Selasa, 2 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

    Fahmina yang

    Fahmina Luncurkan Buku “Bergerak untuk Peradaban Berkeadilan” di Harlah ke-25

    25 Tahun Fahmina

    Fahmina Akan Gelar Peringatan 25 Tahun, Ini Rangkaian Acaranya

    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kerusakan Alam

    Bergerak Bersama Selamatkan Bumi dari Kerusakan Alam

    Omah Petroek

    Belajar Keteguhan dari Bambu: Perempuan, Pengetahuan, dan Ekologi di Omah Petroek

    Kekerasan Perempuan

    Al-Qur’an: Membela Perempuan dan Menolak Kekerasan

    Silabus Lingkungan

    Silabus Lingkungan untuk Pejabat dan Pemilik Modal, Mengapa Ini Penting?

    EKonomi Istri

    Kemandirian Ekonomi Istri: Hak yang Dijamin Al-Qur’an

    Citizen Journalism

    Mengenal Citizen Journalism dan Prinsip Inklusi di dalamnya

    Harta Perempuan

    Ketika Perempuan Meluruskan Pemahaman Umar bin Khattab tentang Hak Harta

    Penghayat Sapta Darma

    Iman (Re)resik: Refleksi TAB VI dan Semangat Penghayat Sapta Darma

    Perjodohan

    Ibnu Al-Qayyim Menolak Perjodohan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Transisi Energi

    Gerakan 16 HAKTP: Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan Menguatkan Transisi Energi Berkeadilan

    Fahmina

    Marzuki Rais: Fahmina Tumbuh dari Kontrakan, Kuat di Pendidikan, Meluas Lewat Jejaring Asia

    Fahmina

    Marzuki Rais Beberkan Tantangan Advokasi dan Misi Keberagaman Fahmina

    Inklusif

    Peringati Seperempat Abad, Fahmina Kuatkan Gerakan Pendidikan Inklusif

    Demokrasi

    Kelas Diskusi Islam & Demokrasi Fahmina Soroti Rapuhnya Demokrasi dan Pengalaman Diskriminasi Kelompok Minoritas

    Kekerasan Seksual

    Kelas Diskusi Islam dan Gender Fahmina Ungkap Masalah Laten Kekerasan Seksual dan Perkawinan Anak

    Fahmina yang

    Fahmina Luncurkan Buku “Bergerak untuk Peradaban Berkeadilan” di Harlah ke-25

    25 Tahun Fahmina

    Fahmina Akan Gelar Peringatan 25 Tahun, Ini Rangkaian Acaranya

    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kerusakan Alam

    Bergerak Bersama Selamatkan Bumi dari Kerusakan Alam

    Omah Petroek

    Belajar Keteguhan dari Bambu: Perempuan, Pengetahuan, dan Ekologi di Omah Petroek

    Kekerasan Perempuan

    Al-Qur’an: Membela Perempuan dan Menolak Kekerasan

    Silabus Lingkungan

    Silabus Lingkungan untuk Pejabat dan Pemilik Modal, Mengapa Ini Penting?

    EKonomi Istri

    Kemandirian Ekonomi Istri: Hak yang Dijamin Al-Qur’an

    Citizen Journalism

    Mengenal Citizen Journalism dan Prinsip Inklusi di dalamnya

    Harta Perempuan

    Ketika Perempuan Meluruskan Pemahaman Umar bin Khattab tentang Hak Harta

    Penghayat Sapta Darma

    Iman (Re)resik: Refleksi TAB VI dan Semangat Penghayat Sapta Darma

    Perjodohan

    Ibnu Al-Qayyim Menolak Perjodohan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Mungkinkah Kita Melahirkan Kompilasi Hukum Islam Baru?

Kebutuhan untuk melahirkan Kompilasi Hukum Islam Baru (KHI Baru) ini, telah menjadi keniscayaan atas perubahan sosial-ekonomi yang ada.

Muhammad Asyrofudin Muhammad Asyrofudin
2 Desember 2025
in Buku
0
Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam

8
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Judul Buku: Fiqh Indonesia: Kompilasi Hukum Islam.

Penulis: Marzuki Wahid

Penerbit: Nuansa Cendekia, Bandung

Tahun Terbit: 2014 (Cetakan I). ISBN: 979-24-5794-1

Mubadalah.id – Sejak 1 Juni 1991 Pengadilan Agama (PA) di Indonesia telah memiliki kompasnya tersendiri. Instruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Meskipun ia bersifat fakultatif—telah memberikan pengaruh yang besar atas keselaraasan putusan pengadilan di wilayah Pengadilan Agama.

