Sejak diberlakukan aturan lockdown yang secara tegas mengatur aturan bersosialisasi selama masa pandemi corona, banyak pemberitaan meng-highlight tentang meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga. Seperti yang dituliskan di dalam websitenya tum.de., sebuah penelitian di Jerman mencatat sekitar 3 persen wanita di Jerman mengalami kekerasan fisik, 3,6 persen mengalami pemerkosaan oleh partner mereka, dan 6,5 persen anak anak terkena hukuman fisik selama pandemic covid-19. Di dalam kasus keluarga atau pasangan yang salah satu atau semua anggota keluarga harus dikarantina, angka kekerasan ini lebih meningkat. Bagaimana kekerasan dalam rumah tangga sendiri dalam perspektif Islam?
Tahun 2020 merupakan tahun dengan ujian hebat bagi seluruh manusia di muka bumi ini. Tidak memandang Negara maju atau Negara berkembang, virus corona telah membuat kita secara drastis merubah kebiasaan dalam segala aspek kehidupan. Kegiatan bersosialisasi di luar rumah menjadi dibatasi karena punya potensi yang besar dalam penyebaran virus Covid-19 ini.
Walaupun terkadang perempuan dapat melakukan kekerasan fisik di dalam rumah tangga, tetapi sebuah penelitian mencatat bahwa kekerasan fisik lebih banyak dilakukan oleh pria kepada wanita. Efek dari tindakan ini tidak hanya berdampak pada pasangan, tetapi juga terhadap anak-anak yang sedang tumbuh berkembang, dan tinggal dalam satu rumah, menyaksikan kekerasan ayah terhadap ibunya. Hal ini dapat berakibat baik secara langsung maupun tidak langsung serta mempunyai pengaruh jangka panjang dengan munculnya kebiasaan buruk anak akibat trauma.
Masalah ini sendiri sudah ada sejak jaman dahulu. Bahkan ketika agama Islam sampai ke Negara Arab, salah satu masalah social saat itu adalah kekerasan dalam rumah tangga. Wanita diberlakukan seperti komoditas dan property oleh kaum Jahiliyah. Kaum Jahiliyah juga lebih memilih anak laki-laki dan membunuh anak perempuannya.
Di dalam Q.S Al Isra (17): 40 disebutkan, “Maka apakah pantas Tuhan memilihkan anak laki-laki untukmu dan Dia mengambil anak perempuan dari malaikat? Sungguh, kamu benar-benar mengucapkan kata yang besar (dosanya)”. Dari ayat tersebut dapat kita baca bahwa orang orang Jahiliyah menuduh Allah SWT memiliki anak perempuan dari kalangan Malaikat sedangkan mereka memilih dan mengutamakan anak laki-laki untuk diri mereka sendiri. Sungguh itu merupakan perbuatan yang tidak beradab, yang mereka lakukan kepada Allah SWT, Tuhan Pencipta mereka.
Perbuatan kaum Jahiliyah yang membunuh anak perempuan mereka dengan cara menguburkan hidup-hidup, dapat kita baca di Q.S An-Nahl (16): 58-59, yang berbunyi: “Dan apabila seseorang dari mereka menerima kabar bahwa telah terlahir untuknya seorang anak perempuan, wajahnya menjadi hitam karena merasa sedih dan ia pun amat bermuram durja. Lalu ia berusaha untuk bersembunyi dari penglihatan orang, agar tidak tampak kesedihan yang menimpa dirinya karena kelahiran anak yang dikabarkan kepadanya itu. Ia pun diliputi kebimbangan menguburkannya hidup-hidup. Perhatikanlah, hai orang yang mendengar, alangkah buruknya perbuatan mereka! Sungguh amat buruk ketetapan mereka yang menyatakan bahwa apa yang mereka benci adalah milik Allah.”
Ajaran Islam terbukti memerdekakan wanita dari kekerasan yang menimpanya. Islam juga mengajarkan bahwa laki-laki dan wanita diciptakan dari satu nafs (jiwa) dan seimbang kedudukannya seperti yang ada di dalam Q.S An-Nisaa (4):1. Ayat Al Qur’an ini biasanya dibacakan ketika shalat jum’at atau di upacara pernikahan berbunyi, “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan yang telah menciptakan kalian dari satu nafs (jiwa). Dari satu nafs itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari sepasang nafs tersebut Dia kemudian memperkembangbiakkan banyak laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya dari nafs yang satu itulah kalian berasal. Takutlah kepada Allah, tempat kalian memohon segala yang kalian butuhkan dan yang nama-Nya kalian sebut dalam setiap urusan. Peliharalah tali silaturahmi dan janganlah kamu putuskan hubungan silaturahmi itu, baik yang dekat maupun yang jauh. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi diri kalian. Tidak ada satu pun urusan kalian yang tersembunyi dari-Nya. Allah akan membalas itu semua.”
Al Qur’an juga memerintahkan para suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik meskipun seandainya dia tidak menyukai sang istri, seperti yang diterangkan dalam Q.S An-Nisaa (4):19, yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Yang terakhir Nabi Muhammad SAW sebagai panutan kita, seperti yang dikisahkan oleh Abu Hurairah ra, Beliau selalu berkata kepada sahabatnya, “Yang paling lengkap dari orang percaya dalam iman, adalah orang dengan karakter terbaik. Dan yang terbaik dari Kamu adalah mereka yang terbaik untuk wanita mereka. “(At-Tirmidzi dan disahkan oleh Al-Albani).
Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata: “Yang terbaik di antara kamu adalah yang terbaik kepada istrinya, dan aku yang terbaik dari kamu untuk istriku,” Ibnu Majah dan disahkan oleh Al-Albani.
Kesimpulannya kekerasan di dalam rumah tangga tidak dibenarkan dari segi apapun di dalam rumah tangga. Islam mengajarkan untuk menghormati kaum perempuan. Di dalam ajarannya sendiri agama Islam menitikberatkan kepada saling menghargai dan menghormati, cinta dan kesabaran serta kasih sayang dan saling memaafkan. []