Mubadalah.id – Kepemimpinan ulama perempuan di pondok pesantren memegang teguh nilai-nilai luhur untuk dijadikan acuan dalam bersikap, bertindak, dan mengelola pesantren. Nilai-nilai luhur tersebut menjadi keyakinan yang menyatu dalam diri. Apabila nilai-nilai yang tercermin dalam sikap bertentangan atau menyimpang, animo masyarakat menurun dan penilaian terhadap pesantren menjadi buruk.
Pendekatan ulama perempuan Denanyar Jombang dalam mengelola pesantren memakai pendekatan situasional. Hal ini tampak dalam interaksi dengan anggota pengurus yayasannya. Lalu pengelola antar unit asrama, mengajarkan kitab, memberikan nasihat, pemecahan masalah atau problem solving, dan di sini ulama perempuan bisa menjadi ibu figur di pesantren tersebut.
Ulama perempuan dalam kepemimpinannya, memiliki perilaku yang melatar belakanginya. Dengan memiliki ragam pertimbangan seperti iklim organisasi, sifat tugas, tekanan waktu, sikap anggota, serta faktor lingkungan organisasi. Empat faktor yang melatar belakangi seorang ulama perempuan dalam memimpin adalah keluarganya, baik langsung maupun tidak, serta dirinya selaku dzurriyah dari pendiri pesantren tersebut.
Kedua, adalah faktor latar belakang pendidikannya memengaruhi pola pikir, pola sikap dan tingkah lakunya. Ketiga, adalah pengalamannya dalam berorganisasi mempengaruhi dalam mengambil keputusan dan bertindak. Keempat, adalah lingkungan sekitar juga memengaruhi arah kebijakannya dalam memerankan dan menentukan gaya kepemimpinannya.
Karakteristik Kepemimpinan Ulama Perempuan Denanyar
Terkait hubungan perilaku ulama perempuan tidak terlepas dari sifat-sifat yang dimiliki pemimpin. Perilaku dan sifat tersebut tidak dapat terpisahkan. Maka untuk mengamati perilaku kepemimpinan ulama perempuan sama dengan mengkaji sifat-sifat dan karakteristiknya.
Kepemimpinan di pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang masih kental akan figurehead, di mana kegiatan ulama perempuan dapat menjadi representasi lembaganya. Baik di dalam maupun kegiatan di luar. Semisal para anggota pengurus Yayasan Sebagian besar adalah anggota organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama, di mana para Ibu Nyai aktif di kegiatan Fatayat maupun Muslimat.
Para Ibu Nyai memiliki masing-masing asrama atau unit dalam kelembagaan Pendidikan Islam di bawah naungan Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang. Beberapa Ibu Nyai juga memiliki majelis taklim bersama masyarakat sekitar, para bu Nyai selalu memiliki jiwa sosial tinggi yang sering kali membuat kegiatan social semisal unit asramanya mengadakan bakti sosial.
Beberapa dzurriyah juga aktif dalam organisasi politik Islam, tidak hanya di partai Kebangkitan Bangsa, namun ada juga yang menduduki kursi DPRD dari partai PPP dan Demokrat.
Peran Ulama Perempuan sebagai Penghubung
Para ulama perempuan di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar memberikan motivasi dan pengarahan yang bersifat internal di unit-unit asrama untuk mengembangkan dan mengendalikan pondok pesantren. Kepemimpinannya mulai dari level bawah di masing-masing unit asrama.
Pemberian pengarahan dan motivasi ini ada yang terjadwal juga insidental. Dilakukan secara tatap muka dan informal, baik secara personal misal dengan para pengurus, maupun kolektif yang melibatkan seluruh anggota unit asrama.
Para ulama perempuan juga sebagai penghubung atau Liaison. Yakni terkait interaksi dengan pihak luar pondok pesantren untuk mendapatkan akses maupun informasi tertentu. Misalnya para ulama perempuan menangani problem solving Pendidikan dengan para wali santri. Selain itu juga mengurai persoalan kemasyarakatan, menyelesaikan problem social keagamaan, dan memberikan keseimbangan politik pendidikan. Kemudian memberikan solusi politis pada partai Islam, dan tetap bersifat low profile.
