• Login
  • Register
Rabu, 4 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Parasite: Mungkinkah Si Kaya dan Si Miskin Setara?

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
19/02/2020
in Publik
0
film, parasite

Ilustrasi: filmschoolrejects[dot]com

20
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Para pecinta film pastinya tahu siapa yang memenangkan piala Oscar tahun 2020 dengan kategori film terbaik, yupz…PARASITE. Film Korea Selatan yang diproduseri oleh Kwak Sin-Ae dan Bong Joon-Ho ini berhasil mengalahkan film-film apik lainnya, seperti ‘1917’, ‘Ford v Ferrari’, ‘Once Upon a Time in Hollywood’, bahkan ‘Joker’ yang sempat booming di tahun lalu.

Menjadi film terbaik versi Academy Awards ke-92 yang diselenggarakan pada Minggu 09 Februari 2020 di Dolby Theatre, Los Angeles, Amerika Serikat, tentu membuat para pecinta hiburan Korea mengulik segala hal yang berhubungan dengan film tersebut. Para pemainnya, alur dan genre cerita, tempat dan tetek-bengek yang ditampilkan dalam pengambilan gambar, gaya berpakaian, pesan moral yang disampaikan, dan semua yang tampak selama dua jam durasi film tidak terlewat dibahas dan selalu menjadi hal menarik untuk direnungkan.

Tidak hanya pakar sinematografi, siapa pun yang menonton film ini pasti dapat dengan jelas mendeskripsikan apa yang ingin disampaikan melalui rangkaian akting para pemain yang membuat mulut tertawa dengan lepas dan jantung berdetak tegang tidak karuan. Ya, tentang nilai kemanusiaan.

Selama dua jam pemutaran film digambarkan dengan gamblang bagaimana keseharian kehidupan si kaya dan si miskin. Segala sesuatunya sungguh-sungguh merupakan bukti jika lawan kata (antonim) itu benar-benar nyata. Si kaya memiliki rumah dengan tangga ke atas, si miskin sebaliknya. Si kaya memiliki aroma tubuh yang menyenangkan hidung, si miskin sebaliknya. Si kaya dapat dengan mudah mengakses segala kebutuhan hidup, si miskin sebaliknya.

Tidak hanya dalam hal materi saja, pada relasi kekuasaan pun mereka sungguh berbeda, si kaya dapat dengan penuh memiliki kuasa atas si miskin yang bekerja di bawahnya, dan tentunya sebaliknya, si miskin akan sangat manut kepada si kaya yang menjadi tuannya.

Baca Juga:

Membaca Novel Jodoh Pasti Bertemu dalam Perspektif Mubadalah

Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita

Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31

Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban

Di awal cerita, para tokoh membawa penonton untuk mengocok perutnya atas akting-akting konyol yang disuguhkan, namun siapa yang dapat mengira kalau di tengah cerita sampai akhir, para penonton justru merasa tegang dan ngeri. Sungguh sangat tidak terkira menjadi akhir yang mengenaskan dengan adanya tindakan kekerasan yang menewaskan para tokoh.

Mungkin kita tidak menyadari, secara tidak langsung film ini merekonstruksikan ulang apa yang umumnya terjadi dalam berita-berita kriminal pertelevisian nasional, yakni pembunuhan dengan  modus sakit hati. Bagaimana bisa, Kim Ki Taek yang merupakan sopir yang baik dapat menikam tuannya hanya karena mengetahui bahwa tuannya menyamakan aroma tubuhnya dengan aroma lobak busuk, mungkin tampak sepele, tapi bagaimana bisa ini terjadi?

Tentunya penyerangan terhadap anaknya tanpa adanya kepedulian dari sang tuan yang kaya juga merupakan hal pendorong lainnya, namun sebutan ‘bau lobak busuk’ pun tidak dapat diremehkan begitu saja. Hal yang dianggap kecil bagi seseorang mungkin merupakan hal besar bagi yang lain, yang dapat menambah kebahagiaan atau justru penderitaan, lagi-lagi sering tidak tersadari kita pun sering melakukannya.

Kondisi hidup seseorang tidak terlepas dari tulisan kisah yang dirangkai Sang Kuasa, apakah menjadi si miskin atau si kaya, manusia tidak dapat memilih, namun dalam  pandangan-Nya, si kaya dan si miskin adalah sama, ’’Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.’’ (QS. Al-Hujurat : 13)

Baik si kaya maupun si miskin berpeluang menjadi mulia karena ketakwaannya, bukan karena jumlah harta kekayaannya. Jika di sisi Tuhan saja tidak berbeda, lantas mengapa sebagai manusia kita kerap mendiskriminasi sesama, hanya karena hitungan materi semata?

Karena setara, baik si kaya atau si miskin hendaknya saling mendukung kepada ketakwaan, bukan justru mengarah pada kemungkaran, demikianlah  pesan yang dapat penulis tangkap dari film ‘Parasite’ ini.

Menjadi kaya atau miskin, keduanya adalah manusia yang ingin dianggap sebagai manusia, yakni dengan terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan dalam hubungan antar mereka. Maka dalam relasi ini, penulis akan mengutip sebagian dari sebuah wasiat tarekat ‘Tanbih’, yakni:

Pertama, terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik dlohir maupun batin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun dan saling menghargai.

Kedua, terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong-royong dalam melaksanakan perintah agama maupun negara.

Ketiga, terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasihat yang lemah lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.

Keempat, Terhadap fakir miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.

Jika semua manusia mencoba menerapkan nilai-nilai kemanusiaan seperti yang tertera di atas, maka segala hubungan dalam kehidupan akan merasakan kedamaian, kemungkaran dapat dipadamkan, dan tidak ada lagi jarak pemisah anatara si kaya dan si miskin, semuanya adalah sama dan setara, yakni manusia yang ingin menjadi manusia seutuhnya.[]

Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Trans Jogja

Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

3 Juni 2025
Perbedaan Feminisme

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

2 Juni 2025
Teknologi Asistif

Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Perempuan Penguasa

Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

31 Mei 2025
Ruang Aman bagi Anak

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

30 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tubuh yang Terlupakan

    Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membaca Novel Jodoh Pasti Bertemu dalam Perspektif Mubadalah
  • Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita
  • Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31
  • Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban
  • Aurat Menurut Pandangan Ahli Fiqh

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID