Mubadalah.id – Keragaman adalah hal yang lumrah sebagai anugerah Tuhan. Begitu pula perbedaan dalam keluarga. Pasangan suami-istri adalah dua orang yang lahir, tumbuh, dan berkembang dari keluarga dan lingkungan yang berbeda. Masing-masing memiliki kebiasaan, cara pandang, perilaku dan perangai yang berbeda-beda. Perbedaan dapat disikapi dengan sikap saling mengenali satu sama lain secara lebih baik. Bagaimana cara mengelola perbedaan?
Buku terbitan Kemenag RI, Fondasi Keluarga Sakinah Bacaan Mandiri Calon Pengantin (2017) menyebutkan, respon terhadap perbedaan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu perbedaan yang 1) membutuhkan pemahaman; 2) membutuhkan dialog untuk lebih mendalami dan mengerti; dan 3) membutuhkan perubahan sikap.
Perbedaan yang ‘membutuhkan pemahaman’ misalnya adalah perbedaan hobi, makanan favorit, gaya berpakaian, tempat untuk liburan, selera musik, film, dan lainnya. Perbedaan tersebut membutuhkan kesabaran semua pihak untuk memahami latar belakang pasangan dan seleranya sehingga bisa mengikuti obrolan maupun kebiasaan yang sebelumnya dilakukan.
Perbedaan yang ‘membutuhkan dialog’ misalnya adalah perbedaan budaya. Perbedaan ini perlu didialogkan agar pasangan mengerti makna yang diinginkan dari budaya yang dianut. Sedangkan perbedaan yang ‘memerlukan perubahan sikap’ adalah perbedaan yang dirasakan tidak sesuai dengan norma sosial atau sikap/perilaku yang dirasa mengganggu.
Misalnya, seorang suami yang memiliki kebiasaan tidak memberi kabar kepada pasangan, tidak berbagi cerita kesulitan-kesulitannya dan berbagi cerita kepada orang lain.
Perbedaan lain yang muncul adalah perbedaan bahasa kasih. Setiap orang memiliki cara yang berbeda untuk menunjukkan rasa cintanya, dan karena itu dia mengharapkan hal yang sama dari pasangannya. Ada orang yang merasa dicintai bila banyak waktu berkualitas yang dihabiskan bersama. Ada juga yang merasa cinta ditandai dengan ungkapan kasih sayang secara verbal.
Orang lainnya merasa dicintai dengan sentuhan fisik sederhana (bukan hubungan intim), seperti dipeluk misalnya. Bahasa kasih yang berbeda membutuhkan kesadaran pasangan suami istri untuk saling mengenali dan memenuhi sesuai kebutuhan masing-masing.
Pola komunikasi yang terbuka dan asertif juga menjadi kata kunci mengelola perbedaan. Karena bagaimana pun, keterampilan berkomunikasi berpengaruh besar terhadap dinamika hubungan dalam perkawinan. Apalagi dalam kondisi konflik. Pasangan suami istri perlu belajar membangun komunikasi yang matang (menang-menang).
Komunikasi menang-menang adalah komunikasi yang dilakukan dengan jalan diskusi dua arah sehingga keputusan yang dihasilkan bisa menguntungkan kedua belah pihak, baik suami atau istri, atas kesepakatan bersama.[]