Perjalanan lahirnya KHI ini, memang terinsiasi oleh motif-motif yang cenderung yuridis daripada politis-ideologis, apalagi motif murni keagamaan. Artinya, pembentukan KHI di samping terdorong untuk menjadi landasan hukum yang kuat, ia juga didorong untuk melahirkan keputusan hukum yang seragam dalam wilayah Peradilan Agama. Karena pada masa sebelumnya, hukum Islam hanya berdasarkan pada kitab-kitab fikih dengan beragam penafsirannya. Di mana ini telah menyulitkan hakim di wilayah Pengadilan Agama untuk memutuskan sebuah perkara yang dinilai adil.

Sehingga, secara fungsional, KHI telah mewujudkan kesatuan dan kepastian hukum bagi umat Islam di Indonesia. Terutama dalam persoalan waris, perkawinan, dan perwakafan. Namun, jika kita telisik lebih jauh dari sisi sejarahnya, kita akan diantarkan pada pertanyaan mendasar pada relevansi KHI pada saat ini.

Meninjau Proses Pembentukan KHI

Secara teori sejarah pembentukan hukum (legal history), proses pembentukan hukum tidak pernah terlepas dari dua karakternya. Yakni karakter yang ortodoks dan responsif. Sebuah hukum dapat kita katakan ortodoks, ketika ia terbentuk dengan dominasi kuat institusi negara dan mengabaikan partisipasi publik. Begitu juga sebaliknya. Jika pembentukan hukum melibatkan peran besar lembaga peradilan dan kelompok sosial lainnya, maka ia tergolong hukum yang responsif (hlm, 156).

Jika kita menengok sejarah dalam pembentukan KHI, ia merupakan produk hukum yang lahir dari dinamika politik hukum Indonesia pada masa Orde Baru. Fakta yang terjadi dalam pembentukan KHI, telah didominasi oleh institusi negara yang berupa MA sebagai lembaga yudikatif negara dan Depag RI sebagai lembaga ekskekutifnya.

Dominasi tersebut, telak berakibat pada terpinggirkannya kelompok-kelompok sosial umat Islam. Contoh konkritnya, dari sebanyak 16 personil dalam proses pembentukan KHI, hanya ada 1 personil yang terlibat sebagai perwakilan dari MUI (suatu lembaga yang merepresentasikan Islam di Indonesia). Yaitu Kiai Ibrohim Hosein.

Apakah KHI Masih Relevan?

Realitas pembentukan yang sedemikian adanya, jika kita kaitkan dengan teori strategi pembentukan hukum (legal History). Maka akan terlihat bahwa karakter pembentukan hukum dalam KHI cenderung ke arah yang ortodoks, meskipun tidak sepenuhnya. Karena, meskipun pembentukan hukumnya didominasi oleh institusi negara, ia masih melibatkan peran masyarakat. Meskipun dengan ruang yang relatif kecil (marginal).

Maka, pendapat Marzuki Wahid dalam bukunya, Fiqh Indonesia: Kompilasi Hukum Islam dan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam dalam Bingkai Politik Hukum Indonesia (2014), memberikan karakter semi-responsif pada karakter hukum KHI. Ini adalah istilah yang paling santun untuk sebuah proses yang secara—tradisi pengambilan keputusan hukum Islam—relatif terbilang cacat.

Dari karakter yang kurang rersponsif inilah, mempertanyakan KHI pada saat ini adalah menjadi keharusan cendekiawan Islam hari ini. Karena bagaimanapun, mengutip dari Husein Muhammad, dalam pengantarnya di dalam Fiqh Perempuan (2021), aspek menghadirkan mashlahat dan menghilangkan mafsadat adalah tolak ukur intelektual muslim terdahulu dalam mengambil sebuah keputusan hukum.

Dengan demikian, pertanyaan mendasarnya: apakah pasal-pasal yang terpatri di dalam KHI masih rerlevan pada saat ini, di sini? Terlebih lagi, dalam pasal waris KHI yang masih merujuk pada formula 2:1. Sebagaimana rumusan-rumusan yang terdapat di dalam kitab-kitab fikih klasik.

Meninjau Kembali Pasal Waris KHI

Persoalan Pasal KHI yang hari ini patut kita pertanyakan kembali. Salah satunya ialah ketentuan waris yang masih cenderung merujuk pada keputusan kitab fikih klasik. Di mana pembagiannya masih menggunakan formula 2:1. Yakni porsi waris laki-laki terbilang lebih besar daripada perempuan, karena faktor fungsionalnya: tanggung jawab laki-laki lebih besar daripada perempuan pada masa fikih klasik dilahirkan.

