Mubadalah.id – Dalam perkembangannya, hijab menjadi sebuah konsep pemisahan perempuan dan laki-laki di ruang publik yang berlaku secara umum, tidak hanya kepada keluarga Nabi.
Ruang perempuan dan laki-laki dipisah, mulai oleh kain tirai pembatas, kayu, dan material yang bisa dibongkar pasang, hingga tembok permanen.
Kalangan ultra konservatif memaknai hijab sebagai pemisah laki-laki dan perempuan secara berlebihan, sehingga hijab menjadi institusi pemasung perempuan, seperti Taliban saat berkuasa.
Perempuan dilarang terlihat dan terdengar suaranya oleh laki-laki di ruang publik. Berlakulah larangan perempuan bekerja di luar rumah, perempuan menjadi penyiar radio dan televisi, perempuan mengajar murid laki-laki, dan sebagainya.
Di Indonesia, hijab sebagai pemisah ruang juga berlaku di masjid, di pesantren, di sebagian madrasah dan sekolah, dan pertemuan-pertemuan tertentu. Meski demikian penerapan konsep hijab di Indonesia tidaklah kaku.
Belakangan, demi keamanan dan kenyamanan perempuan, kereta api juga menyediakan kereta khusus perempuan. Ini juga bentuk penerapan hijab, meskipun hanya di gerbong paling depan dan belakang.
Melihat realitas yang ada, penerapan institusi hijab di Indonesia lebih untuk melindungi perempuan dari tindakan tidak patut laki-laki, melindungi laki-laki dan perempuan agar tidak saling pandang dan berbaur tanpa sekat, serta demi kekhusyukan beribadah dan belajar.
Hijab di Indonesia sama sekali tidak menjadi simbol pemasungan perempuan. Hijab di sarana publik seperti transportasi massal kini. Bahkan menjadi kebutuhan seiring dengan makin banyaknya pelecehan seksual.
Uniknya, masyarakat Indonesia sebagian besar tidak menyadari bahwa praktik pemisahan ruang adalah penerapan hijab. []