Kita harus mempromosikan solidaritas manusia, menghindari ketidakpedulian, dan memainkan peran dengan masyarakat dalam penyelesaian masalah kekerasan
-Shakira-
Mubadalah. id. Sahabat Salingers! Berbicara mengenai pencegahan kasus kekerasan Seksual, tentu merupakan pembahasan yang cukup sensitif bagi kalangan yang tabu akan hal tersebut.
Kadangkala kita sukar untuk membicarakan mengenai edukasi ataupun mitigasi terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang kerap kali terjadi di lingkungan sekitar kita.
Masyarakat juga banyak yang menganggap bahwa hal tersebut merupakan sebuah aib jika sudah terjadi pada kasus-kasus kekerasan yang tidak kita inginkan.
Berbicara mengenai kasus kekerasan seksual, Kabupaten Lombok Timur merupakan kabupaten kedua lingkup Provinsi NTB (Nusa Tenggara Barat) yang beberapa tahun terakhir telah terjadi kasus-kasus kekerasan seksual di sekitarnya, setelah sebelumnya juga terjadi di Kabupaten Dompu.
Terlebih juga beberapa kasus tersebut terjadi di Pondok Pesantren.
Lantas Bagaimana Menyikapinya?
Diawali dengan sebuah acara workshop yang saya ikuti beberapa minggu lalu di kampus. Pada saat tersebut, Narasumber mengedukasi kami pengetahuan dasar mengenai kekerasan seksual yang kerap kali terasingkan.
Karena banyak pihak yang menganggap bahwa edukasi mengenai kekerasan seksual tidak begitu penting.
Apa Iya?? Saya rasa; TIDAK.
Bagi kami generasi muda, edukasi terhadap kekerasan seksual merupakan kebutuhan primer dan wajib untuk semua kalangan. Baik kalangan agamis, akademisi, aktivis, dan masyarakat pada umumnya untuk senantiasa menyemarakkan penolakan terhadap kasus- kasus tersebut.
Terutama juga bagi gen Z dan Alpha yang setiap harinya bergelut dengan media online dan tekhnologi yang super canggih.
Karena salah satu faktor terbesar terjadinya kekerasan seksual ialah sebab kecanggihan dan meleknya teknologi, yang karenanya segala yang ingin kita ketahui dengan mudah dan cepat terakses.
Seperti apa sih Kekerasan Seksual itu?
Pada dasarnya kata seksual memiliki arti yang positif yang bermakna pengetahuan tentang alat reproduksi, dan merupakan aktivitas bersifat biologis yang menjadi tolok ukur keberfungsian rasa yang ada pada makhluk hidup.
Namun, jika kata seksual di sandingkan dengan kata kekerasan, maka mengacu pada arti dan pemahaman yang berbeda.
Menurut WHO ( World Health Organization) kekerasan seksual adalah keterlibatan anak dalam aktivitas seksual dengan orang dewasa atau dengan anak kecil lainnya (anak kecil yang memiliki kekuasaan dibanding korban). Di mana anak tidak memahami sepenuhnya, tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukannya.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya Kekerasan Seksual
Ada beberapa faktor yang menjadikan kekerasan seksual bisa terjadi di lingkungan sekitar kita.
Apabila kita melihat dari sudut pandang pelaku kekerasan seksual, yang menjadi faktor utamanya adalah faktor Internal dan faktor eksternal.
Faktor internal biasanya terjadi karena faktor biologis, faktor kejiwaan, dan faktor moral. Sedang faktor eksternal bisa terjadi karena faktor Media massa, faktor ekonomi, serta faktor sosial budaya.
Contoh-contoh Kekerasan Seksual
Adapun beberapa contoh kekerasan seksual yang kerap terjadi, antara lain: mendapat perlakuan yang tidak senonoh dari orang lain, Kegiatan dan aktivitas yang menjerumus pada Fornografi, Perkataan-perkataan pornografi, perbuatan cabul, dan persetubuhan yang terjadi pada anak-anak tanpa adanya pertanggungjawaban. Selain itu tindakan mendorong dan memaksa anak untuk terlibat pada kegiatan prostitusi.
Melihat juga salah satu contoh konkrit kekerasan seksual yang pernah terjadi pada pondok pesantren di lingkungan Kabupaten Lombok Timur dengan melansir dari Kompas Mataram.
“Badaruddin, kuasa hukum korban dari koalisi Anti Kekerasan Seksual NTB dan ketua Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) NTB, mengatakan bahwa dugaan kekerasan seksual dilakukan sejak 2012, lalu 2016 hingga 2023, dari beberapa informasi yang terhimpun terdapat 41 korban kekerasan seksual”.
Dia juga menjelaskan berdasarkan pengakuan korban, modus tersangka adalah dengan terlebih dahulu menggelar pengajian umum. Lalu, berlanjut pada pengajian Khusus terkait seksualitas.
Namun dalam pengajian tersebut pelaku membahas hubungan intim suami-istri yang harusnya belum waktunya para santri untuk tahu mengenai hal tersebut.
Jika kasus seperti ini tidak segera dihentikan dan dilakukan revolusi terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan pada pondok pesantren terkait, maka akan berpengaruh terhadap rusaknya mindset dan kepercayaan masyarakat dalam upaya meningkatkan nilai dan moral dalam bidang pendidikan terkhusus pada pondok pesantren kedepannya.
Adapun, hal penting yang perlu kita tekankan juga pada kasus kekerasan seksual yang terjadi pada pondok pesantren, Menurut Hj. Umdalena bahwa terminologi pada kasus-kasus tersebut seharusnya menggunakan kata ”ADA” bukan “BANYAK”.
Karena dari banyaknya pondok pesantren, hanya beberapa persen saja yang berkasus dengan kasus tersebut. Sehingga perlu kiranya agar selalu melakukan edukasi dan mitigasi serta sosialisasi terhadap penolakan kasus kekerasan seksual di lingkup keluarga, pondok/ sekolah, dan masyarakat secara umum.
Mitigasi Korban Kekerasan Seksual
Mitigasi merupakan upaya pencegahan atau upaya untuk mengurangi risiko bencana. Jika mitigasi berkaitan dengan kasus kekerasan seksual maka kita bisa memahaminya dengan upaya pencegahan dan penanganan terhadap kekerasan seksual yang melibatkan seluruh elemen baik individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintahan dari sektor nasional bahkan Internasional.
Adapun beberapa langkah mitigasi terhadap kasus kekerasan seksual, Antara lain, pertama, peka terhadap perilaku anak yang tidak sesuai dan mencurigakan. Kedua, tetap memantau penggunaan gadget anak.
Ketiga, mengajak anak berdiskusi tentang topik-topik yang sulit yang apabila membicarakan hal tersebut dengan orang dewasa (misal tentang seks dan perasaan). Keempat, membiasakan membicarakan dan mendiskusikan mengenai jenis sentuhan wajar dan tidak wajar, dan lain sebagainya.
Maka dalam hal ini, keluarga menjadi subjek terpenting dalam upaya mitigasi terhadap korban kekerasan seksual. Dengan senantiasa memberikan semangat dan dorongan untuk selalu berfikir positif dan tidak terdoktrin ataupun terpengaruh oleh pandangan-pandangan negatif sekitar. Agar kasus-kasus kekerasan seksual dapat terhentikan sebagaimana mestinya. []