• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Domestikasi Peran Perempuan Melalui Sekolah Ibu

Ria Qamariyah Ria Qamariyah
09/12/2022
in Kolom
0
Domestikasi Peran Perempuan Melalui Sekolah Ibu
477
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Saat ini sedang ramai dibincang soal Sekolah Ibu. Berdasarkan beberapa pemberitaan sekolah model ini mulai diinisiasi oleh istri Walikota Bogor saat ini. Sekolah ini dimaksudkan untuk menekan angka perceraian yang belakangan marak terjadi di Jawa Barat khsusunya. Sekolah Ibu diyakini akan memberikan pengetahuan kepada para ibu soal upaya-upaya mempertahankan keluarga.

Dalam salah satu berita di portal online diketahui bahwa 18 materi dalam modul di Sekolah Ibu di antaranya membahas soal urgensi ketahanan keluarga, konsep dasar perkawinan dan fungsi keluarga, kesehatan reproduksi, mengenal otak dan kepribadian manusia dan menggali potensi diri.

Selanjutnya, para ibu akan diberikan materi mengenai rumah sehat, manajemen keuangan keluarga, komunikasi efektif suami istri, pertolongan pertama pada keluarga, peningkatan kesehatan keluarga, dan manajemen konflik dan stres.

Terakhir, peserta akan diberikan materi mengenai nilai dan pola asuh serta komunikasi dengan anak, komunikasi pada remaja, pembagian peran dalam keluarga, etika berpakaian, lima kunci keamanan pangan hingga keluarga cinta tanah air.

Sesuai namanya sekolah ini memang menyasar para ibu, seolah ibu yang harus memperbaiki dirinya. Bahwa ketahanan keluarga adalah tanggung jawab ibu, bahwa perceraian terjadi karena ibu yang tidak mumpuni untuk tidak mengatakan ‘tidak becus’.

Baca Juga:

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

Padahal jika dirunut kembali perkawinan adalah adalah ikatan komitmen antara laki-laki dan perempuan dimana satu dan lainnya mempunyai kesalingan yang sama. Saling menghormati, saling mendengar, saling menyayangi, saling mendukung, saling berkompromi, dan saling bernegosiasi, tanpa kekerasan pastinya.

“Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)

Salah satu pernyataan yang keren menurut saya diungkapkan oleh ulama perempuan Cirebon, Nyai Awanillah yang akrab dengan sebutan Yu Awa, Pengasuh Pesantren Kebon Jambu mengatakan bahwa “jika ingin istrimu seperti Siti Khadijah maka Muhammadkanlah dirimu terlebih dahulu.” Pernyataan ini mengandung makna bahwa tidak hanya istri yang harus menjadi baik agar keluarga menjadi baik tetapi hal yang sama juga harus dilakukan suami.

Kembali pada wacana Sekolah Ibu. Untuk menekan angka perceraian dan memperkuat ketahanan keluarga seperti mengamini bahwa perempuan-lah yang paling bertanggung jawah atas perceraian yang terjadi. Sebagaiamana perempuan yang paling bertanggung jawab jika ketahanan keluarga rapuh, anak terlibat narkoba atau tawuran, misalnya.

Hal ini lebih jauh dapat menyasar perempuan yang memilih berkarir di sektor publik. Semakin ‘bersalahlah’ mereka karena meninggalkan rumah. Padahal memilih di rumah atau berkarir di luar rumah adalah otonomi perempuan. Untuk itulah negosiasi dan kompromi penting dilakukan. Selayaknya lelaki yang memilih di rumah mengurus rumah tangga karena satu dan lain hal.

Seharusnya tidak ada stigma atas kedua hal tersebut jika semua pilihan dilakukan dengan sadar dan tidak ada paksaan.

Sekolah Ibu seperti mengembalikan perempuan ke ranah domestik atau meneguhkan anggapan di masyarakat yang patriarkhal bahwa urusan domestik adalah urusan perempuan. Pemaksaan domestikasi peran perempuan seperti membuat langkah mundur bagi perjuangan kesetaraan bahwa perempuan bebas berperan di ruang publik ataupun ruang domestik sebagaimana laki-laki. Padahal perjuangan kesetaraan saat ini saja masih jauh dan akan menjadi semakin jauh dari cita-cita kesetaraan gender yang diperjuangkan.[]

Tags: keluargalelakiperempuanrumah tanggasakinahsekolahsekolah ibuYu Awa
Ria Qamariyah

Ria Qamariyah

Terkait Posts

Pacaran

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

30 Juni 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Pisangan Ciputat

Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

30 Juni 2025
Kesetaraan Disabilitas

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID