• Login
  • Register
Minggu, 20 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Tidak Menakutkan, Ternyata Kita juga Butuh Kecemasan

Batasan yang harus kita terapkan adalah dengan membedakan antara kecemasan yang berasal dari  prasangka dan yang berasal dari prediksi

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
31/01/2025
in Buku
0
Kecemasan

Kecemasan

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Rasanya pasti sangat terganggu jika kita memiliki beberapa perasaan negatif, seperti anxiety, rasa cemas dan beberapa perasaan negatif lainnya. Namun ternyata, ada sebuah penelitian yang menunjukkan jika ternyata kita juga membutuhkan yang namanya kecemasan.

Hidup memang tak selamanya berjalan mulus. Dalam melewatinya kita terkadang di hadapkan dengan berbagai kenyataan yang tidak saja membuat semangat kita terpacu deras, namun kadang kala kita juga merasakan kecemasan dan kekeringan akan motivasi hidup secara drastis.

Lantas, wajar gak sih jika kita mengalami kecemasan?.

Kecemasan adalah Sebuah Alarm

Jika kita pernah merasakan kecemasan, sebenarnya itu adalah hal yang wajar dan normal. Dalam buku “What’s So Wrong About Your Self Healing” karya Ardhi Mohamad, ia malah menjelaskan jika kecemasan adalah salah satu mekanisme pertahanan hidup manusia.

Kecemasan menjadi salah satu emosi penting yang juga harus ada dalam diri setiap manusia. Bayangkan saja jika kita tidak memiliki kecemasan. Saat masuk ke tempat berbahaya kita tidak siap dan waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, tiba-tiba bertemu dengan binatang buas atau yang lain. Tanpa adanya rasa kecemasan sebelum kita melangkah, pada akhirnya kita akan membahayakan diri kita sendiri.

Baca Juga:

Love Bombing: Bentuk Nyata Ketimpangan dalam Sebuah Hubungan

Ketika Disiplin Menyelamatkan Impian

Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

Contoh lain dan lebih simpel, saat kita belum menyelesaikan tugas yang diberikan dosen. Kecemasan membantu kita untuk bergerak dan mulai mengerjakan serta menyelesaikan tugas yang menjadi kewajiban kita. Hal demikian mendorong kita untuk maju. Berbeda jika kita tidak merasa cemas dan hanya santai-santai saja.

Kecemasan yang Tidak Lagi Normal

Meskipun kita juga membutuhkan kecemasan, namun kita juga perlu memberikan batasan terhadap rasa cemas itu sendiri. Jangan sampai kita memberikan porsi kecemasan lebih dalam diri kita, sehingga hal tersebut nantinya akan menjadi penghalang bagi kita untuk terus maju.

Batasan yang harus kita terapkan adalah dengan membedakan antara kecemasan yang berasal dari  prasangka dan yang berasal dari prediksi. Apa perbedaannya?

Perbedaannya, jika prasangka, ia hanya berasal dari pola pikir yang salah. Misalnya kita seringkali merancang skenario yang belum tentu terjadi dalam diri kita tanpa adanya fakta dan data yang akurat. Sedangkan prediksi, kita membuatnya dengan berdasarkan fakta dan data yang ada untuk membuat asumsi akan hasil yang kita terima.

Misalnya saat kita menanyakan sesuatu kepada teman, guru atau atasan kita, kemudian pesan kita tidak mendapatkan balasan atau hanya di-read saja. Kita lantas berprasangka jika ada yang salah dengan pesan yang kita kirim, entah bahasa kita yang menyinggung atau kurang sopan.

Kita lantas memikirkan sesuatunya secara berlebihan yang pada akhirnya membuat kita pusing sendiri. Faktanya, orang yang kita kirimi pesan sedang sibuk, belum sempat membalas atau memang belum tau akan memberikan jawaban apa.

What Can We Do?

Kesalahan dalam mengontrol perasaan cemas bisa berdampak negatif pada diri kita. Hal tersebut akan sangat mengganggu pikiran dan bahkan menjadi kendala dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, kita harus tau apa yang bisa kita lakukan untuk mengontrol itu. So, what can we do?

Petama, sadari bahwa kita punya pilihan. Terkadang kita bisa saja salah dalam memilih langkah, namun ingatlah bahwa kita selalu punya pilihan, meskipun hal itu belum terpikirkan sekarang. Hidup kita tidak langsung hancur meskipun kita gagal, selalu ada pilihan untuk menentukan langkah selanjutnya.

Kedua, sebagai manusia, kita memanglah tidak sempurna. Kita sering mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan Tuhan, ataupun melibatkan Tuhan namun hanya memberi porsi yang sedikit. Padahal kita adalah makhluk yang tidak sempurna yang butuh kuasa Tuhan.

Ketiga, memaafkan diri sendiri. Berhenti menyalahkan diri sendiri dan mulai fokus pada kelebihan yang kita miliki. Keempat, berusaha menjadi bermanfaat untuk orang lain. Kelima, memiliki tujuan hidup yang jelas. Terakhir, jika kecemasan yang mengarah ke hal negatif muncul, maka jangan langsung diikuti. []

Tags: jiwaKecemasanKesehatan MentalmanusiaSelf Love
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Ronggeng Dukuh Paruk

Kisah Ronggeng Dukuh Paruk dan Potret Politik Tubuh Perempuan

14 Juli 2025
Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

4 Juli 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Novel Cantik itu Luka

Novel Cantik itu Luka; Luka yang Diwariskan dan Doa yang Tak Sempat Dibisikkan

27 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Karakter Anak yang

    Pentingnya Membentuk Karakter Anak Sejak Dini: IQ, EQ, dan SQ

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yuk Dukung Anak Miliki Cita-cita Tinggi!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membentuk Karakter Anak Lewat Lingkungan Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menguatkan Peran Ibu Nyai Pesantren dengan Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dr. Faqih: Ma’had Aly Kebon Jambu akan Menuju Pusat Fiqh Al-Usrah Dunia
  • Nyai Awanillah Amva: Wisuda Bukan Akhir, Tapi Awal Kiprah Mahasantri di Tengah Masyarakat
  • Nikah atau Mapan Dulu? Menimbang Realita, Harapan, dan Tekanan Sosial
  • Menguatkan Peran Ibu Nyai Pesantren dengan Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan
  • Membentuk Karakter Anak Lewat Lingkungan Sosial

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID