Mubadalah.id – Sejak awal, seorang pekerja atau buruh harus mengetahui upah yang akan diterima. Jika upah tidak jelas, maka kontrak perburuhan seperti ini bisa dianggap bukan kontrak. Karena kontrak meniscayakan adanya kejelasan upah, jam kerja, dan sebagainya.
Kejelasan upah ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya persengketaan antara buruh dan majikan. Pada saat yang sama, kontrak juga akan memudahkan buruh untuk melakukan penuntutan jika suatu waktu terjadi pelanggaran hak yang merugikan dirinya, misalnya PHK secara sewenang-wenang.
Oleh karena itu, pencantuman upah dalam kontrak menjadi sangat penting. Hadist berikut turut memperkuat pandangan ini:
“Dari Abi Sa’id al-Khudriy, bahwa Nabi SAW pernah melarang seseorang untuk mempekerjakan orang lain. Sehingga ia menjelaskan upah yang akan majikan berikan kepada yang bersangkutan.” (HR. Imam Ahmad)
Hak-hak lain yang harus seorang buruh peroleh adalah hak atas kesehatan, hak memperoleh kesempatan untuk beristirahat dan cuti, dan hak untuk mendapatkan promosi ke pekerjaan yang lebih baik.
Hak-hak ini kita perlukan sebagai bentuk perlakuan yang manusiawi terhadap buruh. Tentu saja ada hak-hak lain yang bisa ia peroleh untuk menjamin keleluasaan seorang buruh sebagai manusia yang bermartabat dan terhormat, seperti hak untuk beribadah dan memperoleh informasi.
Hak-hak ini para buruh perlukan agar mereka tidak majikan perlakukan secara semena-mena, tidak ia pekerjakan secara tidak manusiawi dan di luar kemampuannya. Ini penting kita tegaskan, karena buruh bukanlah para budak yang bisa sesuka kaum majikan perlukan.
Buruh bukan pula alat produksi yang terus-menerus bisa majikan pakai tanpa istirahat dan melampai jam kerja.
Dengan demikian, hak-hak di atas harus terpenuhi oleh majikan atau perusahaan agar buruh bisa bekerja secara produktif dan maksimal. Pemenuhan hak-hak dasar juga sebagai imbalan yang memang harus seorang buruh terima.
Bekerja adalah kehormatan. Mempekerjakan orang dan memberikan upah adalah upaya untuk melestarikan kehormatan tersebut. []