Mubadalah.id- Sering mendengar celoteh muda mudi single yang mempertanyakan, bagaimana sih mencari calon pendamping yang cocok dengan gue? Kadang ada yang iseng bertanya tentang tips mencari jodoh yang ideal. Berikut tips mencari pasangan hidup.
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu menggelitik saya, mengingat yang mereka cari adalah manusia yang ideal atau minimal cocok dengannya. Bagaimana mengukur pasangan ideal atau yang cocok pada pre-wedding dan belum kenal? Gambaran pasangan ‘ideal’ atau ‘cocok’ itu sendiri relatif dan bisa berubah karena waktu dan keadaan.
Di era modern ini tidak sedikit kaum muda-mudi yang melajang bahkan hingga mendekati usia matang. Tentu karena banyak faktor penyebabnya dan banyak hal yang dikhawatirkan. Keadaan ini berbeda dengan zaman dahulu. Jika zaman dahulu, mencari jodoh tidak menjadi bagian krusial kaum muda-mudi, karena mereka dicarikan jodoh oleh orang tuanya masing-masing.
Zaman dahulu, konon para orang tua tidak akan tahan melihat putrinya membesar dengan status jomblo, belum mempunyai jodoh atau pasangan. Maka, anak-anak usia dini sudah dijodohkan oleh orang tuanya. Lalu dinikahkan tanpa menunggu usia dewasa.
Fenomena ini tidak usah melihat ke tradisi Arab zaman Jahiliyyah. Dalam sejarah pernikahan di Indonesia, gadis menikah di usia dini pernah dipandang lumrah. Era sekarang juga masih ada sih di beberapa daerah. Bukan karena persoalan pergaulan para muda mudi yang memprihatinkan, tetapi karena adat dan budaya dahulu yang menghendaki demikian.
Lihat bagaimana saat Kongres Perempuan Indonesia pertama diadakan pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Jogjakarta. Sejarah mencatat, Kongres ini, yang dihadiri oleh 30 organisasi perempuan se-Indonesia, merekomendasikan dan mengirimkan mosi kepada pemerintah yang saat itu masih Hindia Belanda, antaranya adalah reform Undang-Undang Keluarga dan anti perkawinan anak.
Di sini penulis tidak bicara terkait faktor penyebab mengapa banyak muda-mudi melajang, sebab persoalan pendamping hidup adalah persoalan personal. Menemukan orang yang tepat untuk menjadi teman hidup memang tidak semudah seperti dalam sinetron.
Demikian juga, tiada cara yang tepat untuk mencari calon suami atau istri yang menjadi idaman. Maka, siapapun dianjurkan tidak sembrono (baca: asal-asalan) dan harus selektif dalam memilih calon pendamping hidupnya. Ya-lah, karena tujuan menikah bukan hanya untuk sehari atau seminggu, tetapi untuk selamanya.
Jodoh adalah ketentuan Ilahi, tetapi bukan berarti acuh atau pasrah dan melajang hingga usia lanjut kan? Bagaimanapun menikah merupakan anjuran agama dan dalam ajaran syariah Islam tidak mengenal konsep rahbaniyyah (kerahiban), tidak bersuami dan tidak beristeri. Maka, menikah dalam Islam menjadi bagian penting sehingga mendapat perhatian dalam al-Qur’an.
Memang, hasrat menikah adalah soal hati dan fitrah, tetapi terkadang tidak harus demikian. Artinya, dalam keadaan tertentu, memilih jodoh tidak harus diawali dengan saling mencintai. Pandangan demikian mungkin dipandang kuno, seperti mengajak ke zaman baheula.
Eit …tapi jangan lupa, terkadang ada orang yang memang belum menemukan seseorang untuk menjadi ‘calon teman hidup’ hingga usia matang. Bagaimana ia memulai bercinta? Nah bagi yang demikian, don’t worry! Inti menikah, yang terpenting adalah kedua calon tiada halangan dalam syariat Islam, minimal sudah saling mengenal meski singkat, si dia dikenal baik, lalu keduanya merasa siap untuk menjalani pernikahan tanpa ada paksaan.
Sedangkan yang dimaksud halangan syara’ adalah, seperti, menikah dengan mahram, adik sepersusuan. Ini adalah haram, dan inilah yang dimaksud harus selektif. Jika dasar pernikahan berpatokan melulu hanya kepada selera hati, maka akan selalu condong kepada calon yang perfect di mata manusia.
Lalu sampai kapan mau menikah? Sedangkan ada jargon no body is perfect, artinya tiada manusia sempurna.