Kegiatan para ulama perempuan bersifat monitoring, di mana selalu mengumpulkan informasi dari dalam dan luar pondok pesantren untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik dalam internal pondok. Misalnya pertemuan rutin pengurus yayasan dengan pengasuh masing-masing asrama unit. Pertemuan berkala dengan alumni, serta organisasi santri.
Ulama Perempuan sebagai Problem Solver
Para ulama perempuan senantiasa update informasi tentang keadaan luar melalui media massa. Contohnya keadaan para dzurriyah yang memiliki kiprah di luar pesantren, kegiatan ilmiah karena mayoritas para bu Nyai atau ulama perempuan ini juga menjadi dosen atau ASN di Lembaga sekitar pesantren. Kegiatan sosial politik termasuk kunjungan ke tokoh-tokoh formal maupun informal.
Seperti beberapa waktu lalu peneliti juga ikut acara kunjungan pak Muhaimain Iskandar dalam perhelatan anjangsana ke beberapa kiai di Tulungagung, bapak Halim Iskandar yang berkunjung ke Blitar Atau pertemuan para Ibu Nyai se-Jawa Timur di Pondok Pesantren Queen Alfalah Ploso Kediri.
Kegiatan para ulama perempuan selanjutnya adalah menjadi dessiminator. Yaitu melakukan transmisi informasi dalam internal pondok pesantren. Misalnya melalui majalah dinding pondok, pertemuan resmi baik forum-forum rapat pengasuh, pengurus dan ustadz.
Pertemuan resmi melalui forum organisasi santri, lalu pertemuan resmi dengan para wali santri. Pertemuan resmi melalui pertemuan alumni pesantren, dan ertemuan tidak resmi. Selain itu juga pengajaran yang rutin terjadwal termasuk jadwal pengajian kitab kuning di masing-masing unit asrama.
Kepemimpinan yang tidak Mengedepankan Ego
Peneliti mewawancara Ning Azzah yang menjadi pengasuh Pondok Tahfidz yaitu unit asrama Sunan Bonang, Ning Azzah menyampaikan bahwa selama ini meski anggapan seorang pemimpin itu perempuan dan teliti maka akan berjalan lambat dalam pengambilan keputusan, namun itu sangat jarang terjadi. Hanya pada kondisi tertentu. selebihnya ya sat set dalam memusyawarahkan sebuah kebijakan.
Ning Azzah menambahkan, bahwa kalau pemimpinnya ibu tidak akan mengedepankan ego, begitu selama ini beliau mengamatinya. Ibu dengan jiwa femininnya yang masih dominan, beragam pertimbangan dijadikan pedoman, semisal dampak positif dan negatif atas keputusan tersebut. Pertimbangan yang harus dimusyawarahkan terlihat dari kacamata siapa dan apa. Madharat manfaatnya bagaimana.
Peneliti meminta izin untuk observasi di ruang pengurus Yayasan, di mana mendapatkan banyak arsip dan dokumentasi. Baik berupa arsip surat menyurat terkait mobilitas ketua Yayasan dan pengurus Yayasan, dokumentasi foto-foto kegiatan dan bertemu dengan beberapa pengurus Yayasan yang sedang musyawarah di ruang ketua Yayasan. Pak Sulton Sulaiman menyampaikan bahwa:
“Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi yang termanifestasikan dalam perilaku-perilaku dan interaksi antar pimpinan dan tim dalam konteks tertentu. Faktor situasional dan kontekstual menjadi pertimbangan. sehingga para kepemimpinan ulama perempuan bergantung pada kultur di mana dirinya beroperasional.”
Sebagaimana yang pengasuh unit asrama pesantren Albishri alami, di mana awalnya tinggal di Kediri bersama suami, saat ayah mertuanya wafat, maka suaminya harus meneruskan tongkat estafet kepemimpinan sebagai pengasuh di unit asrama tersebut. Maka boyonglah dan saat ini menjadi pengasuh di unit asrama Albisri. []