Mubadalah.id – Nabi Muhammad Saw merupakan sosok yang mulia, yang menjalankan semua pesan keesaan Tuhan dengan seluruh keyakinan dan kepercayaan diri. Hal ini karena keesaan Tuhan berarti manusia harus tunduk dan patuh kepada-Nya, tidak boleh kepada yang lain.
Keesaan Tuhan juga berarti bahwa manusia harus terbebas dari belenggu-belenggu yang menindas dan praktik-praktik kebudayaan dan peradaban tiran dan non-humanis.
Hal itu hanya bisa Nabi Muhammad Saw lakukan dengan mempertahankan, menyebarkan, dan memperjuangkan prinsip tauhid tersebut, meski harus dengan menyerahkan nyawanya sekalipun. Menegakkan tauhid adalah menghidupkan kemanusiaan.
Abu Thalib, paman nabi yang tercinta dan yang amat mencintai beliau, diminta oleh para petinggi Quraisy agar membujuk keponakannya itu dengan segala cara yang mungkin agar beliau menghentikan seruan tauhid itu.
“Abu Thalib,” kata mereka, “keponakanmu itu sudah memaki berhala-berhala kita, mencela agama kita, tidak menghargai harapan-harapan kita, dan menganggap sesat nenek moyang kita. Sekarang, harus kau hentikan ia, dan kalau tidak, kami sendiri yang akan menghadapinya.”
Kepada sang paman, nabi dengan tegas mengatakan:
“Demi Allah, wahai Paman, andai kata mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku untuk memaksaku agar meninggalkan tugas suci ini, sungguh tidak akan aku tinggalkan sampai Tuhan memberiku kemenangan atau aku mati karenanya.”
Ini pernyataan yang amat berjuta-juta Muslim di seluruh dunia ingat dan kenang. Yaitu, pribadi Nabi Muhammad Saw yang lembut ternyata juga pribadi yang kukuh dan teguh dalam pendiriannya. Bahkan pada satu itu, seteguh karang yang tumbuh berabad-abad di laut. Tuhan memerintahkan nabi untuk mengatakan kepada mereka tanpa ragu dan gentar. []