• Login
  • Register
Senin, 27 Juni 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Perempuan Cerdas Tidak Menggunakan Ujaran Bias Gender

Nafilah Safitri Nafilah Safitri
12/10/2017
in Kolom
0
Ilustrasi: Pixabay

Ilustrasi: Pixabay

27
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Suatu hari di sebuah sekretariat organisasi mahasiswa terjadi sebuah percakapan antara Yeyen (Y) dan Cepi (C).
Y: “Cepi, air di galon kayak-nya udah abis, yah?”

C: “Iya, kosong itu kayak-nya. Diisi ulang aja, ambil galon yang masih penuh ditukar sama galon yang kosong.”

Y: “Kamu aja atuh Cep, kamu kan cowok. Masa aku yang gotong-gotong galon? Tega kamu sama cewek disuruh angkat yang berat-berat kayak galon itu.”
Sedangkan di sebuah rumah, dua orang kakak beradik, Sesil (S) dan Marcell (M), bercakap-cakap tentang keran air yang bocor.
S: “Kak Marcell, keran kamar mandi bocor tuh.”

M: “Iya Sil, coba aja ditutup. Gampang kok coba diputer-puter lebih kuat.”

S: “Ah, udah kakak aja lah yang benerin nanti yah. Kakak kan cowok. Masa aku sih? Urusan keran bocor gini mah urusan cowok. Nanti dibenerin yah kak kerannya.”

Baca Juga:

Legenda Malahayati dari Aceh yang Jauh dari Stigma Negatif Janda

Perlawanan Perempuan terhadap Narasi Budaya Patriarki

6 Cara Penangan saat Menjadi Korban KDRT

Kehidupan Perempuan Kini dalam Hegemoni Domestik

***

Ilustrasi percakapan di atas mungkin seringkali kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Dalam percakapan tersebut, terdapat ucapan seperti “kamu kan cowok, aku kan perempuan, kok tega sih?”. Atau “ini kan urusan cowok, bukan urusan cewek”.

Dalam kasus lain, “yang ngerti sih cowok, perempuan mana tahu soal itu.” Dan banyak ujaran sejenis yang mungkin seringkali kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Disadari atau tidak, ucapan tersebut sudah dianggap biasa, tidak ada yang salah dan dimaklumi banyak perempuan.

Namun, perempuan cerdas harusnya sadar bahwa hal-hal kecil seperti mengangkat galon dan memperbaiki keran bocor bukan perkara yang hanya dapat dilakukan laki-laki.

Dengan demikian, penggunaan ujaran-ujaran seperti itu adalah sebuah kesalahan yang wajib dihindari.

Perkara memasak, memperbaiki genteng atau keran bocor, mengangkat galon, selama bukan hal-hal yang sifatnya kodrati seperti melahirkan dan menstruasi, merupakan life skill yang dapat dimiliki oleh laki-laki, juga perempuan.

Dasar untuk life skill adalah kemampuan individu, bukan jenis kelamin.

Ucapan yang menunjukan pembatasan jenis kelamin dalam melakukan suatu life skill merupakan ujaran yang bias gender. Ada pembatasan antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan suatu life skill. Seperti bahwa perempuan harus jago masak atau laki-laki harus pandai memperbaiki genteng bocor.

Penggunaan kata-kata dan kalimat yang bias gender oleh perempuan, disadari atau tidak, justru melemahkan dan mendiskreditkan diri perempuan itu sendiri. Sebab, perempuan sebenarnya mampu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan itu.

Jika perempuan tersebut sudah memiliki kesadaran dan perspektif yang adil gender, maka bisa dikatakan dia gagal dalam menerapkan nilai adil gender itu dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk menghindari hal itu, perempuan seharusnya lebih hati-hati dalam memilih kalimat atau bahkan kata yang digunakan, baik dalam ujaran maupun tulisan. Agar tidak terjadi paradoks antara prinsip atau nilai yang dianut dengan perilaku sehari-hari.

Sebagai sebuah produk budaya, bahasa memiliki peranan penting dalam menyebarkan sebuah nilai. Menurut Koentjaraningrat, bahasa merupakan unsur budaya yang menjadi alat perantara utama untuk meneruskan eksistensi sebuah kebudayaan atau mengadopsinya.

