• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Dampak Gelombang Panas, Apakah Manusia yang Berhak dan Punya Bagian atas Dunia ini?

Tugas manusia sebagai khalifah fil ard harus menunjukan kemaslahatan di muka bumi bukan hanya kepada manusia tetapi juga hewan, tumbuhan, dan ekosistem yang ada di alam semesta

Aida Nafisah Aida Nafisah
01/05/2023
in Publik
0
Gelombang Panas

Gelombang Panas

588
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Berita tentang gelombang panas yang terjadi akhir-akhir ini ramai diperbincangkan jagat sosial media. Banyak video-video dampak gelombang panas ini beredar, misalnya di Negara bagian asia selatan seperti India dan Bangladesh.

Di Indonesia bahkan beberapa orang membagikan postingan tentang panasnya cuaca akhir-akhir ini. Seperti seorang tiktoker yang melakukan eksperimen memasak telor hanya dengan meletakkan panci di depan rumahnya di kawasan Depok, Jawa Barat.

Sebagai orang yang tinggal di Cirebon, aku juga merasakan hal yang sama.  Namun BMKG memberikan klarifikasi bahwa kejadian ini bukanlah gelombang panas, tetapi musim kemarau yang biasa terjadi di pertengahan tahun.

Terlepas dari itu semua, menurutku fenomena alam yang terjadi saat ini adalah hal yang serius. Sudah saatnya kita kembali menggaungakn kampanye tentang menjaga bumi. Karena yang hidup di dunia ini bukan hanya manusia.

Aku jadi teringat akhir pada bulan Februari 2023 lalu, Mubadalah.id mengadakan Launching Kompilasi Artikel dengan tema Keadilan Gender dan Kelestarian Lingkungan. Ibu Dr. Nur Rofiah dan Bapak Wakhit Hasyim hadir sebagai narasumber.

Baca Juga:

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

Nyai Nur Rofiah: Keadilan Hakiki di Tengah Luka Sosial Perempuan

Keduanya saling melengkapi dengan fokus isu masing-masing, Ibu Nur membahas isu gender dan Pak Wakhit isu lingkungan. Seperti ruang perjumpaan, aku jarang mengikuti pertemuan dengan dua isu ini dalam satu waktu, atau biasanya kita kenal dengan istilah ekofeminisme.

Pada proses diskusinya, Ibu Nur merefleksikan sebuah kesimpulan yang menarik tentang relasi manusia dengan alam, dalam perspektif “keadilan hakiki-nya.” Lalu muncul pertanyaan, apakah manusia satu-satunya makhluk yang berhak dan punya bagian atas dunia ini?

Antroposentris dalam perspektif keadilan hakiki

Ibu Nur menjelaskan bahwa Keadilan hakiki itu sebetulnya tidak menjadikan siapapun sebagai standar tunggal kemaslahatan pihak lain. Dalam konteks relasi manusia misalnya, laki-laki bukan standar tunggal perempuan karena pengalaman hidupnya berbeda, tidak juga menjadikan satu kaum menjadi standar tunggal kebangsaan. Misalnya menjadikan Arab standar tunggal Islam.

Begitupun terhadap alam. Ada yang namanya antroposentris. Di mana menjadikan manusia sebagai pusat standar tunggal kehidupan ini. Hal ini mendapatkan banyak kritikan dalam gerakan perlindungan alam. Manusia dianggap sebagai pusat alam semesta dan makhluk lain di bumi ini adalah objek, buntut dari pandangan ini adalah eksploitasi lingkungan yang berlebihan.

Hal ini seringkali disalahgunakan oleh beberapa pihak yang kuat dengan mengatasnamakan Tuhan. Misalnya rakyat harus taat penguasa, istri harus taat suami, dan hasilnya malah menuhankan manusia, begitu pun dengan alam yang kita paksa menuhankan manusia.

Antroposentris hanya tidak bisa direduksi jika relasinya dengan Tuhan (teosentris). Tuhan yang paling berhak menentukan apa-apa yang terjadi di alam. Manusia tidak berdaya di hadapan Tuhan begitupun antroposentris.

Namun manusia punya bekal dengan akal oleh Allah, manusia mampu merespon apa-apa yang terjadi di alam. Misalnya peritiwa gelombang panas tadi, bahwa hal itu bukan serta-merta terjadi atas kemauan alam. Pasti ada campur tangan manusia di sana, efek rumah kaca, penggundulan hutan, penggunaan energi yang masih tidak ramah terhadap alam dan lainnya.

Bukankah Tuhan sendiri yang memerintahkan manusia untuk menjadi pemimpin di muka bumi?

Dalam konteks relasi manusia dengan alam, antroposentris memang bisa bermakna negatif dengan cara menundukkan alam. Misalnya kita memahami manusia sebagai khalifah di muka bumi, sehingga semua makhluk harus tunduk pada manusia, ini adalah cara pandang yang keliru.

Tugas manusia sebagai khalifah fil ard harus menunjukan kemaslahatan di muka bumi bukan hanya kepada manusia tetapi juga hewan, tumbuhan, dan ekosistem yang ada di alam semesta. Sebagai manusia kita harus sadar bahwa kekhalifahan harus dipahami sebagai tanggung jawab, bukan hak. []

Tags: Cuaca EkstremGelombang PanasGlobal WarmingIsu LingkunganKeadilan HakikiPerubahan Iklim
Aida Nafisah

Aida Nafisah

Sedang belajar menjadi seorang ibu

Terkait Posts

Jam Masuk Sekolah

Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

7 Juni 2025
Iduladha

Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban

7 Juni 2025
Masyarakat Adat

Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

7 Juni 2025
Toleransi di Bali

Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

7 Juni 2025
Siti Hajar

Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

7 Juni 2025
Relasi Kuasa

Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

7 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID