Beberapa tahun lalu ada laporan kasus anak yang terjerat pornografi. Sempat bikin geger dunia pendidikan dan akhirnya sekolah memutuskan pendidikan anak tersebut dikembalikan ke orangtuanya. Waktu itu anak tersebut duduk di kelas 3, artinya mau menempuh Ujian Nasional.
Setelah didalami, ternyata yang posting video ke media sosial adalah mantan pacar dari anak tersebut. Karena mereka sudah pernah tukeran password akun medsos, ceritanya mantan pacar nggak terima diputuskan oleh si anak. “Si Mantan Pacar” kemudian sehingga menyebarkan video pribadi anak yang pernah dikirim ke mantan pacarnya.
Miris memang! Namanya pihak sekolah tentu yang begini jadi habis poin baik anak. Bagaimana pun rata-rata sekolah, tidak memposisikan anak sebagai korban. Sehingga ini menjadi malu sekolah dan mau tidak mau anak dikembalikan kepada orang tua. Ini juga salah satu kekuatan otonomi sekolah. Sistem kredit poin menjadi penentu untuk keberlanjutan sekolah anak.
Bagi pelaku, sukses aksi balas dendam dengan mempermalukan si anak. Anak, menjadi tidak nyaman dengan dirinya dan lingkungan sekitarnya. Orang tua, bertambah bebannya dengan perilaku anak.
Ya, semuanya berimbas tidak baik ya.
***
Saya memang suka gaul sama anak-anak remaja sih. Apalagi setelah kegiatan Peksos Goes To School, anak-anak yang hadir di acara itu langsung menambahkan saya ke list pertemanan media sosialnya.
Setiap hari rata-rata mereka posting foto di medsosnya. Kalau perempuan posting foto laki-laki, kalau laki-laki posting foto perempuan. Nanti foto di profil juga begitu. Terus hubungannya diganti “berpacaran” dengan menautkan nama.
Saya suka perhatikan mereka dalam diam. Biar kayak lagunya Sheila on 7, pengagum rahasia.
Tapi saya selalu memberikan target waktu untuk mereka akan selalu posting foto pacarnya. Oiya, kadang juga suka saling tautkan posting status. Atau malah yang posting di akun mereka adalah pacarnya.
Seperti ada kebiasaan yang dibangun oleh remaja zaman now. Kalau namanya media sosial, jika punya pacar maka jadi seolah biasa tukeran password lalu pacar tahu email dan password media sosial kita. Jadi nggak hanya berlaku di satu atau dua anak saja, hampir merata malah. Alasannya semacam bentuk kontrol bagi pasangan dengan mengetahui email dan password media sosialnya. Padahal mereka nggak tahu betapa berbahayanya memberikan email dan password ke pacar.
Kadang sampai akun media sosialnya beranak pinak begitu. Mungkin abis kasih email dan password ke pacar, lalu putus. Terus pacarnya ganti password medsosnya dan setelah itu nggak bisa diakses lagi kan. Akhirnya bikin akun baru.
Secara medsos bagi anak-anak sekarang kayak vitamin. Pelengkap bumbu kehidupan. Eksistensi diri bisa dilihat di postingan media sosialnya masing-masing. Kita juga bisa menebak setiap kondisi yang mereka lalui dan postingnya.
Ini ancaman serius loh ya…!
Zaman sekarang apa sih yang nggak bisa di edit? Yang bohong aja bisa kelihatan beneran kok.
Bisa saja nanti ada yang memanfaatkan akun medsos kita untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran UU ITE atau UU Pornografi. Kan kita nggak tahu, apakah selamanya akan pacaran sama orang itu. Bisa jadi 1 atau 2 bulan, terus putus.
Lah, semua akun medsos dia tahu. Bersyukur kalau dia baik dan nggak ganti email dan password akun. Jika diganti? Jelas ada kemungkinan dong dia bisa saja melakukan hal-hal di luar dugaan. Karena pacar sekali pun, tetap nggak bisa dipercaya 100 persen. Apalagi kalo udah jadi mantan.
***
Kadang hal seperti ini perlu menjadi bahan diskusi di tengah-tengah anak dan remaja. Tidak semua hal perlu diberi tahu ke pacar, apalagi sampai tukeran password akun pribadi.
Gunakanlah internet yang sehat. Jangan salah aplikasi beragam, juga beragam penggunaannya. Perlu sekali memahami keamanan dari akun yang kita miliki di setiap aplikasi tersebut.
Cerdas jaman now itu salah satunya cerdas menggunakan media sosial.[]