Mubadalah.id – Jika merujuk argumentasi KUPI tentang kekerasan seksual maka, bagi KUPI segala bentuk kekerasan seksual sangat melanggar prinsip hifzh an-nasl atau perlindungan keluarga.
Sehingga, bagi KUPI, kekerasan seksual baik di luar atau di dalam ikatan pernikahan adalah haram karena mengancam nilai-nilai ideal berkeluarga yang telah digariskan al-Qur’an.
Seperti prinsip saling berbuat baik (mu’asyarah bi al-ma’ruf, QS. an-Nisa’ (4): 19), dan saling melindungi (hunna libasun lakum wa antum libisun lahunn, QS. al-Bagarah (2): 187). Serta saling menghadirkan ketenangan dan cinta kasih (sakinah, mawaddah, rahmah, QS. ar-Rum (30): 21).
Karena prinsip-prinsip perlindungan keluarga ini sudah ditegaskan al-Qur’an sebagai norma agama. Maka kekerasan seksual bagi KUPI telah melanggar prinsip “perlindungan nilai agama” (hifzh ad-din).
Dengan data-data kekerasan seksual yang mengancam jiwa perempuan, bahkan beberapa sampai pada kematian. Maka ia juga bisa dianggap melanggar prinsip “perlindungan jiwa” (hifzh an-nafs).
Begitu pun data-data kekerasan seksual yang mengakibatkan trauma psikis yang akut, merusak mental dan akal. Maka kekerasan seksual bagi KUPI telah dipandang mengancam prinsip perlindungan akal (hifzh al-‘aql).
Mengancam Perlindungan Harta
Tentu saja, seseorang yang mengalami trauma, mental dan akal tidak stabil, akan kesulitan mengelola dan menjaga keuangan keluarga. Sehingga, kekerasan seksual juga, bagi KUPI, bisa mengancam prinsip “perlindungan harta” (hifzh al-mal).
Dus, bagi KUPI, kerangka maqashid asy-syari’ah ini dipahami secara integral, di mana satu kasus dikaitkan dengan semua kandungan dari al-kulliyat al-khams (prinsip-prinsip yang lima).
Hal yang sama juga dengan pernikahan di usia anak, di mana ia secara fisik dan psikis belum cukup matang untuk membangun sebuah keluarga. Pernikahan mereka yang masih berusia kanak-kanak. Sebagaimana merujuk berbagai data, besar kemungkinan akan sulit berkomunikasi secara baik dan susah mengelola konflik pasutri.
Jika perempuan usia anak hamil, ia akan berisiko tinggi pada kesehatan dan kematian. Jika anak-anak melahirkan anak, tentu sulit untuk mampu menjadi orang tua yang arif dalam mengurus dan mendidik anak.
Segala kondisi ini, dalam logika fatwa KUPI, bertentangan dengan prinsip hifzh an-nasl. Karena itu, fatwa KUPI mewajibkan semua pihak. Terutama orangtua dan negara, untuk melindungi mereka yang masih berusia anak agar tidak menikah. []