• Login
  • Register
Senin, 9 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Bekerja untuk Ibadah

Saya sering menjumpai tentang superioritas laki-laki yang acap kali pupus, jiwa dan tubuh mereka meredup, tatkala pasangan hidupnya meninggal dunia

Ahsan Jamet Hamidi Ahsan Jamet Hamidi
08/07/2024
in Film, Rekomendasi
0
Bekerja untuk Ibadah

Bekerja untuk Ibadah

833
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

”Cinta dan pekerjaan adalah landasan kemanusiaan kita” – Sigmund Freud

Mubadalah.id – Penggalan kalimat Sigmund Freud itu selalu membisiki telinga Ben Whittaker (Robert DeNiro), pria pensiunan berusia 70 tahun yang sedang berada pada puncak kesepian. Rasa itu terus mengusiknya setelah Molly, istri tercintanya meninggal dunia 3,5 tahun lalu. Ben dan Molly telah hidup bersama selama kurang lebih 42 tahun. Pernikahan yang terrajut di usia muda, 19 dan 20 itu terasa berlalu begitu cepat setelah Molly wafat.

”Tidak ada yang berubah dari Molly sejak usia 19 tahun hingga tutup usia. Dia selalu membuat segalanya menjadi mudah, meski kami melaluinya dengan penuh kesulitan”. Kenang Ben saat mengisahkan sosok Molly  kepada Jules Ostin (Anna Hathaway), seorang bos di perusahaan tempat Ben bekerja.

Sepeninggalan Molly, Ben berusaha keras mengusir kesepian batinnya, semua begitu terasa hampa. Ia pergi keliling kota di berbagai Negara, hingga rutin mengunjungi anak dan cucunya yang hidup terpisah di kota lain. Namun usaha itu tetap tidak mampu menggantikan sosok Molly dalam hidupnya.

Sebagai laki-laki, Ben membiasakan diri hidup dengan disiplin dan mandiri. Ia terbiasa menyiapkan sarapan dan kopi untuk istri. Mengatur letak dasi, celana, baju, kaos, jam tangan di tempatnya. Tata letak semua barang-barang di rumah tertata dengan rapi adalah Ben sendiri. Namun kehilangan Molly berarti hilangnya separuh jiwa, batinnya terasa begitu hampa.

Baca Juga:

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Lowongan Program Magang

Usai berbelanja rutin, ia menemukan iklan tertempel di tembok. Isinya tentang lowongan program magang untuk warga senior di sebuah perusahaan online shop bernama ”About the Fit”. Dia bergegas melamar dan diterima. Perusahaan di bidang Majalah Fashion itu pengelolanya adalah Jules Ostin. Ia seorang perempuan muda, modis, cantik.

Jules pekerja keras, ulet dan sedikit tidur karena kesibukannya. Ia pun memutuskkan untuk tidak banyak bergaul dengan bayak orang. Jujur mengakui dirinnya sebagai pribadi yang selfish, tidak berbasa basi, dan sulit menerima pendapat orang lain.

Jules mengemukakan semua sifat pribadinya itu kepada Ben. Ia mengabaikan kehadiran sosok Ben yang dianggap terlalu tua, seumuran ibunya. Sebagai pegawai magang, pasti tidak akan banyak berguna.

Layaknya karakter sebuah prasangka yang selalu mendahului fakta, kehadiran Ben awalnya ia abaikan. Tapi kehidupan bisa berubah kapan saja. Ben akhirnya menjadi orang yang sangat berguna bagi perjalanan hidup Jules. Ia tidak hanya menjadi sopir pribadi, mengantar putrinnya sekolah, ikut pesta ulang tahun.

Pengalaman hidup Ben bisa menjadi sosok ”ayah”, sekaligus teman dekat yang mampu menjadi pemandu hidup bagi karir dan rumah tangga Jules. Experience Never Gets Old, itu telah menemukan pembuktiannya.

Film The Intern

Di balik sukses besar, karir cemerlang, perusahaan yang berkembang pesat, keuntungan berlipat ganda, Jules terbentur tembok keras di depannya. Tiba-tiba suami Matt (Anders Holms) yang sangat ia cintai berselingkuh dengan ibu teman putrinya di sekolah.

