• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Pesan untuk Ibu dari Chimamanda

Inilah delapan pesan untuk ibu, para calon ibu dan orang tua dari Chimamanda, agar anak-anak yang terlahir kemudian mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama, baik terlahir sebagai lelaki dan perempuan, ia adalah setara.

Nur Kholilah Mannan Nur Kholilah Mannan
30/12/2020
in Kolom, Personal
1
Pesan untuk Ibu

Pesan untuk Ibu

201
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pesan-pesan untuk ibu ini ditulis oleh Chimamanda Ngozi Adichie, perempuan feminis yang tidak ingin menyebut dirinya feminis. Lahir di Nigeria, tempat –yang ketika itu- para perempuan masih belum dianggap manusia utuh. Pesan ini untuk sahabatnya yang telah menjadi ibu dan sesungguhnya wasiat untuk semua calon orang tua.

Sebelumnya saya ingin bercerita singkat tentang orientasi Chimamanda dalam memberi pesan untuk ibu tersebut. Di Nigeria saat itu perempuan masuk hotel atau pusat perbelanjaan ternama akan ditanya KTP dan “Pekerjaanmu apa?”

Sebab seorang perempuan tidak mampu menghasilkan uang dan pastinya tidak bisa chek-in hotel atau berbelanja seorang diri –tanpa lelaki. Dan Chimamanda pernah sebelum masuk hotel berjalan berdua dengan seorang lelaki yang ia tak tahu siapa, hanya agar tidak ditanya saat masuk pintu hotel.

Lain lagi dengan teman wanitanya yang lajang, ia pergi ke suatu konferensi memakai cincin kawin karena ingin rekan-rekannya menaruh rasa hormat padanya. Menyedihkan sekali, perempuan lajang di usia tertentu secara otomatis menjadi standar untuk tidak dihargai sementara lelaki tidak diperlakukan seperti itu.

Ini salah siapa? Budaya. Siapa yang mengkonstruknya? Manusia. Ya, manusia yang membentuk budaya bukan budaya yang membentuk manusia. Di dalam buku A Feminist Manifesto diceritakan secara gamblang sejarah buram perempuan di Nigeria dan beberapa Negara misoginis lainnya. Maka, Chimamanda merasa penting untuk menuliskan pesan untuk ibu.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Pesan-pesan untuk ibu itu begini bunyinya:

Pertama, jadilah manusia seutuhnya. Jika menjadi ibu, cintailah pekerjaan itu. Di masa keibuan nanti andai ingin bekerja di luar rumah mintalah bantuan pada suami atau siapapun yang bisa membantu. Ingat mengasuh anak bukan dominasi ibu melainkan kedua orang tua. Oleh karenanya pesan untuk ibu yang kedua adalah;

Kedua, lakukan semuanya bersama. Ayah dan ibu adalah kata kerja yang artinya bekerja bersama dalam rumah tangga sesuai fungsi biologis masing-masing.

Ayah harus melakukan semuanya kecuali melahirkan dan menyusui. Ibu pun begitu melakukan semua yang bisa dilakukan, jangan mengurangi pekerjaan yang bisa dilakukan seorang ayah dengan memasak, menyapu, membersihkan rumah, padahal ibu sudah melakukan hal yang tidak bisa dilakukannya –melahirkan dan menyusui. Lagi-lagi ini adalah hasil budaya yang memosisikan istri sebagai pembantu suami padalah suami jarang membantu istri.

Ketiga, ajari anak-anak bahwa gender tidak memiliki peran apapun dalam pekerjaan. Tidak hubungannya sama sekali, seperti nasehat banyak orang pada anak perempuannya “Kalau menyapu membungkuklah layaknya perempuan” seakan menyapu dan membersihkan rumah adalah mutlak milik perempuan. Sepertinya anak lelaki tidak diajari begitu, alih-alih menyuruhnya menyapu rumah, ia dibiarkan tidur pagi hanya karena dia ‘laki-laki’.

Bahkan di desa saya hampir semua ibu mengharapkan anak perempuan agar bisa bantu-bantu membersihkan rumah sejak kecil karena kalau laki-laki tidak bisa diharapkan membantu. Bahkan jika besar anak lanang akan dibiayai sekolah setinggi-tingginya sementara wedok tidak.

Keempat, hindari apa yang disebut Feminisme Lite. Ini melenakan karena merendahkan perempuan secara samar, contohnya seperti analogi lelaki itu kepala dan perempuan adalah leher, lelaki sejak lahir unggul untuk melindungi perempuan, aurat perempuan harus ditutup dan pandangannya ditundukkan untuk melindungi syahwat lelaki.

Ini tamsil yang keliru, lelaki dan perempuan seluruhnya sama kecuali dalam hal yang bersifat biologis karena itu bersifat given/pemberian dari Tuhan, seperti melahirkan, menyusui. Sementara yang lainnya sama, bekerja untuk kebaikan dan mencegah kemungkaran, keduanya sama-sama menundukkan pandangan jika dikhawatirkan timbul syahwat, bukan salah satunya. Perempuan tidak terlahir sebagai aib sebagaimana laki-laki tidak terlahir sempurna.

Kelima, ajari anak untuk membaca, dan cara paling ampuh mengajari itu adalah dengan melihat orang tua membaca, dengan itu anak akan paham bahwa membaca adalah hal penting. Pramoedya juga berpesan demikian “Membacalah karena kita tak lagi purba.”

Keenam, ajari anak bahasa untuk mengungkapkan keinginannya dengan bebas, tentu dengan adab seorang anak pada orang tuanya. Hindari memanggilnya “tuan putri” yang diasumsikan ia sebagai perempuan yang menunggu seorang raja menjemputnya. Itu juga akan berdampak bahwa bertemu jodoh (pernikahan) adalah hal yang dicita-citakan hingga jika sudah dewasa ia akan keburu menikah.

Ketuju, jangan mengatakan pada anak bahwa menikah adalah pencapaian. Menikah dianjurkan bagi yang membutuhkan dan sudah mampu, jika tidak maka menikah memiliki hukum yang berbeda. Dan sepertinya yang memiliki tekanan untuk menikah adalah perempuan tidak pada laki-laki. Lelaki memiliki waktu yang lebih luas untuk melajang sementara perempuan tidak.

Kedelapan, ajari anak menolak untuk ‘disukai’. Sebab manusia dilahirkan untuk bebas, menyukai dan tidak menyukai dan seberusaha apapun pasti ada yang suka dan tidak suka. Kesembilan, ajari anak tentang fungsi reproduksi, bahwa ia tidak hanya seks dan itu bukanlah aib maka jelaskan dengan sejelas-jelasnya. Kesepuluh, ajari ia tentang perbedaan, bahwa perbedaan adalah hal biasa dan niscaya.

Inilah delapan pesan untuk ibu, para calon ibu dan orang tua dari Chimamanda, agar anak-anak yang terlahir kemudian mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama, baik terlahir sebagai lelaki dan perempuan, ia adalah setara. []

Tags: ChimamandafeminismeIbukeluargaorang tuaperempuan
Nur Kholilah Mannan

Nur Kholilah Mannan

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version