Mubadalah.id – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Pimpinan Komisariat KOPRI Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Bogor menyelenggaraan Seminar Gender Perspektif Mubadalah di Kampus B UNUSIA Pondok Udik, Hambulu, Bogor, Jawa Barat (Jabar), Minggu, 16 Juni 2019. Dengan acara ini, semoga kami dapat membumikan mubadalah dalam nafas pergerakan mahasiswa.
Kegiatan dengan mengangkat tema “Mengaktualisasikan Wacana Gender dan Membangun Relasi Perspektif Mubaadalah” tersebut dinarasumberi oleh Content Creator Mubaadalah News Nurul Bahrul Ulum, dan Ketua PKC KOPRI Jabar, Apriyanti Marwah.
Dalam kegiatan tersebut, Apriyanti Marwah membahas persoalan yang terjadi berkaitan dengan isu-isu ketidakadilan gender, dalam organisasi pergerakan mahasiswa secara khusus dan realita yang terjadi di masyarakat pada umumnya.
“Dalam organisasi tidak jarang posisi perempuan menjadi sosok yang dimarjinalkan. Ketika perempuan bersinar, kesan reaksioner pun terlontarkan padanya,” kata Apriyanti Marwah.
Ia menyatakan, seharusnya organisasi itu dibangun dengan koalisi militan, tetapi nyatanya menjadi pembeda antara laki-laki dan perempuan.
“Sekarang sudah saatnya saling menopang untuk memediasi persoalan yang terjadi di masyarakat, agar mengembalikan makna inti eksistensi mahasiswa pergerakan,” tegasnya.
Ia pun berharap kegiatan ini dapat terciptanya kesadaran kritis dan sensitifitas keadilan relasi laki-laki dan perempuan pada nafas mahasiswa. Dengan melakukan kerja sama sportif dan kesalingan, baik di ranah publik maupun domestik, dengan didasari hakikat kesederajatan sebagai manusia.
“Laki-laki dan perempuan sudah seharusnya saling mengisi, membangun, dan menopang satu sama lain, dalam proses mengakses cita-citanya sebagai manusia yang bermutu secara sosial maupun spiritual,” tuturnya.
Sementara itu, Nurul Bahrul Ulum mengupas secara sistematis dan komprehensif berkaitan dengan sebab-sebab persoalan ketidakadilan gender, dengan membangun solusi melalui inspirasi keadilan relasi ala Mubaadalah.
“Apakah laki-laki dan perempuan berbeda? Apa perbedaan mereka? Perempuan dan laki-laki berbeda atau dibeda-bedakan?”,” tanya Nurul kepada para peserta.
Selain itu, Nurul menyampaikan, terkait proses metode interpretasi teks-teks agama versi Mubaadalah bekerja. Hal itu agar upaya pengkajian terhadap Alquran dapat dimaknai ulang dengan bertumpu pada premis-premis dasar Mubadaalah, yang memiliki inspirasi keadilan dan kemashlahatan.
Lebih lanjut lagi, keberadaan Mubaadalah, baik sebagai perspektif, nilai maupun metode, bukanlah wacana yang megubah patriarki menjadi matriarki.
Namun, kata dia, sebagai gerakan dengan prinsip-prinsip kesalingan (resiprokal) yang sudah sejak lama diwariskan oleh Rasulullah Saw dalam rangka mencapai esensi kemashlahatan relasi .
Menurut Nurul, dalam konteks gerakan mahasiswa yang memperjuangkan nilai keadilan dan kesetaraan gender. Mubaadalah menjadi kekuatan ideologis untuk mengikis sistem patriarki.
Karena, lanjutnya, jika patriarki menciptakan dominasi dan hegemoni laki-laki atas perempuan, maka Mubaadalah membangun relasi yang partnership, kerja sama sportif, dan kesalingan.
Agama pun turun untuk keduanya. Karenanya, dalam proses kerja-kerja interpretasi, sudah selayaknya kebaikan dan nilai-nilai keadilan harus ditunjukkan pada keduaya.
“Melalui pembumian Mubaadalah ini. Kita niscaya mulai menyadari, bahwa kehidupan ini milik laki-laki dan perempuan, karena itu manfaatnya harus menghembus pada keduanya,” tutupnya.
Untuk diketahui, seminar ini dihadiri oleh perwakilan Komisariat KOPRI se-Kab. Bogor, mahasiswa, dan IPPNU-IPPNU. (FIDA)