Mubadalah.id – Aha! Ini malam Jum’at, malam yang selalu kita jumpai setiap seminggu sekali. Malam yang–dalam tradisi umat Muslim–identik dengan salah satu amalah sunah yakni bersebadan. Saya memilih istilah ‘bersebadan’, ketimbang istilah lainnya. Istilah ini dirasa jauh lebih ramah dan mendidik. Untuk itu silakan dicek, mulai dari status, komentar, meme dan lain serupanya akan banyak berseliweran di jagat dunia maya menyangkut hal ini. Juga, kesalingan dalam bersebadan itu sangat penting.
Kedudukan bersebadan dengan ibadah lainnya setara, tidak ada ibadah yang lebih tinggi pahalanya, sementara ibadah yang lain sedikit pahala. Sepanjang kedudukannya sunah, semua ibadah baik dilakukan.
Sepanjang diniatkan ibadah, aktivitas bersebadan memang sangat dianjurkan untuk pasangan istri dan suami. Aktivitas ini menjadi salah satu cara untuk memupuk halaman rumah tangga agar senantiasa subur dan gembur. Salah satu alternatif yang efektif untuk para istri dan suami dalam membangun komunikasi rumah tangga. Selain memang bernilai ibadah, aktivitas ini, menurut medis sangat menyehatkan.
Nah bagi yang belum menikah tentu hanya bisa gigit jari. Hehe. Ya bagi yang belum menikah dan berumah tangga, nikmati saja masa lajangmu. Jangan terpengaruh oleh apapun. Yakin dengan tekadmu untuk agar menikah tepat pada waktunya. Menikah itu berkah bukan karena kecepatan melainkan ketepatan. Menikah itu bukan lomba lari, jadi yang menjadi pemenang tidak mesti yang menikahnya paling cepat.
Lagi pula ibadah-ibadah yang dianjurkan di malam Jum’at ini terlalu banyak. Bersebadan hanya salah satu saja dari sekian banyak ibadah yang lain. Kita bisa memperbanyak istighfar, shalawat, sedekah, itikaf, membaca Al-Qur’an, tahlilan dan lain serupanya. Kedudukan bersebadan dengan ibadah lainnya setara, tidak ada ibadah yang lebih tinggi pahalanya, sementara ibadah yang lain sedikit pahala. Sepanjang kedudukannya sunah, semua ibadah baik dilakukan.
Sekadar sharing, untuk memperjelas saja, agar kita tidak terjerumus pada aktivitas berbalas komentar secara langsung maupun di media sosial yang konyol, kontra-produktif dan membosankan. Adalah pertama, tentang hadis yang menyebutkan bahwa apabila istri menolak diajak bersebadan oleh suaminya maka akan dilaknat oleh banyak Malaikat. Kita mesti hati-hati memahami hadis ini. Kita harus tahu kenapa istri sampai menolak ketika diajak bersebadan? Apakah karena ia sedang tidak enak badan, kesal dengan suami, atau sedang punya masalah yang lain? Dan perlu diingat bahwa hadis ini berlaku juga bagi suami. Maksudnya apabila istri mengajak bersebadan lalu suami menolak tanpa alasan yang jelas, maka laknat Malaikat pun berlaku bagi suami. Ada relasi timbal balik di sini.
Yang kedua, bahwa harus dipahami, bahwa senikmat-nikmatnya bersebadan yang diulang-ulang, percayalah kenikmatannya akan terus berkurang, seriring berjalannya waktu dan usia yang terus bertambah. Bersebadan ketika malam pertama (masa pengantin baru) akan berbeda kualitas kenikmatannya ketika istri dan suami sudah memasuki usia senja. Oleh karena itu, ukuran kualitas bersebadan tidak bisa diukur secara serampangan. Ibarat kita makan sebuah roti manakala lapar, kita pun akan memakannya dengan lahap, tetapi manakala sampai pada roti ke 2, 3 dst-nya kenikmatannya akan terus berkurang. Jadi tetap jangan berlebihan membicarakan kenikmatan bersebadan.
Yang lebih penting dari bahwa bersebadanlah dengan nikmat. Menurut kenikmatan istri dan suami, bukan menurut istri dan suami yang lain. Keduanya harus merasakan kenikmatan yang sama, saling terbuka, saling menikmati, saling menyenangkan. Tak boleh ada yang sewenang-wenang. Maka di sinilah pentingnya membangun komunikasi yang baik antara istri dan suami. Dan mesti dipahami bahwa aktivitas bersebadan hanya salah satu cara dan ibadah dari sekian banyak kenikmatan ibadah yang lain.
Walhasil, nikmatilah malam Jum’at ini semampunya, dengan sederhana dan apa adanya. Bagi para istri dan suami yang kebetulan sedang berjauhan jarak, jangan iri dan kecewa, karena kenikmatan dalam rumah tangga tidak melulu karena bersebadan. Berpuasa sunahlah untuk menjaga diri agar kita bisa mengelola nafsu dan syahwat. Sehingga dengan demikian, betapapun jarak berjauhan, istri dan suami tetap mampu menjaga hubungan, tidak malah berkhinat dan melakukan hal-hal yang dilarang agama.
Wallaahu a’lam.
Mamang M Haerudin (Aa)
Pesantren Bersama Al-Insaaniyyah, 27 Juli 2017, 19.33 WIB.