Selasa, 21 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

    Isu Disabilitas

    Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Ekofeminisme di Indonesia

    Kajian Ekofeminisme di Indonesia: Pendekatan Dekolonisasi

    Trans7

    Merespon Trans7 dengan Elegan

    Banjir informasi

    Antara Banjir Informasi, Boikot Stasiun Televisi, dan Refleksi Hari Santri

    Refleksi Hari Santri

    Refleksi Hari Santri: Memoar Santri Putri “Nyantri” di California

    Feodalisme di Pesantren

    Membaca Ulang Narasi Feodalisme di Pesantren: Pesan untuk Trans7

    Membaca Buku

    Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

    Suhu Panas yang Tinggi

    Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

    Sopan Santun

    Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    Aksi Demonstrasi

    Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan

    Isu Disabilitas

    Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    Keadilan Gender

    SIKON CILEM UIN SSC Cirebon Angkat KUPI sebagai Gerakan Global Keadilan Gender Islam

    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Ekofeminisme di Indonesia

    Kajian Ekofeminisme di Indonesia: Pendekatan Dekolonisasi

    Trans7

    Merespon Trans7 dengan Elegan

    Banjir informasi

    Antara Banjir Informasi, Boikot Stasiun Televisi, dan Refleksi Hari Santri

    Refleksi Hari Santri

    Refleksi Hari Santri: Memoar Santri Putri “Nyantri” di California

    Feodalisme di Pesantren

    Membaca Ulang Narasi Feodalisme di Pesantren: Pesan untuk Trans7

    Membaca Buku

    Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

    Suhu Panas yang Tinggi

    Ketika Bumi Tak Lagi Sejuk: Seruan Iman di Tengah Suhu Panas yang Tinggi

    Sopan Santun

    Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

    Aksi Demonstrasi

    Dari Stigma Nakal hingga Doxing: Kerentanan Berlapis yang Dihadapi Perempuan Saat Aksi Demonstrasi

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengkritisi Ulama, Suul Adab Kah?

Jadi, sebenarnya boleh ngga sih kita mengkritisi ulama? Apakah tidak kualat nantinya? Kira-kira begitu yang muncul di benak saya.

Muhammad Nasruddin Muhammad Nasruddin
2 Februari 2024
in Personal, Rekomendasi
0
mengkritisi ulama

mengkritisi ulama

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebenarnya saya agak ragu untuk menuliskan topik ini. Akan tetapi rasanya pikiran-pikiran tentang hal tersebut semakin hari semakin berkecamuk. Apalagi melihat realitas sekarang di mana banyak perdebatan di antara para figur keagamaan. Jadi, sebenarnya boleh ngga sih kita mengkritisi ulama? Apakah tidak kualat nantinya? Kira-kira begitu yang muncul di benak saya.

Saya berusaha menuliskannya dari perspektif sebagai orang awam yang menyimpan berbagai tanda tanya.

Sebagai seorang santri yang berdialektika di kalangan akar rumput, menempatkan adab di atas ilmu adalah pakem yang tak boleh tercerabut. Paham ini sudah mengakar kuat. Di mana kita hendaknya selalu ndherek dhawuh atas apa yang kiai atau ulama titahkan.

Namun dalam pergumulan sekarang ini, di mana budaya tradisional dan modern semakin bergesekan, muncul problematika yang semakin kompleks. Budaya modern yang cenderung mengedepankan rasionalitas membuat saya menjadi bingung.

Tradisi lama yang telah jamak menjadi pedoman utama seolah-olah tercabik-cabik oleh kekuatan nalar dan logika akal sehat. Sepertinya persinggungan saya dengan dunia luar dan beberapa realitas sekarang memberikan sebuah penafsiran baru.

Rasionalitas dan Perkembangan Tradisi

Dalam tradisi pemikiran Islam, kejumudan umat muslim dahulu menjadi salah satu penyebab kemunduran peradaban Islam itu sendiri. Oleh karena itu muncul berbagai pembaharuan-pembaharuan di mana akal menjadi salah satu pendorong untuk mendobrak kejumudan itu.

