• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Kisah Di Balik Lantai Dua Puluh Dua

Hatiku tentu saja mencelos. Antara perasaan terkejut, tak percaya dan betapa kita sebagai manusia begitu rapuh sekali

Zahra Amin Zahra Amin
15/03/2024
in Pernak-pernik
0
Lantai Dua Puluh Dua

Lantai Dua Puluh Dua

553
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Satu pekan kemarin, saat berkegiatan di Jakarta aku membuat postingan tentang lantai dua puluh dua di akun media sosial sendiri. Isinya kurang lebih begini;

Mbak Aida Nur Hayati Direktur Rumah Kitab sekaligus Co Founder Afkaruna menyampaikan materi tentang kepenulisan, aku garisbawahi pada kalimat Mbak Aida yang berulang kali ia sampaikan.

“Tak ada jurus jitu untuk menjadi penulis yang baik. Ini hanya soal jam terbang.”

Di lantai dua puluh dua, dari sejumlah dua puluh delapan lantai tempat kami menginap di salah satu sudut Ibu kota ini, aku duduk termenung, sambil memandangi langit Jakarta yang pekat dari balik jendela kamar. Sebab hujan sejak pagi seakan enggan untuk beranjak, seolah ingin lebih lama bermesraan dengan bumi.

Aku memikirkan banyak hal terkait menulis dan sekian hal yang harus diselesaikan dengan segera. Draft tesis yang menunggu dengan setia, begitu kabar wisuda ditunda Juni mendatang, aku jadi ikutan menunda-nunda menyelesaikannya, meski kebiasaan menunda ini tak baik juga. Laporan kerjaan yang dalam hitungan hari sudah masuk deadline, naskah ini dan itu, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan keterampilan menulis.

Baca Juga:

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Isu Perceraian Veve Zulfikar: Seberapa Besar Dampak Memiliki Pasangan NPD?

Ramadan dan Dilema Perempuan

Di sisi lain, jelang Ramadan dan keluhan harga pangan yang terus melonjak juga menjadi sesuatu yang tak mungkin bisa aku abaikan. Memastikan kebutuhan dapur aman selama Ramadan hingga Lebaran tiba. Belum ditambah printilan barang yang serba baru untuk merayakan Idulfitri.

Benar kata Pak Faqih saat kemarin juga bilang bahwa 80 persen belanja orang Indonesia itu ya di Ramadan. Bulan seharusnya kita mengekang atau menahan diri dengan berpuasa, malah sebaliknya. Kita menjadi lebih konsumtif.

Sebagai anak kandung patriarki, kita memang sulit sekali untuk lepas dari stigma perempuan sebagai penyedia pangan, dan berurusan dengan hal-hal domestik. Bukan karena tak percaya pada bapak-bapak untuk menyelesaikannya.

Tapi memang kenyataannya aku sendiri sulit percaya bahwa bapak rumah tangga bisa tandang dan memahami urusan dapur dan printilan barang yang harus serba baru itu.

Aku lupa di tahun berapa ketika meminta tolong pada pak suami untuk minta dibelikan baju saat ia sedang di Bandung, baju untuk anak perempuannya kekecilan, sementara baju untukku kebesaran.

Ada yang Punya Pengalaman atau Cerita yang Sama?

Sejak saat itu, aku kapok minta dibelikan baju sama suami sendiri. Hingga kini, urusan baju anak-anak, si bapak tak pernah tahu ukurannya apa. Sementara bagi se se ibu, kalau kebutuhan anak belum terpenuhi untuk lebaran nanti, rasanya belum tenang. Dan ya, soal ini ternyata aku sendiri belum bisa di mubadalah-kan. Belum bisa meminta pasangan untuk berbagi atau berganti peran.

Jadi di antara keruwetan pikiran-pikiran ini, dari lantai dua puluh dua sambil memandang langit Jakarta yang tersaput mendung gelap, aku berharap sekali semoga kita semua, para ibu dikuatkan imannya. Siap menghadapi godaan belanja selama Ramadan, dan rengekan permintaan anak-anak jelang lebaran. Fokus untuk beribadah, puasa, tadarus, tarawih dan I’tikaf.