Kiranya, alasan fungsional itulah yang terbilang mashlahat dalam porsi pembagian waris di antara laki-laki dan perempuan pada masa awal-awal Islam. Jika kita sepakat, hal demikian yang mendasari logika hukumnya, maka perubahan sosial hari ini, di mana jutaan perempuan di Indonesia terlibat dalam tanggung jawab ekonomi keluarga. Bahkan tidak jarang yang menjadi tulang punggung keluarga, telah melahirkan pertanyaan baru. Masihkah ketentuan pasal waris KHI tersebut mashlahat atas perubahan sosial yang terjadi?

Sayangnya, ketentuan pasal KHI terkait persoalan waris yang sudah ada, merupakan ketentuan hukum yang lahir dari pergulatan politik di masa Orde Baru. Tujuannya lebih cenderung mengarah pada kepastian dan ketertiban hukum semata. Yakni untuk meminimalisasi konflik sosial di dalam tubuh masyarakat—yang dengan minimnya konflik, harapan besarnya adalah produksi pembangunan akan semakin maksimal (hlm, 178).

Keadilan Substantif

Dengan begitu, ketentuan pasal waris dalam KHI masih kurang mencerminkan keadilan substantif dari segi pembentukannya sekaligus penerapannya di atas realitas yang sudah berubah. Sehingga, bukan suatu hal yang tidak mungkin bagi intelektual muslim masa kini. Yakni untuk mengkaji ulang pasal waris dalam KHI dengan kacamata yang lebih jernih terhadap realitas yang nyata,. Selain itu harus benar-benar menghadirkan pasal waris dalam KHI yang lebih responsif dalam menjawab persoalan pelik umat muslim.

KHI hari ini, memang telah berhasil menciptakan kepastian dan keselarasan hukum di wilayah Pengadilan Agama, tetapi kini pengujian materiil KHI dalam dimensi keadilannya, perlu kita kaji kembali dengan menatap realitas nyata hari ini.

Kebutuhan untuk melahirkan Kompilasi Hukum Islam Baru (KHI Baru) ini, telah menjadi keniscayaan atas perubahan sosial-ekonomi yang ada. Dengan kata lain, KHI Baru harus kita ciptakan melalui proses yang responsif dan partisipatif. Yakni untuk memastikan bahwa mashlahat umum dan keadilan substantif menjadi tujuan utamanya. Hanya dengan ini, hukum Islam di Indonesia dapat menjadi adil dan relevan pada masa kini, dan di sini: di Indonesia. []

 

 

Tags: Fiqh IndonesiaHukum WarisKeadilan SubstantifKompilasi Hukum IslamPengadilan agama
Muhammad Asyrofudin

Muhammad Asyrofudin

Mahasiswa universitas Islam negeri Raden Mas Said Surakarta, santri PP Al Musthofa ngeboran sekaligus alumni pondok pesantren Dar Al-Tauhid Arjawinangun-Cirebon.

Terkait Posts

Perkawinan Beda Agama
Publik

Perkawinan Beda Agama: Gugatan Baru, Masalah Lama

28 November 2025
Anak di Luar Perkawinan
Keluarga

Benarkah Anak di Luar Perkawinan Berhak Mendapat Nafkah?

29 Agustus 2025
Hukum Waris
Hikmah

Hukum Waris dan Wakaf dalam KHI

14 Maret 2025
Perempuan Hamil
Publik

Tanggung Jawab Moril: Apakah Negara Perlu Campur Tangan terhadap Perempuan Hamil?

14 Agustus 2024
Hukum Islam bagi Muslim di Indonesia
Publik

Personalita Keislaman: Hukum Islam bagi Muslim di Indonesia

23 Februari 2024
Pencatatan Perkawinan
Publik

Tantangan Pencatatan Perkawinan sebagai Kriteria Keabsahan

26 Januari 2024
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Privasi Anak

    Berhenti Sejenak Sebelum Mengunggah: Privasi Anak di Era Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Iman (Re)resik: Refleksi TAB VI dan Semangat Penghayat Sapta Darma

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ibnu Al-Qayyim Menolak Perjodohan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Perempuan Meluruskan Pemahaman Umar bin Khattab tentang Hak Harta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Silabus Lingkungan untuk Pejabat dan Pemilik Modal, Mengapa Ini Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mungkinkah Kita Melahirkan Kompilasi Hukum Islam Baru?
  • Bergerak Bersama Selamatkan Bumi dari Kerusakan Alam
  • Belajar Keteguhan dari Bambu: Perempuan, Pengetahuan, dan Ekologi di Omah Petroek
  • Al-Qur’an: Membela Perempuan dan Menolak Kekerasan
  • Silabus Lingkungan untuk Pejabat dan Pemilik Modal, Mengapa Ini Penting?

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID