadi penguasa tertinggi negara yang bijaksana. Sosok perempuan yang menduduki tahta di negeri Saba’ yang bernama Ratu Bilqis.
Contoh lain, perempuan mandiri yang dekat dengan kita sebagai muslim adalah isteri Nabi Muhammad, Siti Khadijah binti Khuwailid. Ia tercatat dalam sejarah Islam sebagai perempuan yang sukses dalam bidang perdagangan.
Walhasil, Islam tidak membatasi ruang gerak perempuan dalam mengekspresikan sesuatu. Terlebih sesuatu yang berkaitan dengan masalah kemaslahatan umat dan dapat bermanfaat bagi yang lain. Oleh karena itu, kemandirian perempuan tidak lain bentuk kesetaraan dengan laki-laki dalam berbagai bidang, baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. []