Jules merasa hidupnya gagal total, hatinya hancur penuh luka, semua menjadi sia-sia. Ia menangis keras karena kelak tidak mau mati sendirian, terkubur tanpa kehadiran anak dan suami yang sedih menangisinya. Dalam puncak keputus-asaan itulah Ben hadir sebagai ayah, sebagai teman diskusi yang sangat bijaksana. Ben hanya mendengar, sesekali bergurau;  ”tenang Jules, kamu bisa berbaring di samping kuburanku dan Molly kelak”. Keduanya bisa tertawa lega.

Kisah di atas adalah penggalan cerita dalam The Intern. Film drama komedi Amerika yang rilis tahun 2015. Film keren ini diborong penggarapanya oleh Nancy Meyers. Perempuan kelahiran 1949 ini sukses menulis, memproduksi, dan menyutradarai The Intern dan banyak film komersial lainnya.

Film yang dibintangi oleh Robert De Niro, Anne Hathaway, dan Rene Russo ini sudah tiga kali saya tonton. Selalu ada kesan inspiratif baru setiap menontonnya. Soal kualitas keaktoran, saya tidak pernah ragu dengan gaya akting Mbah Rober De Niro dan Neng Anne Hathaway. Keduanya selalu tampil segar, penuh pesona dan totalitas prima.

Kerja untuk Ibadah

Saya sering menjumpai fakta tentang superioritas dan heroisme laki-laki yang acap kali pupus, jiwa dan tubuh mereka mendadak lunglai tak berdaya, tatkala pasangan hidupnya meninggal dunia. Persis seperti yang Ben alami. Namun ia bisa kembali bangkit untuk menemukan aktivitas agar hidupnya tetap bisa bermanfaat untuk orang lain. Pilihan yang keren dan mewakili aspirasi banyak laki-laki lain.

Salah satu nilai luhur agama adalah mengajarkan kepada para penganutnya, bahwa bekerja adalah ibadah. Pada irisan tertentu, Ben telah mempraktikkannya. Ia telah memberi tauladan baik kepada puluhan karyawan lain di perusahaan itu. Yakni tentang sebuah nilai dan prinsip kerja yang tidak akan pernah lapuk termakan oleh waktu.

Sebuah tatanan nilai yang tidak bisa tergantikan oleh teknologi canggih yang terus berkembang saat ini. Apa itu? Disiplin kerja, tepat waktu, jujur, amanah, penuh tanggung jawab dengan semua tugas yang diberikan kepadanya.

Suatu ketika, Jules meminta Ben untuk menemaninya pergi ke luar kota. Di sebuah hotel mewah tempat mereka menginap, Jules mengajak Ben masuk ke kamarnya untuk berbincang. Awalnya Ben hendak duduk di kursi, tapi Jules memintanya untuk di kasur yang sama. Ben memilih berbaring di sudut ranjangnya sambil menikmati cemilan. Jules yang berpiyama putih duduk di sebelahnya, ia terus menangis sedih menceritakan kisah suaminya yang sedang selingkuh sejak 18 hari lalu.

Ben hanya menatap Jules dengan iba, membuka telinga lebar-lebar, mendengarkan keluh kesah dengan penuh takzim. Dia tidak membuka mulut, kecuali saat diminta menjawab pertanyaan. Usai lega bercerita, Jules membaringkan tubuhnya di atas bantal empuk sambil menonton babak drama tentang cinta di layar televisi.

Kantuk menyerangnya hingga tertidur dengan pulas. Ben perlahan dan hati-hati meninggalkannya menuju kamarnya. Ben telah berhasil memerankan sosok laki-laki gentle yang berpegang teguh pada nilai kesantunan yang ia anut. []

Tags: Bekerja untuk IbadahFilm The InternintegritasnilaiRelasi
Ahsan Jamet Hamidi

Ahsan Jamet Hamidi

Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Ciputat Timur, Tangerang Selatan

Terkait Posts

Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Resident Playbook

Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

4 Juni 2025
Pesan Mubadalah

Pesan Mubadalah dari Keluarga Ibrahim As

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bagaimana Sikap Masyarakat Jika Terjadi KDRT?
  • Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan
  • Kursi Lipat dan Martabat Disabilitas
  • Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah
  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID