Mubadalah.id – Realitas kehidupan adalah beragam, plural. Ini adalah keniscayaan alam ciptaan Tuhan. “Ia tabdila li khalqillah”. Tidak seorang manusia pun dapat mengubahnya. Atas dasar ini, maka tidak seorang pun yang dapat menolak kehadiran keanekaan manusia itu di bumi ini berikut seluruh hal yang melekat pada dirinya masing-masing, termasuk di dalamnya agama, keyakinan, atau kepercayaan.
Nabi juga tidak mampu menjadikan semua keluarganya mengikuti ajarannya, meskipun beliau sangat menginginkan dan terus mengajaknya.
Abu Jahal (Amr bin Hisyam bin al-Mughirah) adalah paman Nabi yang bukan hanya tidak mau beriman kepada ajaran Nabi. Bahkan memusuhi keponakannya itu. Hal itu karena keimanan adalah anugerah Tuhan semata. Mengenai ini Allah mengatakan:
اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
“Muhammad, sungguh kamu tidak dapat memberi petunjuk (hidayah) kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah lah yang memberikannya kepada siapa yang dikehendakiNya”. (QS. al-Qasas, 28: 56).
Tugas Nabi hanyalah menawarkan jalan ke arah kehidupan yang benar dan baik di satu sisi dan memperingatkan jalan yang salah dan buruk.
Fungsi Nabi disebut al-Qur’an sebagai orang yang menawarkan dan mengajak kepada kebahagiaan hidup (mubasysiran) dan memperingatkan akan penderitaan hidup (nadziran).
Nabi tidak diberi hak oleh Tuhan untuk memaksa orang untuk mengikuti keyakinan dan jalan hidupnya (lasta ‘alaihim bi musaithir). Menjadi muslim atau tidak adalah hak prerogatif Allah.
Rahmat Bagi Semesta
Oleh karena itu, adalah hak setiap orang untuk menerima atau menolak ajakan keselamatan dan kegembiraan yang Nabi tawarkan. Tuhanlah yang akan menentukan tempatnya masing-masing di akhirat kelak, bahagia atau sengsara. Islam, Nabi sebutkan sebagai Rahmat bagi semesta.
Islam sejak awal diturunkan Tuhan untuk menjadi rahmat bagi semesta (QS. al-Anbiya, 21: 107). Nabi juga menyatakan, bahwa, “Sungguh, aku diutus hanya untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur” (Muwatta Imam Malik, no. 1643).
Doktrin kerahmatan universal (rahmatan li al-‘alamin) meniscayakan sikap penghargaan terhadap keragaman realitas dan penerimaan terhadap pandangan orang lain (liyan).
Kerahmatan Islam menolak dengan tegas setiap sikap dan pandangan manusia yang menafikan dan menghilangkan hak hidup dan pilihan-pilihan manusia hanya karena ketidaksamaan latar belakang sosial, budaya, politik, agama, keyakinan, bahasa dan lain-lain.
Islam rahmatan li al-‘alamin, juga menolak setiap pandangan yang penuh prasangka buruk dan setiap cara yang berusaha membunuh karakter atau bahkan melenyapkan hak hidup setiap manusia.
Nabi menyatakan: , “Aku tidak diutus Tuhan untuk menjadi pengutuk. Melainkan Aku diutus untuk memberi kasih sayang” (Sahih Muslim, no. 6778). []