Mubadalah.id – Dalam beberapa catatan hadis, banyak sekali hadis yang menggambarkan betapa perempuan pada masa Nabi SAW merasa gelisah terhadap keadaan sosial yang kurang bersahabat dan tidak adil.
Kegelisahan ini menyemai harapan-harapan di dalam lubuk hati, menggerakkan mereka menyuarakan tuntutan untuk keadaan yang lebih adil dan lebih baik.
Kegelisahan ini lahir karena ketimpangan konstruksi sosial yang mengitari perempuan. Keyakinan, aturan, pandangan, bahkan bahasa yang digunakan sering kali tidak banyak memihak perempuan.
Pada konteks ini, para perempuan sahabat Nabi merasa perlu mengadu dan menanyakan, termasuk terhadap otoritas yang transenden, yaitu wahyu. Sesuatu yang sesungguhnya telah mereka yakini sebagai kebenaran yang sakral.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan at-Turmudzi ada catatan mengenai sahabat dan istri Nabi Muhammad SAW, yaitu Ummu Salamah ra yang merasakan kegelisahan ini dan menggerakkan dirinya menyuarakan tuntutan.
Ia merasa Allah SWT tidak menyebutkan dalam wahyu-Nya mengenai peran perempuan dalam hijrah. Padahal banyak sekali perempuan berhijrah untuk perjuangan agama-Nya. la menyampaikan apa yang dirasakannya kepada Rasulullah SAW.
Kondisi Politik
Jika kondisi politik, sosial maupun budaya demikian menistakan perempuan, maka harapan untuk melahirkan perempuan berkualitas mar’ah shalihah menjadi sangat sulit diwujudkan turunlah ayat:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonan (kepada) mereka, (dengan berfirman). Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan. Sebagian kamu dari sebagian yang lain.”
Mereka yang berhijrah, yang terusir dari kampung halaman, yang tersakiti pada jalan-Ku, yang berperang, dan yang terbunuh, pastilah Aku hapuskan kesalahan-kesalahan mereka. Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai sebagai pahala di sisi Allah, dan pada Allah lah sebaik -baik pahala.“ (QS. Ali Imran, ayat 195).
Dalam teks hadis lain, yang juga at-Turmudzi riwayatkan bahwa Ummu Salamah ra juga mengadu kepada Nabi SAW, tentang peran laki-laki yang pergi berperang dan memperoleh harta rampasan. Sementara perempuan tidak berperang dan hanya memperoleh separoh warisan. Lalu turunlah ayat:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang Allah karuniakan kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. an-Nisa ayat 32). []