Mubadalah.id – Setiap kali ada kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak muda, seperti yang terjadi dalam Film Vina, yang kini sedang ramai menjadi pembicaraan di lini media sosial, komentar paling banyak yang aku tangkap dari netizen adalah, bagaimana orang tua dan keluarga mendidik anak-anak itu. Para pelaku yang telah sangat sadis menganiaya hingga mengakibatkan hilang nyawa.
Dalam pemberitaan lain, terkait pergaulan beresiko yang banyak kita jumpai pada anak-anak, selalu pertanyaan yang muncul juga sama, bagaimana peran orang tua dan keluarga merespon hal tersebut, seakan mewujudkan keluarga ideal yang baik-baik saja menjadi harga mati.
Atau setiap kali ada persoalan yang kita anggap sebagai penyakit sosial langsung kita kaitkan dengan kondisi keluarga di mana anak itu lahir dan tumbuh besar. Negara, melalui beragam instrumen kebijakannya mendorong konsep keluarga ideal melalui keluarga sakinah.
Namun pernahkah kita perhatikan, ketika Al-Qur’an bicara tentang keluarga, sebagian besar kisahnya itu bagi kita tidak termasuk standar keluarga ideal. Melansir dari konten di Tik Tok @fitriankadir, mari kita lihat beberapa contoh keluarga yang Al-Qur’an sebutkan.
Kisah Ragam Keluarga dalam Al-Qur’an
Nabi Nuh dan Nabi Luth punya isu terkait istri mereka.
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing).” (QS. At Tahrim 10).
Nabi Ibrahim ketika berstatus sebagai anak, harus berhadapan dengan ayahnya yang membuat patung.
“Duhai ayahku tercinta! Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga engkau menjadi teman bagi setan (45). Dia (ayahnya) berkata: “apakah engkau benci kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama (46). Dia (Nabi Ibrahim As.) berkata: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan untukmu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Allah Swt sangat baik kepadaku (47)”. (QS. Maryam : 45-47).
Setelah menjadi ayah, Nabi Ibrahim terpaksa meninggalkan keluarganya di padang tandus.
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekillah mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim:37).
Nabi Yaqub memiliki 12 anak. Namun yang 10 ingin membunuh saudaranya. Nabi Yusuf tumbuh besar dengan derita dan terpisah jauh dari keluarga.
“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat 11 bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku.” Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu, Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebagian dari takbir mimpi-mimpi dan disempurakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya. (Yaitu) ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada, padahal kita adalah golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan yang nyata.” (QS. Yusuf: 4-8)
Nabi Zakaria baru beroleh anak di usia yang sangat renta; setelah istri beliau menerima vonis mandul.
“Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (QS. Maryam ayat 4-6)
Nabi Musa ketika lahir, terpaksa dilarung di Sungai. Berpisah dengan sang bayi, remuk-redam hati Ibu Musa.
“Letakkanlah ia (Nabi Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Firaun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.” (QS. Thaha: 39)
Keluarga Imran memiliki anak, namun sang ayah sudah meninggal ketika putrinya lahir. Istri Imran berharap mendapatkan keturunan laki-laki, tapi terlahir perempuan.
“(Ingatlah), ketika istri ‘Imran berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau (Allah) anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Ali Imran: 35).
Nabi Isa lahir tanpa ayah. Sang Ibu Maryam mendapatkan fitnah dan derita yang tak terperikan.
“Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.” (QS Maryam: 27)
Asiyah binti Muzahim yang Allah janjikan rumah untuknya di surga, adalah istri dari laki-laki terburuk sepanjang sejarah, yakni Fir’aun.
“Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (QS. At-Tahrim: 11)
Para istri dan Nabi kita yang mulia, Nabi Muhammad Saw, sebagian besarnya tidak memiliki anak sama sekali.
Standar Keluarga Ideal Dari Mana?
Sekarang kita berkaca. Hari ini punya standar keluarga ideal dari sinteron, dan drama. Atau dari citra di sosial media. Di mana para selebriti mem-branding diri sebagai dream couple, dengan semua pernak-pernik kehidupan pribadi mereka yang indah. Meski kadang endingnya ada pula yang akhirnya memilih berpisah, mengalami keretakan rumah tangga, perselingkuhan dan perceraian.
Maka kita-kita ini yang kadang hanya bisa menonton tanpa filter, tanpa sadar membuat standar keluarga ideal sendiri yang pastinya itu bukan keluarga kita. Yang hidup berkecukupan, bahkan berlebihan. Rona muka bahagia, makan bersama, bepergian bersama seluruh anggota keluarga hingga ke tempat negeri-negeri yang jauh.
Al-Qur’an tidak banyak bicara tentang keluarga ideal standar kita itu. Justru Al-Qur’an bicara realitas keluarga. Meski demikian, semua tokoh di atas adalah orang-orang yang sangat mulia, sampai-sampai kisah mereka Allah sendiri yang mengabadikannya, dan akan terus kita pelajari hingga hari Kiamat nanti.
Al-Qur’an tidak menceritakan pada kita keluarga ideal dengan standar kita. Kenapa? Karena keluarga kita itu sudah ideal. Tidak usah membanding-bandingkan. Cukup berikan yang terbaik untuk keluarga kita saat ini.
Sebagaimana yang Dr Fahrudin Faiz sampaikan dalam konten Ngaji Filsafat, agar kita menerima dan mencintai orang-orang yang ditakdirkan menjadi bagian dari hidup kita, di hari ini, dan saat ini. Orang tua, saudara, pasangan, suami atau istri dan anak-anak. Cintai, dan kasihi mereka dengan sepenuh hati. []