Oleh karena itu, dalam menyebarkan nilai-nilai dan kesadaran atas kesetaraan adil gender, menurut penulis, hal yang paling sederhana yang harus kita lakukan selain memahami nilai yang kita junjung itu sendiri adalah dengan penggunaan bahasa yang lebih tepat dalam kehidupan sehari-hari.

Sebelum kita menyebarkan, mempromosikan, atau mengkampanyekan nilai-nilai yang kita anggap benar, kita harus idealis dengan berani mengkritik diri kita sendiri. Sejauh mana kita menerapkan nilai tersebut dalam keseharian kita.

Konsistensi dalam mempraktikkan nilai yang kita junjung adalah bukti kita tidak berstandar ganda. Kita terbukti tidak hanya menuntut, namun juga mengimplementasikan secara totalitas. Implikasi logis karena kita menganggap nilai tersebut adalah hal yang benar dan patut kita perjuangkan.

Kampanye atau promosi sebuah nilai atau ideologi secara massif yang ndakik-ndakik akan menjadi paradoks jika implementasi dalam perilaku kita sehari-hari, seperti dalam berbagai percakapan sederhana masih menggunakan bahasa penyampaian yang kurang tepat.

Alih-alih menyebarkan nilai kesetaraan, kesalahan penyampaian bahasa atau ungkapan  dalam percakapan kita justru melanggengkan nilai-nilai yang bias gender. Ketidakadilan gender itu akan semakin terpupuk subur dalam alam kebudayaan kita. Stigma bahwa perempuan itu lemah, tak berdayam, dan sebagainya pun terus terpelihara.

Solusinya, seperti yang sudah penulis katakan di atas adalah dengan menghindari ungkapan-ungkapan yang membatasi perbedaan jenis kelamin dan menggantinya dengan kalimat yang lebih jujur dan netral.

Tanpa harus mengatakan “itu urusan perempuan, ini urusan laki-laki” dan semacamnya. Sebagai contoh, jika kita, perempuan, dalam suatu waktu tidak mampu mengangkat galon atau mungkin pekerjaan berat yang tidak dapat kita lakukan sendiri, cukuplah dengan mengatakan “saya tidak kuat, mohon dibantu.”

Mulai sekarang, kita tidak perlu lagi mengucapkan pekerjaan-pekerjaan itu sebagai hal yang hanya mampu dilakukan laki-laki atau perempuan saja. Pilihlah ujaran yang adil gender. Sesederhana itu.[]

Tags: adil genderbias gendernafilah safitriperempuanUjaran
Nafilah Safitri

Nafilah Safitri

Terkait Posts

Kesetaraan Gender

Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!

27 Juni 2022
Muslimah Sejati

Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan

27 Juni 2022
Stigma Negatif Janda

Legenda Malahayati dari Aceh yang Jauh dari Stigma Negatif Janda

27 Juni 2022
Darurat Sampah

Re Grow Solusi Darurat Sampah Pangan di Indonesia

26 Juni 2022
Kecantikan Perempuan

Kecantikan Perempuan dan Luka-Luka yang Dibawanya

26 Juni 2022
Pendidikan Islam

Pentingnya Memberikan Dasar Pendidikan Islam bagi Anak-anak

25 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perempuan Haid

    Siapa Bilang Perempuan Haid Tidak Lebih Mulia dari yang Suci?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Legenda Malahayati dari Aceh yang Jauh dari Stigma Negatif Janda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Cerita tentang Perubahan Zaman, Obrolan Ringan Bersama Hairus Salim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Deklarasi Kemanusiaan Universal Rasulullah Saw saat Wukuf di Arafah
  • Cerita tentang Perubahan Zaman, Obrolan Ringan Bersama Hairus Salim
  • 6 Rukun Haji yang Wajib Dipatuhi oleh Para Jamaah Haji
  • Sesama Perempuan kok Merasa Tersaingi? Katanya Kesetaraan Gender!
  • Ummu al-Hushain Ra : Sahabat Perempuan yang Dekat dengan Nabi Saw saat Haji Wada’

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist