Mubadalah.id – Dalam al-Qur’an, pelecehan seksual tidak semata-mata berarti menggoda, berkata jorok, berbuat tidak senonoh, atau melakukan perkosaan terhadap perempuan. Lebih dari itu pelecehan seksual juga berarti pelanggaran terhadap nilai-nilai seksualitas yang luhur.
Adanya unsur keji dan buruk dalam suatu perbuatan telah menjadi alasan mengapa perzinaan dan perselingkuhan termasuk pelecehan seksual.
Karena cara pandang al-Qur’an terhadap seksualitas memasukkan unsur moral dan tidak semata-mata bertumpu pada perasaan individu yang bersangkutan. Maka zina dan perselingkuhan yang dilakukan atas dasar suka sama suka pun termasuk dalam kategori pelecehan seksual.
Dengan kata lain, kalaulah perempuan atau laki-laki yang melakukan zina atau berselingkuh tidak merasa dilecehkan atau melecehkan. Maka Tuhan justru memandang hal itu merupakan pelecehan terhadap anugerahNya yang indah pada manusia, yakni kesucian seks dan kesucian perkawinan.
Karena sakralitas seks itulah, segala perbuatan yang mengarah kepada zina. Apalagi zina itu sendiri perbuatan terlarang. Dalam surat al-Isra’ Allah berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا (الإسراء، 32)
Artinya:“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al- Isra ayat 32)
Sebagaimana telah disinggung, ayat ini berisi larangan terhadap zina dan apa saja yang mengarah pada zina, sehingga pengertian yang dicakup oleh ayat tidaklah sebatas coitus saja.
Ungkapan Larangan Zina
Ungkapan yang berbunyi “ولا تقربوا الزنى“ (janganlah kamu mendekati zina) mempunyai arti tidak boleh melakukan apa saja yang biasanya menjadi pendahuluan atau bisa mengarah kepada zina seperti memandang lawan jenis dengan penuh syahwat, berduaan di tempat sepi, meraba, mengelus, menggerayangi, mencium, kencan dengan pasangan selingkuh, dan sebagainya. Banyak hadits Nabi yang menjelaskan haramnya “pendahuluan” zina tersebut.
Di antara tujuan syari’at Islam (maqashid as-syari’ah) adalah memelihara kehormatan dan harga diri manusia (hifdz al-‘irdh) dan memelihara kesucian keturunan dan hak reproduksi (hifdz al-nasl).
Haramnya zina dan semua perilaku yang dalam terminologi modern kita sebut sebagai pelecehan seksual tidak terlepas dari kedua tujuan ini. Untuk menjamin terwujudnya tujuan syari’at Islam itu, perlu keterlibatan laki-laki dan perempuan sekaligus.
Oleh karena itu, sangat logis dan adil bahwa larangan berzina dan mendekati zina ditujukan kepada laki-laki dan perempuan sekaligus.
Hal ini sangat berbeda dengan kecenderungan sebagian orang yang membatasi perempuan secara berlebihan dan memberikan kebebasan kepada laki-laki secara berlebihan pula dan kecenderungan untuk lebih menekankan sanksi sosial terhadap perempuan. []