Selain itu ‘cinta’ atau ‘benci’ juga kadang bisa terpupuk karena keadaan dan oleh karenanya tidak konstan. Seseorang yang kita cintai sebelum menikah, belum menjamin ia membawa kehidupan keluarga menjadi bahagia.
Dalam kehidupan rumah tangga, realitanya ‘cinta’ tidak lagi bersemi karena melihat paras muka, harta dan status social pasangan. Oleh itu, tak jarang ada kehidupan keluarga yang awalnya saling mencintai bertukar menjadi petaka, bukan hanya bertukar menjadi saling membenci tetapi malah berakhir tragis. Naudzu billahi min dzalik!
‘Cinta’ bersemi dalam kehidupan keluarga pada hakikatnya karena ‘nilai-nilai’ akhlak yang dibangun pasutri setiap hari dalam pergaulan keluarga. Semakin baik moral dan perhatian seseorang terhadap pasangannya, maka ia akan semakin terlihat istimewa dan cakep (ganteng atau cantik) di mata pasangannya, dan demikian pula sebaliknya.
Penampilan, pakaian apapun buruknya atau bau masam, bagaimana pun seseorang di samping pasangannya sudah tidak nampak atau tercium jika ia senantiasa berprilaku baik. Yang nampak hanya kebaikan dan sisi positifnya. Karena ‘kebaikan-kebaikan’ tersebut bertukar menjadi mahabbah yang terus akan bersemi dan menimbulkan mawaddah dan rahmah dalam kehidupan suami isteri.
Maka jika sudah demikian, antar suami isteri tak akan tega saling menyakiti, fisik, psikis maupun verbal, justeru yang muncul adalah sikap romantisme dan saling melindungi. Inilah yang disebut ‘cinta’ buta yang membawa hubungan pernikahan hingga ke akhir hayat. Inilah tipe pendamping idaman setiap insan.
Apa yang penulis sampaikan tersebut tidak berlebihan dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Dalam banyak teks-teks suci selalu memerintahkan untuk mempergauli istri dengan cara yang patut, “mu’asyarah bi al-ma’ruf”. Berikut ini ada tips memilih jodoh dari sisi agama. Ada baiknya diperhatikan anjuran hadits berikut ini:
Tips Mencari Pasangan Hidup
Pertama, kesalehan pasangan (bagus moralnya). Nabi saw bersabda: “Perempuan dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah perempuan yang bagus agamanya”.
Kedua, subur dan penyayang. Nabi saw bersabda: “Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat.” Riwayat Aḥmad. Hadits ṣaḥîḥ menurut Ibnu Hibban.
Ketiga, memilih perempuan perawan. Nabi bersabda: “Tidakkah kamu menikahi perempuan yang perawan? yang kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu?” HR. Bukhârî dan Muslim.
Jika bunyi redaksi hadits tersebut untuk calon istri, maka bisa juga digunakan untuk memilih calon suami. Yaitu, pertama, carilah tipe suami yang sholih (berakhlak mulia), karena ia calon imam dan bakal menjadi panutan keluarga. Akhlak mulia dalam berkeluarga adalah kunci membangun keluarga yang langgeng dan harmonis.
Dengan demikian diharapkan akan dapat tercipta keluarga yang penuh cinta, maslahah, dan terhindar dari kekerasan, yang akan memberi aura positif kepada masa depan keluarga yang sakinah.
Kedua, pilih calon suami yang tidak mandul. Untuk mengetahui keadaan ini bisa diperhatikan dari riwayat keluarga besarnya. Hal ini penting, karena dengan lahirnya anak-anak dari buah pernikahan akan menjadi penyejuk jiwa bagi orang tuanya dan menjadikan hidup lebih bermakna. Ada harapan-harapan di masa depan sehingga kehidupan penuh dengan mawaddah.
Ketiga, pilih yang masih single. Ini sifatnya anjuran agama. Tentu ada hikmahnya, sehingga dengan status yang masih single menjadikan kehidupan keluarga menjadi dipenuhi kasih sayang dan penuh rahmah, tiada bayang-bayang masa lalu atau terhindar konflik batin dengan orang lain.
Demikian tips mencari pasangan hidup, mungkin bisa menjadi reference bagi para jomblo, supaya tidak ragu menuju ke jenjang pernikahan. Tidak usah tergiur performa luar, karena semua bisa berubah. Ingat! Menikah itu indah atau tidak tergantung kita yang menciptakannya. Sebelum menikah jangan lupa lakukan sholat istikharah, meminta petunjuk kepada Allah swt. Semoga pernikahan anda mendapat ridha-Nya. Wallahu a’lam bi al-shawab. []