• Login
  • Register
Senin, 2 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mitos dan Komersialisasi Kecantikan Perempuan

Naomi Wolf menegaskan bahwa ada usaha dari industri kecantikan (produk kosmetik, fashion, produk pelangsing, dan produk lainnya), yang menjadi biang kerok untuk mengontrol kebebasan perempuan

Sofwatul Ummah Sofwatul Ummah
14/02/2023
in Personal
0
Kecantikan Perempuan

Kecantikan Perempuan

916
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Semasa kecil, saya pernah menggunakan produk pembersih wajah yang digadang-gadang cocok untuk kulit wajah anak-anak. Dalam iklan yang tayang tergambarkan wajah anak-anak yang menggunakan produk pembersih wajah tersebut akan bersih dan bertambah mulus. Bebas dari jerawat yang kemungkinan akan timbul meski masih usia anak. Dan memang, di iklan tersebut tertampilkan wajah anak-anak yang mulus dan kenyal berkat menggunakan produk pembersih wajah anak tersebut.

Waktu itu semangat saya menggunakan produk pembersih wajah karena mengikuti ekskul yang mengharuskan saya berada di luar ruangan nyaris seharian. Demi menjaga kulit wajah itulah saya menggunakan produk pembersih wajah anak-anak. Setelah rutin menggunakannya, bukan kulit mulus yang saya dapatkan. Tapi jerawat-jerawat kecil mulai bermunculan di dahi saya dan saat itu rasanya sakit ketika sedang sujud shalat.

Seketika itu saya melapor kepada orang tua saya bahwa saya berjerawat dan alamak sakit. Kemudian orang tua saya menyarankan untuk berhenti sejenak menggunakan produk pembersih wajah tersebut, “barangkali tidak cocok untuk kulitmu.” Begitu komentarnya. Saran itu saya turuti dan benar saja. Sedikit demi sedikit jerawat di dahi saya menghilang. Ah, apa benar tidak cocok untuk kulit saya?

Kemudian ketika beranjak remaja dan mulai mengalami menstruasi, rambut saya yang ikal, tipis, dan tidak berwarna hitam legam mulai rontok. Dan lagi-lagi saya melihat iklan shampoo di TV yang menjanjikan dapat mengurangi rambut rontok dan menyuburkan. Tentunya saya mencoba produk shampoo tersebut Tapi sayangnya rambut rontok saya hingga hari ini belum mau beranjak. Masih tetap rontok! Padahal iklan tersebut memperlihatkan kondisi rambut perempuan yang semakin berkilau, hitam, dan menjuntai panjang tanpa rontok dan tebal.

Iklan Produk Kecantikan

Saya mulai merenung ketika saya mendapati rambut yang kian rontok dan kulit wajah yang begini-begini saja. Apa iklan produk-produk kecantikan perempuan tersebut salah? Atau saya yang memang tidak pernah cocok memakai produk apapun?

Baca Juga:

Mengenal Perbedaan Laki-laki dan Perempuan secara Kodrati

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

Refleksi Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab: Apakah Perempuan Tak Boleh Keluar Malam?

Lambat laun saya mulai menyadari bahwa iklan-iklan produk perawatan diri dan kecantikan perempuan adalah hanya kepentingan industri. Tentu model-model dengan perawatan yang komplit dan rutin yang ditampilkan. Hal tersebut untuk menarik konsumen seolah model tersebut menjadi jaminan bahwa kalau menggunakan produk yang ada di iklan. Maka hasilnya akan seperti model iklan produk tersebut.

Dan entah kenapa, perempuan cantik di Indonesia selalu tergambarkan dengan wajah yang mulus tanpa tekstur. Rambut yang menjuntai panjang, hitam legam dan lurus. Kulit yang putih sebening kristal. Kaki yang jenjang tinggi. Dan, badan yang langsing tanpa gelambir-gelambir.

Jadi, tidak heran muncul beragam produk-produk kecantikan, mulai dari perawatan wajah, rambut, kulit tubuh, sampai pelangsing. Bahkan yang mengherankan, hari ini pun ada lho produk untuk membersihkan bulu ketiak. Padahal bagian ini tidak terlihat dan sebetulnya sah dan normal saja jika ketiak ditumbuhi bulu halus. Toh bukan kehendak manusia juga. Tapi manusia merasa risih dengan hal-hal yang terjadi pada tubuhnya. Terutama bagian-bagian yang terlihat seperti wajah.

Lantas, masalahnya di mana? Tentu masalahnya bukan di bulu halus di ketiak yang tumbuh. Tetapi pada iklan-iklan produk kecantikan yang semakin tidak masuk akal. Perempuan-perempuan seolah tertuntut untuk tampil cantik ala model-model iklan yang berseliweran. Bahkan demi terlihat langsing perempuan rela memangkas porsi makan normalnya katanya agar tidak defisit lemak. Tidak sedikit juga perempuan yang rambutnya termodifikasi sedemikian rupa demi terlihat cantik seperti tuntutan iklan-iklan produk kecantikan.

Tubuh Perempuan

Memang, tubuh perempuan adalah satu hal yang tidak akan pernah selesai untuk termodifikasi dan kita bincangkan. Ada saja produk yang tertampilkan agar perempuan merubah penampilannya demi mendapat label cantik. Bahkan dari tahun ke tahun, trend kecantikan perempuan berubah-ubah dan makin tidak masuk akal.

