Bad news is a good news” sudah menjadi semboyan mayoritas media kita saat ini. Demi mendapatkan klik, media rela membunuh kemanusiaan. Kita bisa melihat itu dari banyaknya media yang memberitakan kasus VA dengan hanya menyorot perempuan. Ya, menyorot satu jenis kelamin saja secara membabi buta.
Objektifikasi perempuan dalam pemberitaan pelacuran bukan hanya kali ini saja terjadi di media kita. Pola ini terus berulang dan menjadi semacam makanan rutin masyarakat. Kita juga ikut-ikutan “menuduh” segala keburukan itu disebabkan perempuannya.
Tagar #80juta pun menjadi trending topic di twitter. Dan kutukan-kutukan pada perempuan yang dianggap melacur bermunculan. Masyarakat kita lihai benar mengutuki dosa-dosa orang. Padahal negara kita juga tidak memiliki dasar hukum tentang pelacuran.
Anehnya, perempuan dalam berita pelacuran kerap dirundung dan si laki-laki yang seharusnya kita pertanyakan tidak dibahas sama sekali. Padahal sungguh harusnya kita berpikir laki-laki mana yang memiliki uang 80 juta untuk satu malam? Uang yang didapatkannya dari mana? Bukankah ia berarti bukan laki-laki sembarangan?
Lagi-lagi saya mengingatkan bahwa ini bukan untuk menyerang laki-laki. Tapi agar media kita seimbang membuat berita. Jika laki-lakinya tidak disebutkan namanya, mengapa perempuannya disebutkan dan disebarluaskan?
Masih pulih ingatan kita tentang kasus asusila polisi perempuan. Kita tidak tahu bagaimana nasib anak dan keluarganya karena pemberitaan media kita. Berita yang selalu menyudutkan perempuan demi klik.
Efek lainnya, masyarakat kita juga jadi latah membicarakan aib dan dosa orang lain. Menghakiminya dan menyatakan bahwa mereka berzina. Padahal Nabi Muhammad sendiri tidak pernah mencari-cari orang yang berzina. Beliau malah memalingkan muka dan menyuruh mereka pulang bahkan tidak mencari mereka lagi kecuali mereka kembali kepada Nabi.
Firdaus, tokoh utama dalam “Novel Perempuan di Titik Nol” karya Nawal El-Saadawi mengatakan kita semua adalah pelacur. Malah sangat mungkin pelacur lebih tinggi derajatnya dibanding kita. Karena dia menentukan sendiri tempat dan tarifnya.
Sedang kita, melacurkan diri pada uang, jabatan, kehormatan, juga dosa-dosa orang lain.[]