Mubadalah.id – Pagi itu di sebuah acara Temu Inklusi 5 di Situbondo, saya sedang menjaga sebuah stand yang fokus untuk memberikan edukasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi, serta pelayanan konseling untuk korban kekerasan seksual.
Di hari kedua menjaga stand ini, ada seorang laki-laki yang merupakan salah satu karyawan perusahaan BUMN datang melihat brosur-brosur yang kami pajang.
“Mbak ini tentang apa ya?” tanya laki-laki yang selanjutnya akan saya sebut sebagai Mr. B.
Saya pun menjelesakan bahwa kami berfokus untuk pemberian edukasi mengenai kesehatan seksual dan reproduksi serta penyediaan layanan konseling bagi korban kekerasan seksual.
Laki-laki Belajar KESPRO Dianggap Lucu
Mr. B kemudian mengambil sebuah brosur tentang kontrasepsi dan mulai bercerita bahwa sang istri menggunakan kontrasepsi IUD. Banyak hal yang ia ceritakan mengenai istrinya yang saat ini menggunakan kontrasepsi IUD tersebut sembari membaca brosur yang ia bawa.
Namun bukan hal tersebut yang ingin saya sorot di sini, melainkan respon teman-temannya ketika Mr.B datang ke stand ini. Sejak awal Mr. B datang teman-temannya sudah melemparkan candaan yang mengarah ke bullying.
Bahkan ketika ia bertanya-tanya tentang program ini, teman-temannya mengolok-ngoloknya sambil tertawa seakan hal yang sedang ia lakukan adalah perbuatan lucu atau salah.
“Ini ilmu, belajar ini,” ujarnya kepada teman-temannya.
Lalu selain Mr. B, ada segorombolan mahasiswa yang datang untuk melihat-lihat. Salah satu dari gerombolan mahasiswa itu juga menanyakan beberapa hal dan mengambil semua brosur yang tersedia di meja, sebut saja Mr.Y.
“Mbak ini pelaku kekerasan mbak,” ujar salah satu temannya sambil menunjuk kepada Mr. Y yang disertai dengan gelak tawa teman-teman lainnya.
Mitos dan Tabu
Seperti pada gerombolan mahasiswa yang datang pagi itu, sebagian dari mereka malah membuat guyonan tentang kekerasan seksual. Sementara untuk yang lainnya tidak tahu bentuk-bentuk kekerasan seksual dan hak kesehatan seksual dan reproduksi.
Ketidak tahuan mereka bukanlah hal yang patut kita cemooh. Namun perlu kita kritisi lagi bahwa ternyata belum semua lembaga pendidikan memberikan edukasi seksual.
Terlebih lagi di beberapa kultur masyarakat masih menganggap bahwa edukasi seksual adalah hal tabu. Sehingga sedikit remaja bahkan orang dewasa yang membicarakan mengenai kesehatan seksual dan reproduksi mereka.
Bahkan yang beredar adalah mitos-mitos yang entah dari mana datangnya dan biasanya menyesatkan. Dalam survei yang pernah saya buat secara online, di mana korespondennya adalah remaja. Para remaja laki-laki percaya bahwa meminum jamu dapat menghindarkan mereka dari IMS.
Tidak hanya itu, remaja perempuan juga terpapar mitos yang sama bahwa nanas muda, sprite, dan ragi bisa menggugurkan kandungan. Padahal belum ada penelitian ilmiah yang bisa membuktikan kedua mitos tersebut. Hal tersebut mencerminkan bahwa tingkat pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi masih sangat minim.
Benarkah Laki-Laki Tidak Perlu Belajar Kespro?
Jika bertanya kepada saya, maka jawabannya adalah PERLU. Baik laki-laki dan perempuan kita wajibkan untuk belajar. Karena belajar tentang kesehatan seksual dan reproduksi itu seharusnya tidak menjadi hal tabu baik bagi laki-laki maupun perempuan. Sehingga tidak ada lagi mitos yang menyesatkan namun tetap dilakukan.
Contoh kasus di atas tentu saja membuat saya miris, mengapa laki-laki yang ingin belajar tentang kespro malah dianggap lucu dan dijadikan bahan guyonan? Selama ini laki-laki hanya mengetahui tentang organ-organ reproduksi yang terlihat saja, bahkan tidak banyak yang mengetahui nama-nama dari organ reproduksinya sendiri.
Bahkan mayoritas dari mereka tidak ada yang dengan gamblang menyebut nama organ reproduksinya dengan benar. Namun menggunakan kata ganti seperti ‘burung’. Padahal dalam ilmu sains nama yang benar adalah penis. Realitanya kata tersebut seolah-olah menjadi kata kotor yang tidak patut diucapkan.
Begitu juga dengan perempuan, masyarakat seolah membentuk perempuan sejak kecil untuk tidak mengucapkan kata vagina dan payudara. Bukankah hal tersebut sangat memprihatinkan? Di mana laki-laki dan perempuan yang tidak mendapatkan edukasi seksual akan tetap mempercayai mitos-mitos tersebut.
Seharusnya masyarakat terutama teman malah mendukung apabila ada teman terutama laki-laki yang sadar dan ingin belajar tentang Kespro. Jika lingkungan sekitar supportif maka akan lebih banyak laki-laki yang tidak malu untuk belajar mengenai Kespro.
Remaja laki-laki yang belajar tentang Kespro akan tahu mengenai anatomi tubuhnya, mengetahui resiko-resiko yang bisa dihadapi. Sehingga akan lebih banyak laki-laki yang membuat pilihan dengan sadar dan bertanggung jawab. []