Pun seperti halnya Imam Ghazali melalui magnum opusnya, Ihya’ Ulumuddin. Sebuah karya yang muncul setelah sang Hujjatul Islam ini melihat redupnya tradisi spiritual Islam sebelumnya.

Akal merupakan anugerah Allah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dengan akal, manusia dapat berpikir, berkreativitas, dan berinovasi. Dengan akal, sebuah peradaban pun dapat terbentuk.  Inilah mengapa dalam budaya modern ini rasionalitas menempati posisi yang penting.

Rasionalitas sendiri berasal dari kata rasio yang menurut Herbert Marcuse adalah kemampuan kognitif dalam memilah antara suatu hal yang benar dan yang salah. Rasionalitas yang mengedepankan akal, dalam perkembangannya memang boleh digunakan untuk menafsirkan teks-teks keagamaan. Hal tersebut seperti halnya yang Al-Asy’ari dan Al-maturidy yakini, asalkan tetap berada pada porsi yang seimbang.

Rasionalitas Mendobrak Tradisi?

Dalam konteks sekarang, rasionalitas dalam berpikir ini pun kemudian membuat saya sedikit mempertanyakan beberapa hal. Misalnya tentang slogan nganan-ngiri ndherek kiai yang jamak menjadi pakem dalam pesantren apakah masih bisa menjadi pegangan. Mengingat banyaknya kasus yang cukup membuat nama pesantren ternodai. Seperti kasus pelecehan seksual oleh oknum petinggi pesantren yang viral beberapa tahun belakangan ini.

Maksud saya begini, beberapa kasus tersebut terjadi karena korban mendapatkan dhawuh dari petinggi pesantren untuk melakukan suatu hal tertentu. Walaupun ndhawuh tersebut secara logis tidak masuk akal. Namun dengan memanfaatkan superiotas dan jubah keagamaannya, akhirnya korban pun terpaksa mengikuti ndhawuh tersebut. Rasanya miris sekali mendengar berita seperti ini.

Bagaimana pun, seorang tokoh agama pun juga manusia. Pengkultusan terhadap mereka pun hendaknya diimbangi dengan akal sehat. Ketika suatu saat mereka melakukan sebuah kesalahan atau kejanggalan, mengkritisinya bukahkah tindakan yang sah-sah saja?

Mengkritisi Tidak Sama dengan Menggurui

Berbagai terminologi seperti barakah, adab, dan kualat kerap kali menjadi pemicu adanya pengkultusan terhadap satu tokoh tertentu. Akibatnya, jangankan mengkritisi, mempertanyakan dhawuh yang muncul pun seolah-olah menjadi barang tabu. Memang sadar akan level keilmuan dan posisi menjadi jurang pembatas yang signifikan.  Hanya saja, hal ini terkadang dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Saya sendiri tidak mengatakan kalau perintah sam’an wa tho’atan sebagai pakem dalam ajaran pesantren itu kurang relevan. Boleh-boleh saja. Malah itu sebuah adab yang bagus bagi seorang santri untuk menaati perintah seorang guru. Dengan catatan, perintah tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam. Menurut saya seperti itu.

Dengan demikian, perintah yang ia berikan hendaknya jangan kita makan mentah-mentah. Di sini nalar dan logika akal sehat perlu kita pertimbangkan.

Saya setuju dengan ungkapan Prof. Nadhirsyah Hosen dalam wawancara bersama mojok.co saat mengkritisi PBNU kemarin. Beliau mengatakan bahwa adab tetap menjadi hal yang utama.

Akan tetapi, dalam kondisi tertentu kepentingan bangsa menjadi hal yang kudu kita prioritaskan. Jangan karena adab, lantas kita tidak mau bersikap. Kira-kira begitu kata Prof Nadhir.

