Mubadalah.id – Dalam beberapa catatan hadis, Nabi Muhammad Saw memberikan kesempatan bahwa perempuan berhak atas pernikahannya, dan orang tua sebaiknya mendukung keputusan anaknya yang telah menentukan pasangan hidupnya.
Kesempatan hak atas pernikahannya yang Nabi Muhammad Saw berikan kepada perempuan itu merujuk pada salah satu hadis dari Sunan Ibn Majah. Isi hadis tersebut sebagai berikut:
Abu Buraidah menuturkan dari ayahnya yang berkata, “Ada seorang perempuan muda datang kepada Nabi Muhammad Saw dan bercerita, “Ayahku menikahkanku dengan anak saudaranya untuk mengangkat derajatnya melaluiku.”
Lalu, Nabi Muhammad Saw terdiam, hingga memberikan keputusan akhir di tangan sang perempuan.
Kemudian, perempuan itu berkata, “Ya Rasulullah, aku rela dengan yang dilakukan ayahku, tetapi aku ingin mengumumkan kepada para perempuan bahwa ayah-ayah tidak memiliki hak untuk urusan ini.” (Sunan Ibn Majah).
Teks hadits yang menyebutkan perempuan berhak atas pernikahannya itu, menurut Faqihuddin Abdul Kodir masih sangat relevan untuk menegaskan kemandirian dan kemanusiaan perempuan.
Pasalnya, tidak sedikit orang yang masih menganggap bahwa perempuan harus tunduk pada keputusan laki-laki. Jika anak perempuan pada ayahnya, dan jika istri pada suaminya.
Banyak Perempuan Mandiri
Secara umum, sudah banyak perempuan yang mandiri, berpendidikan tinggi, memiliki penghasilan cukup, dan mempunyai pengalaman sosial yang cukup untuk membuatnya tidak harus dipaksa dalam urusan pernikahan oleh keluarga. Anggapan ini tentu saja menyalahi kemandirian perempuan sebagai manusia utuh.
Jika mengingat kondisi budaya Arab saat itu, ketika perempuan hampir tidak memiliki suara sama sekali. Maka pernyataan Nabi Muhammad Saw seperti di atas adalah sesuatu yang revolusioner.
Kisah ini menggambarkan keberanian perempuan untuk melaporkan pelanggaran hak yang ia alami. Ini tidak mungkin terjadi jika suasana sosial politik tidak terkondisikan terlebih dahulu oleh Nabi Muhammad Saw. Suasana sosial ketika perempuan merasa nyaman untuk menuntut hak-haknya dan melaporkan hal-hal yang melanggar hak-hak tersebut.
Lebih dari itu, Nabi Muhammad Saw menegaskan bahwa hak atas pernikahan perempuan adalah perempuan itu sendiri. Bukan ayahnya, apalagi keluarga jauh. Sebab, yang akan hidup berumah tangga adalah perempuan tersebut.
Perempuan harus benar-benar merasa nyaman, rela, dan tidak ada unsur paksaan sama sekali. Kerelaan dan kenyamanan adalah pondasi utama dalam mewujudkan pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. []