Naomi Wolf (2002) dalam buku The Beauty Myth: How Images of Beauty Are Used Against Women menunjukkan bahwa selama ini perempuan-perempuan kulit hitam, kulit cokelat, bahkan kulit putih di Amerika selalu berhadapan dengan mitos kecantikan. Untuk disebut sebagai perempuan cantik sempurna, maka perempuan tersebut harus bertubuh tinggi, langsing, putih, dan berambut pirang.

Kulit wajahnya tidak boleh bertekstur apa lagi cacat. Bahkan lingkar pinggang perempuan cantik harus sekecil dan seramping mungkin. Tidak jarang perempuan-perempuan Amerika melakukan diet-diet bahkan operasi pembesaran payudara demi terlihat cantik sesuai standar kecantikan perempuan di Amerika.

Naomi Wolf menegaskan bahwa ada usaha dari industri kecantikan (produk kosmetik, fashion, produk pelangsing, dan produk lainnya) yang menjadi biang kerok untuk mengontrol kebebasan perempuan. Cermin kecantikan yang tergambarkan adalah bentuk penindasan baru bagi perempuan.

Selain itu Wolf juga menyatakan bahwa mitos kecantikan merupakan alat feminisasi perempuan yang membuat mereka terpenjara dalam ketidakpuasan terhadap tubuhnya. Rasa tidak bisa memuaskan laki-laki, bahkan membenci dirinya. Wolf menyebutkan bahwa mitos kecantikan lahir dari idealisasi yang melayani tujuan atau kepentingan tertentu.

Lebih jauh Wolf menyampaikan bahwa mitos kecantikan di era modern seperti alat penyiksaan bagi perempuan yang ia sebut sebagai “iron maiden” yang sebetulnya sudah tidak mungkin lagi terjadi. Tetapi. Karena adanya iklan di TV dan media lainnya mitos kecantikan yang terhegemoni oleh sistem patriarki masih terus-menerus direproduksi. Perempuan diserang secara fisik dan psikologis dan jika tidak sesuai standar kecantikan yang ter-reproduksi oleh industry kecantikan maka, perempuan-perempuan tersebut tidak layak kita sebut sebagai perempuan cantik.

Industri Kecantikan

Dengan kata lain, industri kecantikan berusaha mereproduksi mitos kecantikan yang dipelihara dan dipromosikan secara besar-besaran oleh media massa. Dan sayangnya, penonton seperti kita turut menikmati mitos kecantikan yang tampil di media massa melalui perempuan-perempuan yang menjadi model, perempuan-perempuan yang bermain acting, dan perempuan-perempuan yang bernyanyi.

Yang harus kita pertanyakan adalah, apakah kita menikmati aktingnya dan suaranya atau kita juga menikmati mitos-mitos kecantikan?

Maka dari itu, jika mitos tentang kecantikan terus menerus direproduksi. Maka, yakin tidak akan pernah ada habisnya. Misalnya, kulit perempuan Indonesia yang berwarna sawo matang ingin memiliki kulit putih. Perepmuan yang memiliki rambut ikal ingin memiliki rambut yang lurus, dan kebalikannya, yang rambutnya sudah lurus ingin memiliki rambut yang kriting. Dan seterusnya… dan seterusnya…

Jika kita terus menerus mengikuti trend kecantikan perempuan yang terus direproduksi dan berubah-ubah setiap waktunya, kapan waktu kita untuk mensyukuri tubuh yang kita miliki? Jika kita terus-menerus mengikuti trend kecantikan, kapan waktu kita merawat dan berterimakasih atas kesempurnaan tubuh yang kini kita miliki? Dan pertanyaan yang terbesar adalah kapan kita tidak lagi tunduk pada kapitalisme yang terus mereproduksi tren-tren kecantikan tiap waktunya?

Saya kira, kini saatnya kita menghargai tubuh kita. Mensyukuri apapun yang ada pada tubuh kita. Misalnya, kita mampu mensyukuri kulit wajah bertekstur dan berjerawat yang kita miliki. Mampu mensyukuri kulit berwarna yang ada pada diri kita. Dan mampu mensyukuri kondisi lainnya yang melekat padat pada tubuh kita. []

 

Tags: InsecurekecantikanmitosPercaya Diriperempuan
Sofwatul Ummah

Sofwatul Ummah

Mahasiswa Pascasarjana Center for Religious and Cros Cultural Studies UGM Yogyakarta, tertarik pada isu-isu sosial, keagamaan dan pembaca diskursus gender dan feminisme dalam Islam.

Terkait Posts

Pandangan Subordinatif

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

31 Mei 2025
Joglo Baca SUPI

Joglo Baca SUPI: Oase di Tengah Krisis Literasi

31 Mei 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Difabel di Dunia Kerja

Menjemput Rezeki Tanpa Diskriminasi: Cara Islam Memandang Difabel di Dunia Kerja

30 Mei 2025
Memahami AI

Memahami Dasar Logika AI: Bagaimana Cara AI Menjawab Permintaan Kita?

30 Mei 2025
Kehendak Ilahi

Kehendak Ilahi Terdengar Saat Jiwa Menjadi Hening: Merefleksikan Noble Silence dalam Perspektif Katolik

29 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID