Mubadalah.id – Dalam beberapa catatan hadis, Nabi Muhammad Saw membolehkan para perempuan untuk ikut shalat jenazah.
Kebolehan perempuan untuk ikut shalat jenazah itu merujuk pada salah satu hadis dari Shahih Bukhari. Isi hadis tersebut sebagai berikut:
Aisyah Ra menuturkan bahwa ketika Sa’ad bin Abi Waqqash Ra meninggal dunia, istri-istri Nabi Muhammad Saw meminta agar jenazahnya ditempatkan di masjid, sehingga mereka bisa menshalatinya. Permintaan itu dikabulkan. Jenazah itu didekatkan dengan kamar-kamar para istri beliau, dan mereka pun menshalatinya. (HR. Shahih Muslim, no. hadits: 2997).
Teks hadits ini, menurut Faqihuddin Abdul Kodir, seperti membalik kesadaran banyak umat Islam pada masa sekarang. Saat ini, masjid, shalat berjamaah, shalat Jum’at, dan shalat jenazah lebih banyak oleh laki-laki. Hampir sulit menemukan perempuan yang ikut menshalati jenazah.
Bisa jadi, hal ini karena perempuan sibuk oleh hal-hal lain, soal akomodasi dan konsumsi, dan bisa jadi juga karena sistem budaya tertentu tidak mendorong perempuan untuk terlibat dalam hal-hal yang kerap kita anggap sebagai wilayah laki-laki, seperti shalat Jenazah ini.
Perempuan Ikut Shalat Jenazah
Ternyata, pada masa Nabi Muhammad Saw para perempuan tidak hanya aktif berjamaah dan shalat Jum’at, tetapi juga biasa terlibat untuk ikut menshalati jenazah.
Selain itu, jika boleh kita pahami lebih luas, maka teks ini juga menginspirasi bahwa ruang-ruang kehidupan itu tidak bisa untuk jenis kelamin tertentu, sementara yang lain harus puas dengan ruang lain yang lebih kecil, tertutup, dan sederhana.
Jika kita yakin bahwa perempuan adalah manusia, maka semua ruang kehidupan ini juga harus terbuka untuk mereka. Kita tidak bisa melarang mereka hanya karena alasan mereka adalah perempuan. Sebagaimana kita juga tidak boleh melarang laki-laki.
Jikapun harus ada larangan itu karena faktor keamanan, misalnya, maka semestinya penanganannya fokus pada penyediaan perlindungan yang nyata kepada semua orang. Laki-laki dan perempuan. Agar mereka bisa beraktivitas dengan aman dan nyaman.
Kebijakan yang melarang sebagian orang dan membiarkan sebagian yang lain adalah sesuatu yang diskriminatif dan bertentangan dengan Islam. []