Bunuh Diri dari Lantai Dua Puluh Dua

Rupanya postinganku yang hanya sekadar mengungkapkan isi hati di antara sekian prioritas jalan kehidupan, menjadi perhatian dari kakakku setelah melihat berita kasus bunuh diri satu keluarga yang loncat dari apartemen lantai dua puluh dua.

Saat kami bertemu, kakakku memastikan tempatku menginap berbeda dengan lokasi peristiwa tragis di atas. Mengerikan sekaligus memilukan. Mendengar satu keluarga bunuh diri secara bersamaan karena terlilit hutang.

Melansir dari laman berita CNN Indonesia, Polisi menyebut kondisi empat korban yang tewas diduga bunuh diri karena melompat di Apartemen Teluk Intan Tower Topas Penjaringan, Jakarta Utara dalam kondisi tangan saling terikat.

Empat orang yang masih satu keluarga itu tewas diduga bunuh diri dengan cara lompat dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan Tower Topas Penjaringan, Jakarta Utara, pada Sabtu 9 Maret 2024. Di hari itu persis bersamaan dengan waktu ketika aku dan teman-teman Mubadalah.id berkegiatan di Jakarta. Dan secara kebetulan aku mendapat kamar di lantai dua puluh dua.

Kini, kepolisian masih menyelidiki motif di balik aksi bunuh diri satu keluarga tersebut. Termasuk, mendalami bahwa keluarga tersebut sedang dalam kondisi terlilit hutang.

Hatiku tentu saja mencelos. Antara perasaan terkejut, tak percaya dan betapa kita sebagai manusia begitu rapuh sekali. Berhadapan dengan sekian masalah hidup. Ada yang mampu bertahan, tetapi ada yang lebih banyak mengakhiri hidup dengan meregang nyawa sia-sia. Jika sudah begitu, siapa yang salah?

Pentingnya Punya Kesadaran Kesehatan Mental

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan lebih dari 19 juta yang berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Lalu lebih dari 12 juta penduduk di atas usia 15 tahun mengalami depresi.

Sementara itu berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Litbangkes tahun 2016 menunjukkan jika ada 1800 orang yang mengakhiri hidupnya. Atau, setiap hari ada lima orang yang bunuh diri. Data yang membuat hati sedih adalah 47,7 persen korban bunuh diri adalah pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.

Setiap dari kita rentan mengalami depresi, meski dengan kadar yang berbeda. Dukungan dari pasangan serta keluarga menjadi faktor penting apakah kita mampu menghadapi persoalan hidup yang rumit itu. Aku tentu saja pernah mengalaminya, tapi tidak sampai punya keinginan untuk mengakhiri hidup secara sia-sia.

Sejauh ini, belum juga punya keinginan untuk konsultasi dengan orang yang lebih ahli seperti Psikolog atau Psikiater misalkan. Berbekal secuil pengetahuan mengikuti penguatan materi kesehatan mental bersama Direktur Yayasan Pulih Yosephine Dian Indraswari pada Minggu 10 Maret 2024, sebagai persiapan bagi pengisi kegiatan ngaji Jagongan Ramadan Mubadalah 2024, aku mencoba berdialog dengan diri sendiri.

Mbak Dian, panggilan akrab beliau, mengatakan bahwa stress tidak bisa kita hindari, kita menjumpainya setiap hari. Meski demikian kita bisa mengelolanya. Tujuannya untuk meminimalisir dampak buruk stres bagi diri sendiri.

Selanjutnya bagaimana? Yuk kita ikuti saja Jagongan Ramadan Mubadalah 2024 dalam sesi kesehatan mental berbasis kitab “Mashalih Al Abdan wal Anfus” karya Syeikh Abu Zaid Al Balkhi. Semoga kita semua terhindar dari depresi berlebihan hingga memicu keinginan bunuh diri. Naudzubillah min dzalik! []

Tags: Bunuh DiriDepresiKesehatan MentalLantai Dua Puluh DuaStres
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Fikih Ramah Difabel

Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

5 Juni 2025
Batas Aurat Perempuan

Dalil Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

4 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berkurban

    Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Istilah “Kurban Perasaan” Pada Hari Raya Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Khutbah Iduladha: Teladan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail tentang Tauhid dan Pengorbanan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID