Mubadalah.id – Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Wilayah Jawa Barat telah berhasil mendorong terbitnya Surat Edaran Pencegahan Perkawinan Anak. Sejak November 2018 hingga Januari 2019 sudah 7 desa yang mengeluarkan Surat Edaran.
Tujuh desa tersebut adalah Desa Gelarmandala dan Krasak di Kabupaten Indramayu. Kemudian Desa Warungkiara di Kabupaten Sukabumi. Lalu Desa Banjarsari dan Cipagalo di Kabupaten Bandung. Dan dua terakhir, Desa Gembongan Mekar dan Kalimukti di Kabupaten Cirebon.
Hal itu terungkap dari obrolan singkat Mubaadalahnews dengan Sekretaris Wilayah KPI Jawa Barat Darwinih, belum lama ini. Dia mengaku bangga atas capaian yang sudah dilakukan kawan-kawan Koalisi Perempuan, baik di tingkat Cabang maupun Balai Perempuan.
“Saya berharap langkah yang sama juga bisa diupayakan oleh desa-desa lain di Jawa Barat, karena ini bagian dari komitmen terhadap perlindungan dan pemberdayaan perempuan di desa,” terang Darwinih.
Lebih lanjut, perempuan kelahiran Indramayu ini mengatakan, KPI tidak bisa bekerja sendirian untuk melakukan pencegahan perkawinan anak, terutama di Provinsi Jawa Barat. Karena pencegahan perkawinan anak adalah isu bersama yang harus didukung semua jaringan.
Pencegahan pernikahan anak juga bukan hanya tugas perempuan semata. Sebab menyelamatkan generasi masa depan itu lebih penting dan menjadi tanggung jawab semua orang.
Menurutnya, ada beberapa sebab maraknya perkawinan anak di Jawa Barat. Salah satu yang paling sering ditemukan adalah kekhawatiran orang tuabila anak berzina akibat pergaulan bebas.
“Untuk mengantisipasi, maka banyak orang tua memilih menikahkan anak-anak mereka di usia anak. Padahal menikah bukan satu-satunya solusi, masih ada banyak hal yang bisa dilakukan anak, seperti mengisinya dengan kegiatan positif dan lebih produktif,” kata perempuan yang akrab disapa Winy tersebut.
Sedangkan faktor lainnya, kata Winy, adalah masalah ekonomi. Dia mengungkapkan, banyak kasus perkawinan anak di Kabupaten Indramayu karena didorong persoalan ekonomi. Orang tua beranggapan bahwa bila anak mereka dapat dinikahkan dengan keluarga yang mempunyai status ekonomi lebih baik, maka perkawinan itu akan mengangkat derajat keluarga.
Dengan mendorong kebijakan di tingkat desa bisa menjadi langkah strategis untuk melindungi anak-anak dari perkawinan. Karena korban perkawinan tidak hanya merugikan anak perempuan saja, tetapi juga anak laki-laki. Di mana dalam usia yang masih belia dipaksa untuk menjadi dewasa sebelum waktunya, sehingga rentan menjadi pelaku KDRT di dalam keluarga.
Selain sebagai langkah kebijakan di tingkat desa untuk mencegah terjadinya perkawinan anak, dengan adanya surat edaran itu, Winy berharap program pendidikan dasar wajib belajar 12 tahun juga akan ikut tercapai. Sehingga tidak akan ada lagi anak-anak yang putus sekolah akibat perkawinan yang terlalu dini.
Karena menurut Winy, dengan tingkat pendidikan yang semakin baik, juga akan menambah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang diukur dari harapan hidup, pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat.
“SDM warga desa juga akan semakin berkualitas, siap bersaing kapan pun waktunya dan di manapun tempatnya.”, pungkas Winy. (ZAH)