Mubadalah.id – Sejak kecil saya lekat dengan pemandangan Ibu dan Bapak yang gemar melakukan kerja-kerja rumah tangga bersama, seperti sebagai mitra. Ibu menyiapkan perlengkapan sekolah anak, Bapak menyiapkan sarapan. Ibu memasak di dapur, Bapak menyapu halaman depan rumah sekaligus menyiram tanaman.
Pola bergantian dan bersamaan seperti itu setiap hari. Bahkan ketika bergantian bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah, Bapak dan Ibu saling membagi tugas dalam menjaga dan menyiapkan keperluan anak-anaknya.
Dalam urusan masak-memasak, masakan Ibu kalah sedap dengan masakan Bapak. Dalam urusan hitung-menghitung cara memenangkan tender usaha, Bapak kalah jeli dengan Ibu. Tetapi keduanya saling mengakui kekurangan dan kelebihan masing-masing. Saling menerima, saling membantu satu dengan lainnya.
Awalnya saya tak paham pola apa yang ditunjukkan oleh orang tua saya dalam berumah tangga yang setara, saling membahagiakan, dan membangun kebersamaan. Sampai ketika saya besar dan mulai menjalin hubungan dengan laki-laki, saya baru memahami bahwa pola berumah tangga tak melulu menghadirkan konsep lama yang kerap tidak melenturkan keduanya.
Perbedaan jenis kelamin tidak bisa menjadi tolok ukur kemampuan seseorang. Seperti konsepsi yang telah lama tertanam pada masyarakat kita, laki-laki memimpin dan perempuan dipimpin. Perempuan dan laki-laki tidak bisa dimasukkan dalam konsepsi kaku seperti itu. Mereka adalah individu dengan keunikannya masing-masing.
Konsep pemimpin dan dipimpin, dilayani dan melayani, mestinya bisa dilakukan bergantian secara kesalingan antara suami dan istri. Menjadikan pasangan sebagai mitra yang saling mencintai.
Saya tertarik pada laki-laki secara alamiah. Menyukainya berdasarkan cinta. Saya tidak ingin dianggap sebagai pelayan atas seseorang yang menemani saya dalam membangun kehidupan bersama. Saya ingin menjadikannya sebagai mitra dalam berumah tangga.
Andai saya memaksa menjadikan diri saya sebagai pelayan atas pasangan saya, sangat mungkin saya akan meminta imbalan. Ungkapan klasik yang sering kita dengar, “ada uang abang kusayang, tak ada uang abang kutendang”, akan berlaku jika konsep pelayan diterapkan dalam kehidupan rumah tangga.
Maka, pelayanan saya terhadap pasangan akan tidak ikhlas dan cenderung mengharapkan imbalan. Saya tak pernah ingin melakukannya pada orang-orang yang saya cintai, kepada keluarga atau pun teman-teman saya. Lantas, mengapa pula saya melakukan itu pada pasangan hidup saya nanti?
Saya hanya ingin cinta-mencintai pasangan hidup saya sebagai mitra dalam membangun kebersamaan, saling mengisi dan membahagiakan, saling membantu dan menguatkan. Duduk berdampingan, berdiri sama tinggi, dan memeluk dalam hangat.[]