Mubadalah.id – Jika bicara soal kasidah, mungkin yang terlintas di pikiran kita adalah Grup Nasida Ria. Grup Kasidah yang berdiri sejak tahun 1975 ini, rekam jejaknya memang tidak hanya di kancah nasional, melainkan sudah mendunia. Namun sebelum itu apakah salingers tahu bahwa Rofiqoh Darto Wahab merupakan sosok ulama perempuan pelopor kasidah modern pertama di Indonesia lho!
Dalam buku Ulama Perempuan Nusantara, Jamal D Rahman menuliskan bahwa Rofiqoh merupakan generasi awal qariah sekaligus penyanyi kasidah pertama yang berhasil masuk dapur rekaman. Ketertarikannya pada seni qiroah, dengan bakat suaranya yang indah mengantarkan Rofiqoh melenggang jauh dalam dunia kasidah.
Sebagai bagian dari seni musik Islami, syair-syair dalam kasidah sering memuat nilai-nilai keislaman maupun sanjungan kepada Nabi SAW. Secara historis, kemunculan kasidah untuk pertama kalinya dapat dijumpai saat hijrahnya Nabi SAW ke Madinah. Pada saat itu Kaum Anshar menyambut kedatangan Nabi beserta rombongan kaum Muhajirin dengan menyanyikan lagu-lagu pujian dan sanjungan yang diiringi oleh musik rebana.
Keluarga dan Latar Belakang Pendidikan
Rofiqoh lahir pada 18 April 1945, empat bulan sebelum kemerdekaan Indonesia. Lahir di Keranji, Kedungwuni, Pekalongan dari pasangan KH Munawwir dan Hj Munadzorah. Ayahnya merupakan pengasuh Pesantren Munawirul Anam Pekalongan. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga Pesantren Buntet.
Sebagaimana keluarga pesantren, pendidikan Rofiqoh juga berlangsung di beberapa pesantren seperti Mu’allimat Wonopringgo (Pekalongan), Pesantren Lasem (Rembang), Pesantren Buntet (Cirebon). Di pesantren terakhir ini Rofiqoh banyak belajar tentang seni qiroah yang kemudian mengantarkannya menjadi penyanyi kasidah kelak.
Ia menemukan pasangan hidupnya saat berada di Jakarta pada tahun 1965. Yakni seorang mantan jurnalis yang beralih menjadi pengacara, Darto Wahab. Seperti tradisi masyarakat saat itu, nama suami kemudian tersemat di belakang nama Rofiqoh.
Perjalanan Karier
Dalam Majalah violetta edisi 29 Juli 1975 seperti dikutip oleh historia.id, karier Rofiqoh sebagai penyanyi kasidah maupun qiroah sudah terlihat sejak kanak-kanak. Yakni ketika ia memenangkan perlombaan baca Al-Quran tingkat desa saat berusia 15 tahun. Hal ini ternyata menjadi gerbang awal bagi Rofiqoh dalam setiap ajang perlombaan pada tingkat berikutnya.
Anugerah suara yang indah, tekad yang keras, serta dorongan dari keluarga dan para guru menjadi modal bagi Rofiqoh untuk melangkah ke depan. Prestasi Rofiqoh mulai melaju jauh saat memenangkan MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an) tingkah Provinsi Yogyakarta, dan kemudian tingkat Provinsi Jawa Tengah.
Seni Qiroah merupakan bagian dari ekspresi estetis Islam yang kerap berdampak pada perluasan ekspresi dalam seni suara lainnya, termasuk kasidah sebagaimana hobinya.
Rofiqoh tampil di hadapan publik untuk pertama kalinya pada tahun 1964 di kota kelahirannya. Berkat kepiawaiannya dalam melantunkan kasidah ternyata menarik perhatian tamu-tamu yang berasal dari Jakarta saat itu.
Pada tahun berikutnya, Rofiqoh mendapat undangan untuk melantukan ayat suci Al-Qur’an dan berkasidah di istana negara saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Hal ini berlangsung sebelum meletusnya peristiwa G30S/PKI.
Ternyata hal tersebut menjadi titik balik bagi Rofiqoh yang mengantarkannya masuk ke dunia rekaman. Ia dilirik oleh Rustam dan mengajaknya untuk mengisi acara kasidah di Radio Republik Indonesia (RRI). Mulai saat itu suara Rofiqoh kerap menghiasi acara-acara keagamaan dan hiburan di RRI dan juga TVRI.
Pada saaat itu ia mengisi kegiatan di RRI dan TVRI tanpa ada iringan musik. Pada tahun 1970-an rekamannya bersama grup orkes Bintang-Bintang Ilahi yang Agus Sunaryo pimpin kemudian booming di pasaran. Agus memasukkan unsur musik modern untuk mengiringi kasidah seperti keyboard, bass elektrik, dan gitar elektrik.
Rofiqoh termasuk sosok yang produktif dalam menelurkan album-album kasidah. Karyanya yang popular antara lain Hamawi Ya Mismis, Habibi Qalbi, Semoga di Surga, Baladi Libarakallah dan lagu-lagu gambus.
Mematahkan Stigma
Kehadiran Rofiqoh dalam dunia seni musik mematahkan stigma masyarakat yang menganggap bahwa musik itu haram, makruh, atau pun mubah pada saat itu. Apalagi Rofiqoh merupakan seorang perempuan yang berkarier di dunia musik. Di mana banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa suara perempuan itu adalah aurat.
Dalam hal ini pengasuh PP al-Ma’shumiy Prajekan Bondowoso, Nyai Hajjah Ruqayyah Maksum mengatakan bahwa anggapan tersebut hendaknya kita patahkan. Beliau menyampaikan alasan bahwa pada zaman Nabi pun banyak perempuan yang mengajar pengetahuan keagamaan kepada publik, baik laki-laki maupun Perempuan. Sayyidah Aisyah misalnya.
Adapun perempuan yang membuat-buat suara seperti desahan yang mampu memancing syahwat laki-laki bukanlah alasan tepat untuk menggenaralisir bahwa suara perempuan adalah aurat. Hal tersebut karena pada saat ini tidak hanya perempuan, suara laki-laki pun juga dapat memancing syahwat. Dan yang saya sebutkan terakhir ini mengapa tidak dipermasalahkan jika tujuannya untuk saddudz dzariyah?
Pun, menurut Faqihuddin Abdul Kodir, sebagaimana laki-laki, suara perempuan bukanlah aurat. Perempuan bebas menggunakan suaranya untuk menyampaikan ide, gagasan, dan apa yang ia butuhkan. Memang dalam relasi sosial, segala aktivitas perlu dilandasi dengan sopan santun serta menghindarkan diri dari hal yang mengarah pada perbuatan dosa.
Namun menurut Kang Faqih – sapaan akrabnya, hal tersebut bukan berarti untuk membatasi perempuan lantas membiarkan pihak laki-laki bebas sedemikian rupa. Rofiqoh adalah sosok dari kalangan pesantren yang justru berkecimpung sebagai penyanyi kasidah. Dan hal ini bukanlah sesuatu yang salah.
Meskipun pada awal kemunculannya juga tidak luput dari tentangan ulama lainnya. Namun berkat kegigihan serta dukungan dari pihak lain, Rofiqoh menjadi titik awal kemunculan kasidah modern lainnya seperti Nasida Ria, Sulis, dan Haddad Alwi yang popular dalam mensyi’arkan ajaran Islam melalui seni kasidah modern. []