Mubadalah.id – Anjuran untuk berusaha, berniaga dan bekerja banyak sekali ditemukan dalam berbagai ayat al-Qur’an dan teks hadits Nabi Muhammad Saw.
Lebih dari lima puluh tempat dalam al-Qur’an, keimanan selalu dikaitkan dengan amal shalih yang secara literal berarti kerja-kerja positif. Amal shaleh yang vertikal berarti ibadah-ibadah ritual kepada Allah SWT.
Sementara amal shaleh yang horizontal adalah ibadah-ibadah sosial, politik dan ekonomi untuk kepentingan penguatan diri, kemandirian dan keadilan masyarakat.
Dalam berbagai kesempatan al-Qur’an seringkali menggunakan kata-kata bisnis dalam menyampaikan gagasan-gagasannya, seperti tijarah (perniagaan), syira (penjualan), bai’ (pembelian), mizan (timbangan) dan kata-kata lain.
Setidaknya, ini menunjukkan betapa al-Qur’an sangat dekat dengan dunia bisnis. Di samping memberikan apresiasi tersendiri terhadap mereka yang bergelut dalam dunia bisnis untuk kemandirian dan kesejahteraan.
Anjuran bekerja dan berniaga dalam Islam, adalah untuk kecukupan dan ketahanan diri, keluarga, dan bangsa. Karena itu, di samping anjuran itu menuju individu-individu untuk bekerja. Juga menyasar pada negara agar menerapkan kebijakan-kebijakan yang membuka lapangan kerja lebih banyak bagi rakyatnya.
Dalam beberapa anjuran ibadah rukun Islam, juga secara tidak langsung merupakan anjuran untuk melakukan aktivitas untuk kecukupan diri dan memperoleh kelebihan. Seperti anjuran zakat dan ibadah haji, yang tidak mungkin tertunaikan tanpa ada kerja keras dan kelebihan dari hasil usaha yang manusia lakukan.
Anjuran-anjuran ini tentu tidak saja mengarah kepada laki-laki. Tetapi juga kepada perempuan. Karena keduanya adalah manusia yang setara, yang memperoleh hak dan kewajiban yang sama di hadapan Allah SWT.
Salah satu tujuan orang bekerja adalah kepemilikan atas harta hasil dari usaha kerja kerasnya. Karena itu, ketika usaha menjadi hak perempuan seperti juga hak laki-laki. Maka kepemilikan juga menjadi hak independen perempuan sepenuhnya.
Ketika masyarakat Jahiliah pra Islam memiliki kebiasaan untuk mewarisi harta perempuan yang ditinggal mati suaminya, bahkan mewarisi tubuhnya, Islam datang untuk membatalkan kebiasaan keji tersebut. []