Beliau mengatakan demikian karena memang level Beliau sudah setara dengan yang ia kritisi. Namun yang perlu kita garis bawahi, bahwa perihal adab ternyata juga bersifat dinamis menyesuaikan konteksnya. Kalau kata Gus Baha, adakalanya adab di atas ilmu seperti yang jamak kita pahami. Namun, adakalanya ilmu berada di atas adab dalam beberapa kondisi tertentu.

Dalam hal ini pun, mengkritisi juga perlu kita sampaikan secara santun, beradab, dan mengedepankan etika. Hal tersebut karena mengkritisi tidak sama dengan membenci, apalagi menggurui. Saya lebih senang menganggap bahwa mengkritisi adalah bentuk kepedulian untuk saling mengingatkan.

Bukankah Al-Qu’an juga menyuruh kita untuk saling menasihati dalam hal kebaikan?

Beda Cara Boleh, Menghina Jangan

Oleh karena itu ketika menemui perbedaan pendapat di kalangan ulama, kita jangan lantas saling serang.

Mirisnya di era media sosial sekarang ini beberapa perbedaan pendapat ulama kadang kala menjadi komoditas untuk saling menghujat. Anonimitas sebagai salah satu karakter media sosial menjadikan seseorang dengan bebas mengaspirasikan unek-uneknya. Yang kadang jauh dari kata “beretika”.

Jika menilik ke belakang, pada dasarnya perbedaan di kalangan ulama adalah hal yang biasa. Hanya saja sekarang ini, perbedaan tersebut mudah tersebar di kalangan masyarakat grassroot sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda.

Mungkin cara yang paling tepat adalah mengikuti figur yang kita jadikan panutan. Akan tetapi, kefanatikan terhadap satu tokoh tertentu kadang-kadang membuat kita menutup rapat terhadap perbedaan pendapat dari ulama lainnya. Ini yang salah.

Jika kita memang menjunjung toleransi, berdamai dengan setiap perbedaan tanpa melakukan hujatan bukankah sebuah impian? Lha wong tujuannya sama-sama untuk kebaikan.

Namun ketika memang perlu mengkritisi ulama, sampaikan saja dengan tetap menjaga adab dan etika. Bukan malah menghujat ataupun menggurui satu sama lainnya, terutama di media sosial. Yang paling penting, mari kita jaga kondusifitas untuk mewujudkan keharmonisan bersama sebagai warga Indonesia. []

Tags: adabEtikamedia sosialmengkritisi ulamarasionalitas
Muhammad Nasruddin

Muhammad Nasruddin

Alumni Akademi Mubadalah Muda '23. Dapat disapa melalui akun Instagram @muhnasruddin_

Terkait Posts

Trans7
Publik

Merespon Trans7 dengan Elegan

20 Oktober 2025
Sopan Santun
Publik

Sikap Tubuh Merunduk Di Hadapan Kiai: Etika Sopan Santun atau Feodal?

17 Oktober 2025
Lirboyo
Publik

Lirboyo dan Luka Kolektif atas Hilangnya Kesantunan Publik

16 Oktober 2025
Media Alternatif
Publik

Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

15 Oktober 2025
Difabel
Publik

Difabel, Media Sosial, dan Sebuah Usaha Meniti Jalan Panjang Inklusivitas

4 Oktober 2025
Tren Tepuk Sakinah
Publik

Kesalingan dalam Irama: Tren Tepuk Sakinah sebagai Ekspresi Kolektif Berpasangan

3 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Banjir Informasi, Boikot Stasiun Televisi, dan Refleksi Hari Santri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merespon Trans7 dengan Elegan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah
  • Kajian Ekofeminisme di Indonesia: Pendekatan Dekolonisasi
  • Mbah War Sudah Kaya Sebelum Santri Belajar
  • PSGAD UIN SSC Dorong Kolaborasi Akademisi, Komunitas, dan Pesantren untuk Advokasi Disabilitas melalui Tulisan
  • Zahra Amin: Mari Menulis dan Membumikan Isu Disabilitas

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID